11. Horse From the Hell (A).

22 9 0
                                    

Judul lagu multimedia : Unions - You Better Run (Ost. Riverdale season 05 ep. 09)

✴️✴️✴️✴️✴️

Dhammir mengakhiri babak pertama dengan mencetak gol yang membuat Green Panthers-julukanuntuk tim lacrosse sekolah kami-, lebih unggul 2 poin dari lawan. Sorakan keras menggema dari bangku tim pendukung St. Roottherwanth. Vlad memimpin yel-yel kemenangan untuk tim putranya dengan penuh percaya diri.

"Mau ke mana Moira?" tanya Grinda. Saat aku berdiri dikala komentator mengumumkan waktu istirahat 20 menit menjelang babak berikutnya.

"Toilet" jawabku. Berusaha bersikap biasa.

"Baiklah, segera kembali tapi".

Mengacungkan ibu jempol kanan ke udara, lalu segera memutar badan dan hampir melompat saat menuruni undakan tribun.

Aku tak bisa menyembunyikan ekspresi wajahku lagi ketika berlari memutari lapangan lewat jalan belakang, menuju halaman sekolah yang terhubung gedung utama.

Dalam 5 menit aku telah tiba di sisi kanan gedung. Lantai paling bawah adalah tempat khusus kegiatan extra kurikuler bagi siswa. Aku sendiri telah diberitahu kalau ruangan tim lacrosse berada di ujung kiri, berhadapan dengan klub pemandu sorak.

Pintunya tidak dikunci sehingga aku bisa masuk dengan mudah, dan tempat ini minim pencahayaan. Aku tak berani menyalakan saklar karena takut orang akan mengetahui keberadaanku.

Kedua kakiku melangkah pelan, mengedarkan pandang ke seluruh penjuru ruangan . Terdapat sebuah meja kayu panjang saling berjejer rapi memenuhi klub ; Enam buah bangku kayu persegi panjang. Ada lusinan tas ransel besar, baju dan celana berserakan, hingga peralatan mandi, semuanya milik para pemain.

Membuatku jadi bertanya-tanya, apa mereka tak memiliki asisten khusus untuk mengatur semua ini.

Dan mengapa Arkin yang nampaknya suka keteraturan diam saja melihat betapa kacaunya ruangan tempat anak didiknya lebih banyak menghabiskan waktu dari pada di rumah mereka ataupun kelas?.

Setelah mengirim pesan teks pemberitauan pada Arkin, ku putuskan untuk duduk sambil membaca buku tahunan tim lacrosse yang tergeletak di atas meja. Tak ada suara lain selain detik jarum jam, gesekan kertas saat aku membalikkan setiap helai halaman. Hal ini membuatku begitu tenang, jadi tak heran ketika pada akhirnya aku mendengar bunyi langkah berderap, aku terkejut hingga hampir menjatuhkan buku dari atas pangkuanku.

Berdiri. Aku membisikkan nama Arkin. Namun sunyi. Tak ada jawaban.

Menelan saliva. Rasa tak enak mulai bergumul dalam hati.

Kedua kakiku bergerak perlahan menuju pintu, mengintip sedikit dari balik gorden, namun tak ada siapapun di luar sana.

Rasa penasaranku menang setelah sempat meragu beberapa saat. Aku membuka pintu, melangkah sedikit ke luar. Kedua netra ku memandang sekitar, mencari tanda-tanda keberadaan mahluk hidup, sementara jantung di dalam rongga dada degupnya menjadi semakin tidak beraturan.

Tak ada siapapun, cuma gema keramaian dari ujung lapangan terdengar sampai sini.

Aku bisa merasakan asam lambungku naik. Oke, ada yang tidak beres karena perasaan was-was itu sudah muncul dari ujung insting.

Membasahi bibir, aku sudah mau berbalik, masuk lagi ke dalam klub, saat kilatan cahaya berwarna hijau memantul, tepat melewati garis kedua retina mataku.

Refleks, kakiku melangkah mundur. Mataku menyipit, mengikuti garis datangnya arah cahaya, yang ternyata berasal dari ujung lorong selasar ini.

Lalu. Mulutku membuka secara otomatis, netra ku menangkap visual yang berada tepat beberapa meter di hadapanku.

Kepulan asap hijau tebal disertai cahaya hijau terang seolah menelan tembok penutup ujung lorong. Dindingnya mendadak berlubang.

Berbarengan dengan bertambah besarnya ukuran lubang, aku dapat mendengar suara ringkikan mirip binatang. Tak lama kemudian, deretan kuku-kuku jari panjang tajam berwarna hitam seakan keluar dari dalam dinding.

Jika aku manusia biasa, pasti pasti sudah lari terbirit-birit saat ini juga, karena mengira telah melihat penampakan hantu. Masalahnya, aku bukan orang normal. Pada dasarnya aku seorang penyihir, dan kemampuan unik kami lainnya adalah, mampu berkomunikasi dengan roh.

Alih-alih kabur aku malah berjalan mendekati arah pancaran sinar hijau dan kabut demi memuaskan rasa penasaranku.

Jarakku hanya tinggal tiga meter dari dinding berlubang itu, ketika kuku-kuku jari menyeramkan tersebut mulai  menjadi lebih utuh. Kini, separuh
wujud kuda muncul, mendongakkan kepalanya keluar dari dalam dinding. 

    Aku terkesiap kaget, tapi tidak menyurutkan keinginan untuk tetap di tempat.

    Kuda itu menggeliat perlahan, berjuang keras menembus tembok, mirip bayi yang tengah berjuang keluar dari dalam rahim ibunya.

    Aku bagai terhipnotis, dan bukannya berlari kabur justru mematung di tempat. Melihat proses kuda hitam tersebut berusaha keluar dari dalam dinding seperti seorang anak kecil dibuat terpana oleh kelakuan para badut dan ahli sulap di sebuah acara sirkus.

    Sepasang mataku berkedip-kedip cepat kala keseluruhan tubuh dari kuda tersebut berhasil keluar dari dalam dinding. Otakku rasanya membeku selama satu momen.

    Kuda ini bertubuh tinggi besar, nyaris mencapai delapan meter.  Berwarna hitam pekat. Ketika binatang itu meringkik, tampak deretan taring tajam keluar dari sela-sela mulutnya. Sepasang tanduk kecil hitam menempel di kedua sisi kepalanya. Bola matanya berwarna semerah darah, berkilat dipenuhi kemarahan.

    Namun, hal paling luar biasa lain dari wujud kuda itu adalah.   Sekujur badannya dipenuhi api menyala. Siap membakar siapapun yang berani menyetuh atau disentuhnya.

    Pada momen itulah, isi kepalaku baru bekerja dengan benar.

    "Oh sial!".

    Memaksakan tubuhku untuk bergerak, barulah aku berlari sekencang ku bisa.

    Sialan! Bagaimana bisa seekor kuda dari neraka berada di dunia manusia!!.

🌉🌉🌉🌉🌉

    

[COMPLETED] Nefertiti Trilogy (Book #01 : Midnight Sun). Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang