Delapan ; Ku Titipkan Dia.

66 8 0
                                    

Hari terus berganti namun keadaan Jay tek kunjung membaik, ini sudah minggu ke tiga sejak ia masuk rumah sakit dan dinyatakan koma. semua teman-temannya sudah beberapa kali menjenguk, bahkan ada yang sampai menunggu untuk beberapa hari saat kedua orang tua Jay tidak bisa menjaganya seperti Minhee dan Sunghoon. selama itu pula Jungwon benar-benar berubah total, sama sekali tidak ada senyum bahkan binar matanya perlahan meredup.

"kak.. sudah tiga minggu, keadaan kakak bahkan tidak membaik sama sekali.. apa Jungwon batalin ke Amsterdam dan tetep disini ya kak?" Jungwon menatap nanar tubuh yang terbaring lemah di hadapannya, mata tertutup rapat wajah damai seakan ia hanya tertidur.

"jangan, gue tau lo susah buat dapetin beasiswa itu. lo gak sekedar iseng daftar dan keterima, lo bener-bener berusaha buat dapetin beasiswa itu jadi jangan bodoh dengan menolak beasiswa itu dan memilih untuk tetap disini. Jay bakal baik-baik aja, percaya sama gue.."

Jungwon menoleh dengan raut wajah terkejutnya, "kak Jake?"

"ini gue bawain makan siang, bang Heeseung bilang lo belom makan.. sana makan siang dulu.." Jake datang mendekat dengan baju steril khas rumah sakit yang sama seperi yang ia pakai. Jay masih di ruangan ICU keadaannya membaik dengan amat perlahan membuat dokter memutuskan untuk tetap menempatkan Jay di ruang ICU.

"iya kak.. nanti dulu, belum lapar.." Jungwon kembali menatap Jay, rasanya ia tidak tega melihat Jay seperti ini.

"Jay, liat adek lo udah berani bilang 'belum laper' padahal dulu setiap lo ajak dia main, dia yang ngerengek laper..." Jake mengadu dengan nada mengejek, membuat Jungwon membulatkan matanya dan menepuk pelan pundak yang lebih tua.

"kak Jake.." tegur Jungwon yang mana justru membuat Jake semakin semangat untuk mengejeknya. tapi alih-alih mengejek Jake justru hanya tersenyum menatap Jungwon penuh arti.

"Jay.. bilangin ke adek lo ya, jangan nolak beasiswanya.. soalnya gue tau dia gak cuma sekedar iseng daftar, gue tau gimana dia belajar mati-matian sampe kadang ketiduran di perpus dan gue tau gimana dia selalu nyemangatin dirinya sendiri dengan kata-kata beasiswa luar negri.. sekarang kesempatan itu udah ada tepat dimatanya, udha tinggal selangkah.. marahin dong, biar dia gak nolak gitu aja beasiswanya."

Jungwon jelas kaget, ia mentap tak percaya pada Jake di sebelahnya. bagaimana bisa Jake mengetahui semua itu?

"dek, lo tau kan orang koma itu bisa denger apa yang di omongin orang sekitarnya.. Jay denger loh apa yang kamu omongin, kak Jake juga yakin dia bakal larang kamu buat nolak kesempatan emas ini... jadi, ambil ya? Jay bakal baik-baik aja sama kita disini.."

Jungwon terdiam, seakan semua kebulatan akan tekat yang sudah ia kumpulkan meluap begitu saja. tapi ucapan Jake memang benar, ini kesempatan emas yang tidak datang dua kali.

.

.

setelah banyaknya perhitungan dan lamunan, akhirnya Jungwon memilih untuk tetap menerima beasiswa tersebut. ini hari terakhir dia berada di Korea sebelum besok ia pergi ke Amsterdam untuk melanjutkan studinya.

sekarang Jungwon sedang duduk menunggu seseorang di salah satu cafe dekat rumah sakit, sesekali melirik jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan memastikan ia tidak kecepatan atau orang yang ia ajak bertemu tidak terlambat.

"maaf lama, tadi ada urusan sebentar."

Jungwon mengangguk tanda ia tidak apa-apa, matanya yang sejak sebulan lalu sudah tak lagi ada emosi kini menatap datar gadis di hadapannya. helaan napas ia keluarkan agak nekat sebenarnya mengajak Seoyun untuk bertemu setelah apa yang terjadi beberapa minggu lalu.

"kenapa? udah gak takut lagi lo sama gue?"

"sejak kapan emang gue takut sama lo?" balas Jungwon tanpa nada.

Seoyun membelalakan matanya, pertama kali mendengar Jungwon berbicara tanpa aku-kamu melainkan lo-gue.

"oh, udah bisa ngomong kasar gini juga.." Seoyun agak tertawa mengejek, menyampingkan perasaan gugup yang tiba-tiba saja menghampiri.

"gue gak pernah takut sama lo, gue juga bisa kasar, lo pikir gue gak pernah kasar sama orang gitu? lo pikir gue gak pernah berantem? salah besar kak, gue pernah matahin tulang orang yang macem-macem sama kak Jay pas SMP kelas delapan dulu.. jadi, jangan anggap gue remeh lagi abis ini kak."

Jungwon menyeret minuman yang tadi ia pesankan untuk Seoyun, mengisyaratkan lewat alis untuk menyuruh yang lebih tua meminumnya.

"diminum dulu kak, keburu cair es nya"

Seoyun mengambil minuman yang di sodorkan Jungwon padanya, meminum strawberry smoothies yang Jungwon pesankan untuknya. berdeham sejenak untuk menetralkan perasaan gugup yang semakin terasa.

"to the point deh won, buat apa lo manggil gue kesini?"

Jungwon mengangguk, ia membenarkan posisi duduknya dan menatap tepat pada mata sang lawan bicara.

"pertama, gue adek tirinya kak Jay.. lo mungkin udah tau itu, kedua gue gak tau perasaan lo ke kak Jay murni suka atau hanya mau main-main aja, tapi kalo lo bener-bener sayang sama kak Jay... gue titip dia sama lo ya kak, tolong jaga dia selagi gue merantau nanti... gue tau ada temen-temen gue dan dia yang bisa jagain dia tapi entah kenapa gue masih ngerasa kurang buat ninggalin kak Jay nanti, jadi gue tolong jagain dia selagi gue pergi."

Seoyun jelas tidak mengerti, perasaan dia kepada Jay memang benar murni perasaan sayang dan cinta sejak ia pertama melihat Jay tertawa bersama teman-temannya. tapi bukankah Jungwon sudah pernah ia kasari? Jungwon ini adik tiri nya Jay kan? mengapa masih merelakan Jay padanya setelah apa yang telah ia perbuat?

"maksud lo?"

"otak lo licik kak, dan jiwa lo emang jiwa pembully, lo kasar, lo bahkan gak mau apa yang lo anggap milik lo atau suatu saat akan menjadi milik lo disentuh sembarang orang. tapi lo setia kak, sedenger nya gue lo udah suka sama kak Jay sejak kelas tujuh dan bela-belain masuk SMA yang sama kaya kak Jay, karna SMP lo beda sama SMP gue jadi lo gak tau kalo dia kakak tiri gue.. dan gak ada yang ngasih tau siapapun tentang ini setelah kita masuk SMA... jadi lo salah tanggap sama gue yang selalu ngekorin kak Jay awal-awal kelas sepuluh kemaren. kak.. gue mau titipin kak Jay ke lo jadi tolong jangan ada Yang Jungwon lainnya setelah ini jaga kak Jay dari orang-orang yang akan nyakitin dia, buat kak Jay balik mencintai lo sebesar lo mencintai dia. itu kan yang lo mau kak? sekarang.. kesempatan udah di depan mata tolong gunain sebaik mungkin.."

Hening beberapa saat, Seoyun menatap tak percaya pada Jungwon. bagaimana bisa dia mengetahui sebanyak itu fakta tentang dirinya? diam-diam Seoyun menangis merasa tak percaya akhirnya ada yang mempercayakan hal seperti ini padanya, ada yang mengerti dirinya sangat mencintai sosok bernama Park Jay.

"maafin gue pernah kasar sama lo.. maafin gue gak mau nyari tahu kebenerannya terlebih dahulu dan memilih egois langsung ngelabrak lo saat itu.. maaf udah bikin Jay terlalu percaya sama gue sampe kesannya ninggalin lo... gue gak tau lo bisa sebaik ini sama orang kaya gue, gue gak tau apa gue pantas buat jaga Jay setelah ini dan lagi kenapa lo berkata seakan-akan lo bakal pergi jauh dan gak kembali?"

Jungwon terdiam, ia pun tidak tahu. tapi hatinya sangat gelisah dan perasaannya sangat tidak enak tentang penerbangannya besok. seakan ada seusatu yang buruk sedang menanti, tapi yang jelas Jungwon hanya tidak mau membuat Jay sendirian disini.

"gue diterima beasiswa di Amsterdam, besok penerbangannya.. gue gak tau apa gue bakal memilih untuk kembali atau tidak, ada beberapa hal yang bikin gue enggan untuk kembali walau seribu satu alasan menanti gue untuk kembali ke sini nantinya.." Jungwon menolehkan wajahnya kearah jendela di samping mereka, hujan turun membasahi bumi seakan menjadi salam perpisahan pada pemuda yang esok tak lagi ada di negri kelahirannya.

'grep'

Jungwon tersentak ketika tangannya tiba-tiba saja di genggam.

"lo harus kembali... Jay harus liat adek nya sukses.."

Tatapan Seoyun terlihat sangat jelas bahwa ia bersungguh-sungguh mengucapkan kalimat tersebut, Jungwon masih diam tapi anggukan kecil ia berikan.

"mungkin bisa gue pertimbangkan.."

Dan mungkin jika semesta menginginkannya kembali.

Hanya Sebuah Kisah Klasik < Jaywon + Minhee >Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang