PART 1

257 5 0
                                    

Annyeong haseyo.. saya seorang ELF yang mencoba menuangkan fantasi liar ke dalam sebuah tulisan absurd, semoga readers semua ga pusing kepala setelah baca ff ini (kekeke)..

Ditunggu voment nya, happy reading ^^

 ***

“Selamat pagi Seoul…“ seru Kiki saat membuka jendela kamarnya. Ia menguap lalu merenggangkan tubuhnya. Saat ia ingin menghempaskan lagi tubuh nya di kasur, suara Mumu terdengar dari balik pintu kamar.

“Ki.. ayo cepet mandi nanti kita telat”.

“Ne.. arasso” ucap Kiki dengan nada suara lemah, ia mengambil handuk dan beranjak ke kamar mandi.

Hampir setiap pagi, kejadian seperti ini terjadi. Terutama saat hari-hari kuliah. Kami hanya hidup bertiga, bukan karena kami kuliah di Universitas yang sama atau karena kami sama-sama berasal dari Indonesia. Jauh sebelum hari ini kami sudah bersahabat.

Aku bertemu dengan Kiki, saat umur kami 8 tahun. Saat itu ia terjatuh di kolam ikan-taman kompleks. Dari kecil ia terkenal centil, hyperactive dan cerewet. Karena sifatnya itu, hal konyol sering terjadi.

Mulai dari terjatuh di halaman rumah saat mencoba High Heels mamah nya, memakai lipstick berwarna merah menyala ke sekolah, di hukum hampir setiap pagi karena telat masuk sekolah.

Tapi di balik itu semua, ada satu kekuatan yang tidak kami punya. Dia anak broken home, orang tuanya bercerai ketika usianya 5 tahun. Sampai saat ini kami belum tahu apa penyebab orang tuanya bercerai. Sisi positive nya adalah ia pintar, walaupun tidak sepintar aku dan Nurfa.

“ Mu, besok Storm manggung, kita nonton yuk” ajak Nurfa padaku saat kami sedang menyiapkan sarapan.

“Oke gw bakal nemenin lo deh Fa..” ucapku singkat.

“Yeaah, thankiss Mu,” ucap Nurfa senang.

Dia Nurfa, sifatnya berbanding terbalik dengan Kiki. Ia pendiam dan pemalu, tapi terkadang ia juga bisa terlihat konyol dan childish.

Cerita pertemuan kami dengan Nurfa, hem.. nothing special. Dia teman sekelas kami yang jarang sekali bersuara. Aku dan dia selalu bersaing dalam hal peringkat di kelas. Sampai suatu hari di kantin sekolah..

“Hai Fa.. boleh ya kita duduk disini” ucap Kiki sembari menaruh mangkuk bakso dan minumannya.

“Lo jangan langsung duduk, tanya dulu sama dia boleh atau enggak kita disini” ucapku memperingati Kiki. Bukan karena aku enggak suka dengan Nurfa yang selalu bersaing peringkat denganku, tetapi lebih karena kami jarang bicara. Aku takut kami mengganggunya.

“Boleh kok boleh” jawab Nurfa singkat. Kiki hanya menjulurkan lidahnya padaku dan langsung duduk di depan Nurfa.

“Loh kok Nurfa enggak makan?” tanya Kiki saat sedang mengaduk minumannya.

Aku langsung menyikut lengan Kiki, memberikan kode agar dia jangan banyak bicara. Tapi si Miss keras kepala dan cerewet ini sepertinya enggak mau mendengarkan aku.

Dia terus bertanya “Nurfa enggak lapar?” atau menebak “Oh iya, Nurfa lagi diet nih pasti”. Sedangkan Nurfa hanya menggeleng dan tersenyum.

“Ki, lo bisa enggak sih diem aja habisin bakso lo. Jangan banyak tanya, nanti dia tersinggung gimana?” bisikku.

“Kan enggak apa-apa nanya sedikit Mu”, sergah Kiki. Aku melotot mendengar ucapannya.

“Enggak apa-apa kok Mu, aku malah seneng ada yang ngajak aku ngobrol. Ada yang peduli sama aku” ucap Nurfa. Kami berdua yang sedang berseteru langsung terperangah mendengar ucapan Nurfa.

Siswa yang terkenal pendiam dan pemalu, juga jarang bersuara. Akhirnya bisa bicara cukup panjang. Sejak kejadian itu, kami bersahabat bahkan sangat dekat seperti saudara kandung.

***

Kami kuliah di salah satu Universitas terbaik di Seoul, KyungHee University. Pasti kalian bertanya bagaimana caranya kami bisa kuliah di sana.

Semua berawal dari Kiki, dia itu K-Pop’ers. Ia sangat mengidolai boyband DBSK(saat semua personilnya masih lengkap). Setiap hari ia selalu bercerita tentang mimpinya untuk tinggal dan sekolah di Korea, hingga akhirnya Nurfa yang sudah ter “doktrin” ikut terobsesi untuk sekolah disana.

Sedangkan aku, tidak begitu tertarik dengan boyband,girlband maupun kehidupan disana. Atas nama “persahabatan” aku mengikuti ujian untuk kuliah di Seoul bersama mereka.

Nurfa berhasil masuk di Fakultas Life Science and Biotechnology, jurusan Holticultural Biotechnology. Sedangkan aku dengan Kiki, masuk di Jurusan English Language and Literature. Kami tinggal di sebuah flat sederhana di daerah Gwangneung.

“Kii.. cepetan udah selesai belum? Nanti kita telat” seru Nurfa dari pintu depan flat. Kiki adalah salah satu alasan mengapa kami hampir selalu telat masuk kelas.

“Iya bentar..bentar lagi” teriak Kiki dari dalam flat. Hari ini Kiki terlihat berbeda rambutnya yang panjang sebahu ia biarkan terurai. Ia memakai dress pink dengan panjang diatas lutut sekitar 6 cm, dan high heels berwarna senada.

Kami memerlukan waktu 45 menit untuk sampai di kampus dengan menggunakan kereta. Aku dan Kiki harus jalan cepat atau sedikit berlari untuk tepat waktu sampai di kelas, karena kelas kami letak nya di lantai 3 dan di ujung koridor.

“Mu nyantai dong, gw pakai heels nih” rutuk Kiki sembari kesulitan mengatur langkah kaki dan nafasnya. Aku hanya terus berjalan cepat sambil menarik tangannya.

“Lo kan pakai jeans sama sepatu” tambah Kiki lagi. Aku tetap tidak perduli, karena sekarang adalah jadwal Miss Kim, dosen yang terkenal tegas dan tidak mau mendengar alasan apapun saat kita telat masuk ke kelasnya.

“Mu, sakit nih kaki gw” keluh Kiki untuk ketiga kalinya. Kali ini aku berbalik dan melepas heels nya dan menggantinya dengan sepatu milikku. Kiki terlihat enggan memakai sepatu.

“Lo pakai sepatu itu, sekarang mata kuliah HELL” ancam ku pada Kiki. Ia mulai terlihat takut dan memakai sepatu dengan enggan. Aku sendiri hanya terus berjalan tanpa menggunakan alas kaki.

HELL (History of English Language and Literature), salah satu mata kuliah wajib yang diampu oleh Miss Kim Tae Young, dosen yang terkenal ‘killer’. Kami kali ini beruntung berhasil datang 5 menit lebih awal dari Miss Kim.

Kuliah kami berakhir saat makan siang. Pagi tadi kami sudah janjian akan makan bersama di kedai ramen langganan kami.

“Mu, gw mau ketemu Ryeo yaa. Sebentar aja…” rujuknya sembari memencet tombol 2 di lift. Aku ingin mencegahnya tetapi terlambat.

Saat sampai di lantai 2, ia langsung berlari kecil menuju kamar mandi, men touch up bedaknya dan merapihkan rambutnya. Aku hanya memperhatikannya dari belakang dan sesekali menggelengkan kepala melihatnya.

“Aduh ki, udah selesai belom? Buruan Nurfa udah nunggu”.  Dia tetap bergeming dan masih merapihkan rambutnya. Lalu ia keluar dari toilet dan mengendap di jendela kelas Ryeo.

“Yuk, Mu..” ajaknya sambil berlalu di hadapanku, setelah puas melihat Ryeo di kelasnya.

Sikapnya kali ini, benar-benar membuatku mati kutu. Hanya untuk mengendap di bawah jendela kelas Ryeo ia harus men touch up wajahnya dan menghabiskan waktu 15 menit di depan kaca.

***

When I Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang