| 19 | 🦋 Jengkel 🦋

270 28 3
                                    

Dari sekian banyak hal yang kurasakan tiap berdekatan dengan Hessel, ternyata selain berbahaya dia juga gila!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari sekian banyak hal yang kurasakan tiap berdekatan dengan Hessel, ternyata selain berbahaya dia juga gila!

Apa-apaan sih maksudnya menjadikanku taruhan? Apa dia menganggapku serendah itu? Sungguh, aku benar-benar tersinggung kali ini.

"Lo bilang apa? Jadi taruhan lo?"

Anggukan ringan yang Hessel berikan semakin membuatku naik pitam. Bisa-bisanya dia merendahkanku seperti ini.

Cowok bangsat!

"Hessel, lo—"

"Please, Rila. Sekali aja. Karena cuma lo yang bisa bantuin gue." Hessel menginterupsi ucapanku, menatapku dengan sorot memohon.

Aku mendelik. "Lo pikir gue apaan mau lo jadiin taruhan?"

"Balapan kemarin belum selesai karena keburu ada polisi. Dan karena lo kemarin terlibat, jadi gue pikir lo juga harus bertanggung jawab sampai tuntas."

"Apa?" geramku dengan kedua tangan terkepal. Rasanya aku ingin sekali menonjok wajahnya sekarang. "Hessel, denger baik-baik. Gue nggak peduli apapun masalah lo karena itu bukan urusan gue! Dan lagi, lo pikir gue cewek gampangan apa yang mau-mauan lo jadiin taruhan sama temen-temen bajingan lo? Sumpah, demi apapun. Lo pasti udah gila minta hal begini dari gue!"

Hessel terdiam, memandangiku dengan ekspresi tak terbaca. Namun, akhirnya dia mengangkat bahu, seolah-olah tak memedulikan ucapanku barusan. Aku semakin tersulut emosi. Setidaknya dia harus meminta maaf, bukan? Atau mungkin mengatakan sesuatu atas pernyataannya yang tak pantas, bukannya malah bersikap songong seperti ini.

"Ya udah, kalo lo nggak mau. Tapi, lo temenin gue ke balapan itu. Cukup temenin gue."

Aku melengos, menatap Hessel sambil menggeleng-geleng. "Kayaknya mendingan kita nggak usah berurusan lagi deh setelah ini. Lo bener-bener biang masalah!" Kuangkat makalah tugas Fisika yang masih kupegang ke hadapannya. "Gue akan ngomong ke Pak Simanjuntak buat tukar kelompok kita."

Habis berkata begitu, aku langsung berbalik meninggalkan Hessel dengan dada bergemuruh oleh perasaan kesal. Aku benar-benar serius akan meminta Pak Simanjuntak mengganti kelompokku. Tidak masalah berpasangan dengan siapapun, asalkan bukan dengan cowok bangsat ini.

Sayangnya, di jam kedua di mana pelajaran Fisika seharusnya berlangsung, Pak Simanjuntak yang telah kutunggu-tunggu sejak tadi rupanya berhalangan hadir.

Hal ini tentu disambut semua murid dengan sukacita, kecuali diriku. Aku benar-benar jengkel karena masih harus berhadapan dengan Hessel dalam satu kelompok hingga pekan selanjutnya.

"La, napa lo manyun aja?" tegur Sena yang sejak tadi melihatku bermuram durja di sebelahnya.

Aku cuma menggeleng lesu. Tanganku sibuk mencatat soal di papan tulis yang sedang ditulis oleh Dera, sekretaris kelas, sebagai ganti tugas karena ketidakhadiran Pak Simanjuntak.

Freak OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang