Jena membuka matanya saat dirasa pagi sudah menyapa. Ia melihat ke sekitar, memastikan jika Marva tetap pada tempatnya, di sofa kamar.
Gadis itu kemudian menurunkan kakinya dan melangkah mendekati Marva yang sedang meringkuk di sofa. Ia mengambil selimut di kasurnya dan menyelimuti lelaki itu, sebelum akhirnya keluar dari kamar.
...
"Tumben kamu bangun pagi jen?" celetuk ibu ketika melihat putrinya memasuki dapur, setelah membasuh wajahnya.
"Nggak tau, nggak nyaman aja tidurnya bu," sahut Jena yang kini sudah berdiri di samping ibunya.
"Ya wajarlah, biasanya kan tidur sendiri, sama Jean atau Jian aja jarang-jarang,"
"Eh, sekarang malah sekasur berdua sama laki-laki, gimana dipeluk lagi nggak?" goda ibu.
"Tidur sekasur aja nggak, gimana mau dipeluk," lirih Jena.
"Gimana jen?"
"Eh, nggak bu," sahut Jena dan membantu ibunya menyiapkan sarapan.
"Nggak apa? Nggak dipeluk? Padahal ibu kira kalian ngebet banget lo, sampe pelukan sembunyi-sembunyi di gubuk gitu,"
"Ibu mahhhh," rengek Jena ketika mengetahui jika sang ibu sedang mengejeknya.
"Eh eh, kamu mau ngapain?" tanya ibu ketika Jena mengambil pisau dan talenan.
"Mau bantuin ibu lah," jawabnya sedikit bingung sembari mengambil sayuran yang sudah dibersihkan ibu.
"Et, nggak usah, mending kamu bangunin Jean sama Jian, biar mereka yang bantuin ibu, abistu kamu bangunin suamimu, bantuin dia siap-siap," Ibu mengambil pisau dan talenan di tangan Jena dan meletakkan sedikit jauh dari jangkauan gadis itu.
"Hah? Siap-siap? Emang mau pergi ke mana bu?"
"Walaupun nggak pergi ke mana-mana, kamu harus belajarlah, siapin airnya, siapin bajunya, lagian kamu nggak ngapa-ngapain ini,"
"Kan mau bantuin ibu," ucap Jena ngotot. Ia malas satu ruangan dengan Marva setelah perdebatan semalam. Masih segar di ingatannya, jika lelaki itu mengatainya lesbi. Padahalkan Jena cuma trauma cowok.
"Masih ada Jean,"
"Jena aja deh bu, kan biar Jen-,"
"Loh teh? Pagi-pagi udah di dapur aja, nggak kelon sama bang Marva?" tanya Jean yang secara tiba-tiba memasuki dapur dengan pertanyaan yang membuat Jena melotot.
"Emang kenapa sih? Nggak boleh gitu aku di dapur?" Jena balik bertanya.
"Boleh sih, tapi kan biasanya pengantin baru tuh masih anget-angetan gitu," goda Jean makin membuat Jena melotot.
Jena cukup bingung, padahal Jean tau jika ia dan Marva ribut tadi malam, kenapa pagi-pagi malah menggodanya seperti ia yang mau saja dengan lelaki itu.
"Ohhh, Jean tau, teteh mau memikat bang Marva sama orang tuanya ya, makanya udah di dapur, mau masakin masakan spesial gitu,"
"Teh, tanpa digoda aja, bang Marva udah terpikat gitu, buktinya mulai awal datang kan emang mau tidur ama teteh," jelas Jean membuat Jena mengingat awal kedatangan Marva. Ia kemudian segera beranjak dari dapur menuju kamarnya.
"Jen, jangan lupa disiapin keperluan suaminya," teriak ibu dan diakhiri tos bersama Jean.
...
Jena melangkahkan kakinya menuju kamar dan menyembulkan kepalanya setelah membuka pintu kamarnya. Setelah memastikan Marva masih tidur, ia kembali melangkahkan kakinya dengan perlahan mendekati koper Marva yang sudah berpindah ke kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You
Random"Lo kalo gay jangan jadiin gue tameng lo dong, udah gay ngerepotin orang aja bisanya!" "Gue gay? Lo kali lesbi, dan juga gue nggak ada tuh jadiin lo tameng, lo kira gue sudi nikah sama lo! Sorry gue punya pacar ye, nggak kaya lo perawan tua!!!"