| 11 | 🦋 Janji Tugas 🦋

296 42 4
                                    

"Ih, napa harus pake ginian sih?" seruku ketika Sena hendak membubuhi blush-on ke pipiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ih, napa harus pake ginian sih?" seruku ketika Sena hendak membubuhi blush-on ke pipiku.

"Biar lo makin cantik, La. Dikit aja kok, dikit."

"Buset, nggak mau gue. Ogah!" Aku buru-buru bangkit. Untung saja tubuhku lebih tinggi darinya, sehingga Sena tak bisa memaksakan hal menggelikan itu padaku.

"Rila, biar muka lo nggak pucet." Sena masih berkeras.

"Apa-apaan sih, Sen?" omelku jengkel. "Gue cuma mau kerja kelompok, bukan mau nge-date, anjir!"

Sena akhirnya mengalah kala menyadari pelototan dan ekspresi jengkelku. Dia pun menyimpan kembali alat pemulas pipi itu ke dalam tas make up-nya.

"Padahal gue cuma pengen riasin muka lo doang. Kayak Nila noh, kan cantik. Lagian juga nggak bakalan menor," katanya sambil cemberut.

"Gue nggak suka, ih," sungutku sambil menatap ke cermin, merapikan rambutku yang sudah rapi dalam ikatan ponytail. Tadinya, Sena memaksa ingin membuatnya jadi curly atau mencatoknya biar lurus saat digerai.

Namun, aku menolak mentah-mentah. Selain karena tak terbiasa, rambut tergerai itu amat membuatku gerah.

Lagipula bila dipikir-pikir, entah mengapa Sena merasa lebih antusias dibandingkan denganku mengenai gagasan kerja kelompok antara Hessel dan aku hari ini.

Ya, memang sesuai janji kami kemarin, Hessel berencana pergi ke rumahku siang hari ini untuk mengerjakan tugas kelompok Fisika itu. Dan aku tentu jadi jengkel karena Sena mati-matian ingin mendandaniku dengan alasan agar aku menjadi cantik. Seolah-olah aku ini tidak cantik saja. Dan usaha Sena itu jelas sia-sia lantaran aku memang tidak terbiasa menggunakan make up jika bukan dalam keadaan mendesak atau lebih penting.

"Lagian ngapain sih pake acara make up segala cuma buat ketemu Hessel? Dia 'kan bukan pacar gue," omelku masih sebal.

"Ya, nggak papa kali. Siapa tau nanti dia jadi pacar lo beneran," sahut Sena asal.

"Yee, sembarangan!"

"Aminin coba. Mayan Hessel cakep gitu. Semua cewek-cewek di sekolah kita aja suka sama dia."

"Lo suka? Gue mah nggak. Songong gitu."

"Jangan takabur, Neng!" Sena menepuk kepalaku dan langsung kubalas dengan pelototan mata. "Jujurly, kalo nggak ada Kak Feris, pasti gue juga udah oleng ke Hessel."

Aku memberengut kesal. "Kenapa cuma mikirin gantengnya aja sih? Orang songong gitu nggak usah dipuja-puja. Lagian lo nggak inget sama sikap dia yang mencurigakan belakangan ini?"

Sena terdiam. Ekspresinya yang semula antusias jadi berubah muram. "Iya ya. Dia emang sus banget dari awal."

"Makanya berhenti muja-muja dia sebelum kita yakin kalo dia nggak ada hubungannya sama kematian cewek itu."

Freak OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang