(Mistery - Romance)
Ariela Kinara tak sengaja menyaksikan kematian tragis seorang perempuan di suatu malam. Dia yakin perempuan malang yang jatuh dari atap gedung itu mati karena dibunuh, bukan bunuh diri seperti yang diduga polisi dan juga kebanyak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tak ada yang lebih menyebalkan lagi hari ini setelah kejadian horor yang kualami bersama Hessel siang tadi selain bertengkar dengan adikku.
Ya, aku bertengkar hebat dengan Nila ketika gadis itu baru pulang hampir pukul sepuluh malam. Bayangkan betapa gelisahnya aku memikirkan dirinya dan Nila ternyata memilih untuk tidak pulang secepatnya karena masih ingin hang out bersama teman-temannya.
Tapi, itu bukanlah satu-satunya pemicu pertengkaran kami. Ada yang lebih membuatku marah, yaitu Nila yang pulang dalam keadaan bau rokok.
Astaga!
Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya, tapi ini benar-benar sudah keterlaluan. Berteman dengan anak-anak bermasalah di sekolah, ikut nongkrong bareng anak geng motor dan komunitas balap liar, lalu sekarang pulang dalam keadaan berbau rokok. Apakah aku salah jika aku murka padanya saat ini?
"Mah, sumpah aku nggak ngerokok!" bantah Nila sesaat setelah aku memarahinya.
"Tapi, seluruh pakaian lo bau rokok, Nila! Sampe rambut lo juga!" Aku mendelikkan mata.
Aku menoleh pada mama yang sejak tadi duduk diam di atas sofa memandangi kami. "Mah, apa Mama masih mau ngebiarin aja kelakuan Nila? Nila keluyuran dari pagi, Mah. Dan sekarang baru pulang. Mana bau rokok lagi."
"Mah, jangan dengerin Kak Rila. Aku sama sekali nggak ngerokok. Ini tuh karena ada temen aku yang ngerokok tadi, makanya aku bau rokok, Mah." Nila buru-buru menyela ucapanku.
Aku memutar bola mata. "Bukti udah di depan mata, Nila. Lo masih aja ngeyel."
"Emang Gue nggak ngerokok. Kak Rila aja yang selalu su'udzon sama gue."
"Gimana gue nggak su'udzon. Lo temenan sama anak geng motor dan siang tadi lo ada di tempat balap liar sama temen-temen bermasalah lo itu. Lo kelayapan sampe malem, pulang-pulang bau rokok. Lo pikir aja ka—"
"Kak Rila juga ada di sana, 'kan? Bareng cowok lagi." Nila menginterupsi ucapanku. "Siapa yang lebih parah?"
"Apa?" seruku.
Nila memasang senyum sinisnya. Lalu, kembali menatap mamah yang masih bergeming di sofa. "Mah, Kak Rila nuduh aku yang bukan-bukan, padahal dia juga sama."
"Jangan lo samain gue ama lo, Nila! Posisi gue saat itu karena nggak tahu. Gue sama Hessel itu mau kerja kelompok."
"Kerja kelompok? LOL!" seru Nila dengan nada mengejek. "Faktanya, Kak Rila pergi sama Hessel ke tempat balap liar dan nyaris jadi taruhan balap mereka."
Aku menggeram. Jadi, sekarang Nila berniat menyerangku untuk menutupi kesalahannya?
"Diem, Nila! Berhenti ngomong ngaco! Sekarang tuh lo yang salah!" bentakku kesal.