Claudy

57 7 2
                                    

Baskara masih tetap hadir sebagai fajar dan hilang sebagai senja. Ia tetap akan memainkan perannya sebagai penerang alam semesta. Tetap berada pada tempatnya. Sampai nanti, ia akan benar-benar dihancurkan oleh waktu.

Baskara yang satu ini, harus tabah dan tahan menahan segala cobaan yang ia hadapi. Tanpa seorang baskara di dunianya (sang ayah). Tetap harus tertimpa rasa sakit, perih, rintihan bertubi-tubi.

Sekarang, ia sedang dirundung masalah kasmaran. Bukan hanya dia, tapi: Adit, Revan, dan Ana. Sebelumnya hanya Revan dan Adit. Tetapi Ana datang sebagai pihak ketiga dari persahabatan mereka. Menjadi bagian dari mereka berdua.

Mereka bertiga, seperti sedang kasmaran bak piramida berbentuk segitiga. Tapi, tak satupun dari mereka mengungkapkan isi hatinya. Bukan Adit, tidak juga Revan. Apalagi Ana yang entah ia datang hanya sebagai teman, ataukah ia datang sebagi bala.

Beberapa hari Adit istirahat, akhirnya bisa pulih dari sakit yang ia derita akibat dentuman bola basket. Kacamatanya harus ikut retak akibat bola basket tersebut.

Terlihat Adit yang sedang tenang membaca buku di dalam ruangan perpus.

"Huwaaaaa,,," ucap Adit berbisik. Ia sedang membaca momen epic di novel Konspirasi Alam Semesta Karya Fiersa Besari. Di mana momen yang ia baca pada waktu itu adalah momen di mana Ana Tidae dan Juang Astra Jingga sedang terjebak tepat paling atas bianglala.

Seseorang mendekap pada Adit. Berjala mengarah pada Adit yang sedang fokus-fokusnya membaca buku.

"Adakah?" ucap Revan mengagetkan Adit.

"Eits, samba lado.. do... do..," ucap Adit reflek.

"Kebanyakan makan boncabe, Dit?" tanya Revan.

"Eh, enggak kok, hehehehe," jawab Adit malu.

"Ke kantin yuk! Itu Ana nungguin di luar. Ayok!" cetus Revan mengajak Adit.

"Ayo." Adit, Revan, dan Ana lalu berangkat menuju kantin.

Tapi, cukup berat langkah Adit. Harus memerhatikan Revan dan Ana di depannya. Tetap memantau sahabatnya bersama wanita dengan tatapan sinis itu.

"Mbak, jus jeruk sama pisang coklat tiga porsi yah!" ucap Revan pada penjual di kantin itu.

"Oke van," kata Bu kantin sambil menaikkan jempol.

"Kamu trak..." tanya Adit terpotong pembicaraannya oleh Revan.

"Yyah, aku yang traktir. Nggak usah nanya kamu ngerepotin atau nggak. Malahan aku senang bisa traktir kalian," lirih Revan yang membuat Ana pipihnya bertransformasi menjadi merah muda.

Kemudian, mereka bertiga duduk di kursi yang sudah tersedia dan tidak sedang dipilih untuk diduduki oleh orang lain.

"Gimana soal pendaftaran osis? Kalian ikut?" tanya Ana membuka percakapan.

"Lah, ikut dong! Kan, Dit?" jawab Revan yang menatap Adit penuh dorongan supaya Adut ikut.

"Yah, yah," jawab Adit singkat.

"Apalagi temanku yang satu ini katanya mau jadi KETUA OSIS selanjutnya," kata Revan.

"Ini, Mas. Pesanannya," ucap Bu kantin.

'SRUUTTTTTT SRUTTTT'

Suara sedotan jus jeruk dari mulut mereka bertiga.

"Katanya, kalau kita mau jadi ketua osis, harus bisa akrab dengan guru-guru di sekolah. Supaya nanti kalau kita proses pendaftaran osis. Guru-guru bantuin," cetus Revan.

"Tapi, kita nggak harus percaya dengan orang lain. Kalaupun iya, nggak boleh terlalu." Adit menyanggah argumen Revan.

"Eitttssss." Suara jeritan Ana yang menjatuhkan pisang coklat yang sedang ia makan.

LANGKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang