Teruntuk apa-apa yang tak direstui oleh Tuhan.
.Ku harap, kau tak pernah mendapatkan kebahagiaan. Itu kutukan, untuk semua luka yang kau berikan.
.
.
.***
.
.
."Ayo kita akhiri saja sampai disini."
Gaara menghembuskan nafasnya berat. Memandang gadis di depannya dengan tatapan dingin.
Gadis dengan surai kecoklatan itu menatapnya nanar. Matanya sudah memerah sejak tadi. Luka cakar ditangannya juga belum sempat di obati. Keadaannya saat ini, tak lebih baik dari sebelumnya.
Dia tertawa. Bukan karena bahagia. Tapi justru karena dia tengah terluka. Dia tertawa untuk menertawakan dirinya sendiri.
Tawanya semakin terbahak. Terdengar jelas hingga terasa menyesakkan.
Takdir memang begitu lucu. Selama bertahun-tahun ia berjuang. Pada akhirnya kembali di buang.
Matsuri kembali menatap manik jamrud Gaara nyalang. Seringai di bibirnya kembali muncul. Lengannya terangkat, mengelus pipi kanan lelaki itu lembut.
"Pada akhirnya, aku kembali kau buang, hah? Setidak berharga itu aku di hidupmu? Kenapa kau selalu mendorongku menjauh, Gaara?" Ucapnya lembut.
Matsuri menarik nafas kasar. Kemudian ia gerakkan jemarinya untuk menyugar surai pendeknya.
"...Bertahun-tahun aku memperjuangkan mu, apa tak pernah sedikitpun terbersit di pikiranmu tentangku?"
"Sekali saja. Meskipun hanya sedetik. Tidakkah kau merasa hatimu bergetar dengan keberadaan ku?"
"AKU MENCINTAIMU, GAARA. Bagaimana bisa kau membuang ku seperti ini berkali-kali."
Air mata mulai menetes dari sudut manik matanya. Suaranya bahkan mulai bergetar. Tapi ia sama sekali tak gentar untuk menyuarakan isi hatinya.
Sedangkan Gaara, pemuda itu masih berdiri kokoh bersama pendiriannya. Ia tak goyah sedikitpun. Bahkan untuk iba sekalipun.
"Caramu mencintaiku, justru hal itu yang membuatku semakin muak padamu. Kau memaksakan kehendak mu. Mengikatku pada pertunangan yang tak pernah aku inginkan."
Suaranya terdengar begitu dingin. Bahkan Matsuri yang mendengarnya turut merasa menggigil.
".. Apa kau pernah berpikir seberapa muaknya aku setiap kali kau menempeli ku seperti benalu?"
Matsuri mengepalkan jemarinya erat. Menahan hatinya yang tertusuk oleh setiap kata yang keluar dari mulut berbisa pemuda di depannya.
"Kau pernah bilang padaku, bahwa kau sangat bersyukur karena Tuhan mempertemukan kita. Tanpa kau tahu, aku selalu mengutuk Tuhan untuk setiap waktuku setelah bertemu denganmu."
"Aku membencimu, Matsuri. Dan tak pernah berubah sedikitpun."
Jemari lentik itu secara refleks menampar pipi Gaara. Memberikan bekas merah yang sepertinya akan segera membiru.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALOPSIA
Fanfictiona sasusaku fanfiction Lalu, apa kabar hati hari ini? Masihkah dengan rasa yang sama ataukah dengan luka yang sama. Seperti hari lalu. Ketika candu menjadi tabu. #2 sakuraharuno