Sejujurnya aku merasa risih karena menjadi pusat perhatian sejak memasuki pintu gerbang, berjalan menembus kerumunan dari parkiran depan. Hingga berakhir diperkenalkan oleh guru Biologi Mr. Gilberth Chapman, pada kelas pertama pagi ini.
Mr. Gil, begitu dia minta dipanggil, adalah seorang lelaki separuh baya. Bertubuh tinggi kurus. Dan tipe manusia yang mampu membuatmu tersenyum hanya dengan melihat fasialnya saja.
Setelah satu perkenalan singkat diikuti bunyi suit dari beberapa mulut remaja berhormon testoteron bertubuh kekar dalam ruangan ini, aku dipersilahkan untuk duduk. Kemudian baru menyadari kalau satu-satunya bangku tersisa hanya disebelah kiri Dhammir Varsgoffh, juga di belakang gadis berambut pirang lurus sebahu bermata abu-abu.
Si gadis pirang tersebut memutar tubuhnya hingga menghadap ke arahku, bahkan sebelum aku mengeyakan diri di atas bangku. Bibir tebal yang diberi polesan sewarna darah miliknya tersenyum lebar, terlalu lebar bahkan. Ia menyodorkan tangan kanannya ke hadapanku.
"Kamu pasti sepupu Dhammir si gadis California! Senang bertemu denganmu, aku Sybill Crawford".
Kulirik Dhammir sekilas, sepasang iris biru lautnya menatapku kalem seakan berusaha berkata 'Sebaiknya jangan kamu tolak kalau tidak nanti menyesal'.
Mengalihkan atensi lagi pada Sybill, dan meski enggan, kubalas juga jabatan tangan Sybill diikuti satu lengkungan senyum.
"Kalau butuh sesuatu jangan ragu untuk bertanya atau bicara padaku" tukas Sybill dan segera berbalik menghadap mejanya sebelum Mr. Gil memergoki dia.
Sejujurnya Sybill adalah tipe manusia kalau bisa ku hindari, bukan karena tidak suka hanya saja model seperti dia adalah jenis aku-pusat-segalanya. Dan sekarang ini, menjadi magnet perhatian adalah hal terakhir yang aku inginkan.
50 menit kelas Biologi akhirnya bisa aku lalui dengan lebih banyak menggambar di bagian belakang buku catatan ku ketimbang fokus pada persoalan pembelahan sel pada tubuh amfibi. Aku bergegas menyingkir dari ruangan begitu bel berbunyi. Namun sialnya, Sybill berhasil mengikuti langkahku.
"Jam istirahat nanti mau ikut aku ke kantin taman belakang? akan kuperkenalkan pada yang lain" kata Sybill sambil bergerak di samping kananku. Dia benar-benar mirip seekor kupu-kupu yang baru saja menetas dari kepompong.
"Thank's, akan ku pertimbangkan" jawabku singkat.
Lalu melangkah secepat aku bisa, meninggalkan dia di belakangku yang aku yakin tampak kaget. Karena berani bertaruh, orang seperti Sybill tak ter-lbiasa diacuhkan begitu saja.
Aku mendapati Dhammir tengah berdiri di depan lokerku dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Sebelah alis coklatnya terangkat, menyunggingkan senyum tipis saat melihatku.
Aku tak terlalu menyukainya bukan hanya karena dia bersikap bak pangeran-berkuda-putih yang tampak sempurna. Tapi karena aku tahu betul 'siapa' dia sebenarnya.
"Jangan bersikap sekeras itu" suara bass maskulinnya jernih dan tenang.
Aku tertawa sinis sambil membuka loker. "Membela pacarmu ya?".
"Well, sebetulnya, Sybill bukanlah pacarku" Dhammir terdengar tenang. Mensilangkan kedua kaki dan kini menyandarkan bahu kiri pada sisi kanan lokerku.
"Baguslah. Kalau begitu katakan padanya agar jangan mengikutiku terus karena aku bukan saudara sepupumu, jadi aku tak bisa membantu apapun dalam usahanya mencoba merebut hatimu" jawabku diikuti senyum sarkas seraya menutup loker.
"Moira" Dhammir merendahkan nada suaranya. Raut wajahnya berubah khawatir. "Aku tahu kamu bisa lebih baik dari ini. Jangan mendorong orang ke dasar tebing jika kamu tak mau melakukannya".
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] Nefertiti Trilogy (Book #01 : Midnight Sun).
FantasyMoira Lexxus telah menjadi seorang yatim piatu sejak berusia 6 tahun. Dan demi menyembunyikan identitasnya sebagai seorang Nefertiti, Moira terpaksa kembali ke kota Muine, kampung halaman ibunya. Tempat di mana dia akan mendapat perlindungan...