"Oi, Dit. Sini!" Panggilan Revan pada Adit yang sedang berjalan menuju ruangan kelas. Tak lupa membaca buku yang masih belum ia selesaikan.
Dengan Ana di depan tempat duduk mereka berdua. Masih ada yang ingin Revan tanyakan pada Ana. Tapi, ia begitu ragu. Takut ditolak lagi oleh Ana. Revanpun meminta Adit untuk menyapa Ana lebih dulu.
"Ana," ucap Adit pada remaja wanita yang memiliki pandangan sinis di depannya.
"Eh, kalian. Ada apa? Oh yya, jangan sungkan yah kalau mau cerita lagi." Ana membalas dengan penuh kepercayaan kepada Adit dan Revan.
"Jadi, hubunganmu sama pria di sekolahmu dulu, gimana? Kelar kah? Atau masih lanjut?" tanya Revan yang begitu penasaran. Ia mungkin sudah timbul rasa. Mungkin juga tinggal memberikan kode kepada Ana bahwa ia suka.
"Soal itu..." Tiba-tiba suara ponsel Ana berdering.
'Drrtttt drttttt drttttttt'
"Gak usah ganggu aku lagi yah, cukup sekali. Cukup waktu itu. Dan jangan coba-coba hubungi saya lagi." Jawab Ana dengan suara lantang pada orang di telfon itu.
"Siapa?" tanya Adit dan Revan bersamaan.
"Pria yang aku ceritain waktu itu," cetus Ana. Kemudian melanjutkan untuk menjawab pertanyaan Revan.
"Sudah putus. Siapa juga yang mau disakitin berlama-lama yah, kan? Cuman iya sering telfon lewar whatsapp," ucap Ana.
Semakin hari semakin mereka bertiga akrab. Dulunya hanya Revan dan Adit. Sekarang, bertambah satu. seorang gadis yang memiliki tatapan sinis. Hampir dibilang TRIO MACAN.
"Eh kalian tahu nggak, bakal ada perekrutan anggota osis setelah pemilihan ketua osis bulan ini?" tanya Adit.
"Kayaknya nggak," jawab Ana.
"Jadi gini, setelah pemilihan ketua osis. Bakal ada perekrutan anggota. Nah, setiap orang harus memili satubbidang saja. Jadi, kita nggak langsung menjabat pengurus inti. Semua yang baru menjadi anggota." jawab Adit.
"Oke sip. Jadi, kita daftar sama-sama aja?" tanya Revan.
Ana dan Adit mengangguk
Hari itu sedang ada pertandingan bola basket. Revan yang ahli dalam bidang olahraga pastinya tidak ingin ketinggalan. Lima orang mewakili kelas X IPA 1. Yah, kelas mereka bertiga: Ana, Adit dan Revan. Revan sangat diandalkan dalam pertandingan olahraga manapun itu.
Dikejauhan, tepat di kursi penonton terlihat Ana yang sedang menoropongi Revan. Meskipun ia harus duduk sendiri. Sebab sudah dicab sebagai siswi yang tidak ramah di SMAN 10.
Adit yang sibuk membaca buku jarak 2 meter dari Ana. Hanya bisa tenggelam dalam karya fiksi yang harus ia baca sampai selesai. Sesekali ia melirik ke pertandingan basket tersebut. Sesekali juga mengawasi Ana. Sang wanita yang namanya mirip dengan tokoh dalam bucu yang ia baca saat ini.
"Yeyyyyyy, masuk." teriak mereka semua.
Revan berhasil mencetak skor dalam pertandingan itu.
Seiring pertandingan berjalan. Semakin lama semakin seru. Semakin lama semakin pertandingannya memanas. Suporter satu dengan lainnya saling menyoraki tim pujaannya.
Tiba-tiba, tanpa disengaja. Bola melambung ke udara. Siap menghantam seorang wanita yang duduk sendirian. Dekat, semakin dekat.......
"Uhhhh," teriak seorang remaja berkacamata hitam-kacamatanya retak. Bola itu mengenai tepat di bagian wajah remaja itu.
Ana menggigil
"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Revan penuh perhatian pada Ana.
Bukannya malah menolong remaja berkacamata itu (Adit). Ia hanya berlari ke arah Ana. Berusaha menenangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGKAH
Fiksi RemajaBukan tanpa sebab, masa remaja adalah masa peralihan. Mungkin, dahulu kita masih mencari air mengalir untuk membasuh tubuh ataukah saling kejar mengejar dengan angin. Masa kecil adalah masa tentang menerbangkan layangan. Tapi, masa remaja adalah mas...