Qunqui

303 30 0
                                    

Di sinilah Jian berada, di taman komplek perumahan budenya. Ia sedang menunggu temannya yang katanya sebentar lagi sampai. Matanya menatap awas sekeliling, kalau-kalau ada mobil temannya terlihat dan kembali menunduk menatap handphonenya, sekiranya tidak ada apa-apa di sekitarnya.

Tin..tin... Tin..tin...

"Jiaannn!!!" Klakson mobil yang disusul suara seorang gadis yang dikenalnya membuatnya mendongak dan tersenyum sumringah.

"Chenaa!" Jian segera mendekat.

"Hi, Jian! Gimana kabarmu?" tanya pengemudi mobil yang merupakan ayah dari Chena, Johnny Dirgantara.

"Baik om, om dan keluarga gimana?" tanya Jian.

"Om baik juga, yuk masuk, Chena katanya udah nggak sabar mau liburan,"

Jian segera memasuki mobil dan mendudukkan dirinya di samping Chena.

"Oh iya Ji, kenalin yang duduk di paling belakang itu kakaknya Chena, namanya Marva," Jian segera memalingkan muka, mengangguk canggung pada Marva yang menatapnya intens.

"Ji-Jian mas,"

"Marva,"

'Bisa-bisanya gue nggak lihat, ntar nggak direstuin gimana coba? Eh tapi kakaknya nggak ikut liburan di sini kan ya?' batin Jian, pasalnya ia hanya meminta izin untuk Chena, kalau kakaknya ikut, ia tidak enak pada budenya, kan dia numpang jua tanpa menyadari jika mama Chena mengajaknya berbicara sejak tadi.

"Gimana Ji, boleh?" tanya mama Chena membuat Jian yang sejak tadi melamun sedikit tersentak.

"Eh! Boleh kok tan,"

...

"Tan, bentar ya, aku panggilin bude dulu," ujar Jian setelah mempersilahkan Chena, Marva, Jhonny dan Tara duduk.

"Iya ji, maaf ngerepotin ya," Jian hanya mengangguk dan mengatakan tidak apa-apa, kemudian meninggalkan keluarga besar Dirgantara itu di ruang tamu Pramudya.

Ia melangkahkan kakinya ke halaman belakang, biasanya budenya akan duduk di sana bersama Jena atau menanam sayuran.

"Bude,"

"Bude!"

"Bude, di mana?" Panggilnya berkali-kali karena tak menemukan keberadaan Dian dan Jena di halaman belakang.

"Di dapur Ji," sahut Dian.

Jian pun bergegas pergi ke dapur, "Bude, keluarganya temenku udah dateng,"

"Loh kok kamu nggak bilang," sahut Dian terkejut. Bisa-bisanya ia tak tahu ada tamu sejak tadi, mana belum nyiapin apa-apa lagi.

"Ini Jian lagi bilang bude," sungut Jian dengan wajah cemberut.

"Ya udah kamu siapin minum sama cemilan ya, bude mau siap-siap dulu,"

"Loh bude? Ini Jian belum selesai ngomongnya, lagian teh Jena juga mana? Bude percaya sama Jian? Bude tega ninggalin Jian di dapur sendirian? Ntar dapur bude sama bang Jean rusak jangan salahin Jian lo," jelasnya panjang lebar, namun hanya dianggap angin lalu oleh Dian. Wanita itu sudah melangkah menuju kamar.

"Bikin minum doang kok, kamu pasti bisalah,"

Jian menghela napas, menatap meja dapur dengan tak semangat. Ia mengambil beberapa gelas dan meletakkannya di atas nampan, kemudian kembali terdiam.

Cklek...

"Bu, ini- loh ibu mana Ji?" tanya Jean dengan kantong plastik di kedua tangannya.

"Ada kok, bang Jean abis darimana?" tanya Jian sembari menyibukkan diri seperti membuat minuman agar dinotice abangnya.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang