| 3 | 🦋 Pesan Misterius 🦋

496 53 3
                                    

Namanya Hessel Ferrelio

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namanya Hessel Ferrelio. Pindahan dari ... Bandung? Bali? Well, aku tak sempat memperhatikan ini kala si murid baru itu perkenalan diri di depan kelas. Aku sudah terlanjur bad mood sewaktu melihatnya muncul dan malas memberikan fokus penuh padanya. Dia duduk di deretan ketiga dari sebelah kananku, sebangku dengan Livia, yang sudah nyaris meneteskan air liur sejak kemunculannya.

Dan bukan hanya Livia saja yang bereaksi seperti itu, tapi seluruh cewek seisi kelas ini pun begitu terpesona pada sosok Hessel yang sangat mencolok visualnya. Ya, memang nggak seganteng Shawn Mendes atau Gabriel Guevara sih. Tapi, untuk ukuran cowok Indonesia apalagi bila dibandingkan dengan cowok di sekolah ini, Hessel memang punya roman wajah yang terbilang unggul. Aku cukup sportif mengakui hal itu, tapi kalau urusan akhlak... cowok itu NOL BESAR alias akhlakless banget.

Lihat saja bagaimana dia menjawab pertanyaan orang-orang seputar dirinya hanya dengan dengusan atau senyuman tipis setipis kertas. Dia juga beberapa kali mengabaikan jabat tangan dari anak-anak lain yang mengajaknya berkenalan. Nggak ada ramah-ramahnya sama sekali. Songong banget deh.

Aku jadi ingat soal pepatah yang mengatakan: "penampilan bukanlah segalanya, tetapi segalanya berawal dari penampilan." Hmm ... pepatah itu kelihatannya memang diperuntukkan orang-orang seperti Hessel. Meski sudah jelas-jelas menunjukkan sikap tak bersahabat, tetap saja cowok itu digandrungi oleh orang yang ingin berkenalan dengannya.

"Buset, si Hessel ganteng banget yak!" seru Sena saat kami berjalan keluar kelas menuju kantin pada waktu istirahat sekolah.

Sepanjang pelajaran tadi, gadis itu sama sekali tak berkomentar apa-apa mengenai Hessel. Jadi, aku cukup kaget juga mendengar pujian yang dilontarkannya sekarang.

"Lo nggak bilang kalo dia ternyata secakep itu, La," lanjut Sena sambil menyenggolku.

"Buat apa? Lagian percuma, dia aja nggak punya akhlak," cibirku.

"Ya, iya sih, dia emang rada gimana gitu pas anak-anak ngajak dia kenalan." Sena mengangguk-angguk setuju.

"Bukan rada lagi, tapi emang dia itu songong," dengusku sebal. "Udah ah, jangan ghibahin dia mulu. Gue jadi nggak mood nih."

"Lo masih kesel sama kejadian tadi pagi?"

"Ya iyalah."

"Udah, jangan dipikirin terus. Mending kita buru ke kantin. Gue laper nih pengen makan bakso."

Aku cemberut. "Gue pengen ke perpus aja. Minjem buku."

"Astaga, Rila! Ini tuh baru hari pertama sekolah, masa lu udah mau lahap buku aja. Nanti-nanti deh, mending kita ke kantin dulu." Sena memprotes.

Aku akhirnya mengalah sambil memanyunkan bibir. "Iya-iya."

Kantin sudah ramai murid-murid yang kelaparan sewaktu kami tiba di sana. Sena cepat-cepat menyeretku menyalip antrean untuk memesan makanan.

Freak OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang