Seperti hati yang tak mampu diisi oleh dua Tuhan. Begitulah hatiku yang terisi namamu. Hanya kamu, satu-satunya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Bel tanda istirahat telah usai berbunyi nyaring. Menggema ke seluruh penjuru sekolah. Menyadarkan sang pemuda bersurai merah yang tengah merenung sendirian di belakang sekolah.
Gaara, nama pemuda itu.
Merenungi kejadian beberapa saat lalu yang harusnya tak terjadi. Ini sungguh jauh dari rencananya.
Beberapa jam yang lalu, ketika bel tanda istirahat berbunyi. Tiba-tiba saja pemuda bersurai raven menarik tangannya keluar kelas menuju taman belakang sekolah yang jarang di kunjungi siswa-siswi.
Tanpa aba-aba, satu pukulan telak menghantam wajah tampannya. Ia meringis saat itu. Namun tak pelak kernyitan tipis menghampiri dahinya.
Apa hal yang membuat seorang Uchiha Sasuke, pangeran sekolah paling dingin berubah menjadi preman sekolah yang anarkis?
Setelah pukulan itu, tanpa memberinya penjelasan apapun, Sasuke pergi dengan aura dingin menyelimutinya. Meninggalkannya bersama sejuta pertanyaan yang menghinggapi pikirannya.
Apakah karena gadis gulali itu?
Oh, ayolah..
Memang sejak kapan pangeran es itu perduli terhadap seorang gadis? Jika memang karena Sakura, apakah itu berarti Sasuke pun memiliki rasa yang sama seperti yang ia miliki terhadap gadis itu?
Rasa yang lebih dari sekedar peduli.
Katakanlah ia pecundang besar. Toh, memang begitu lah dirinya. Menjadikan taruhan sebagai alasan untuk bisa mendekati gadis musim semi itu.
Juga, katakanlah ia bajingan brengsek. Yang ketika sudah memiliki seorang tunangan pun masih sempat mendekati gadis lain.
Tapi, apa yang bisa kau harapkan dari sebuah perjodohan? Itu hanyalah sebuah ikatan tanpa adanya rasa didalamnya. Hambar.
Hatinya sudah sejak lama dicuri oleh gadis manis dengan surai layaknya gulali yang sayangnya tak pernah peka itu.
Sejak hari pertama ia memimpin Masa Orientasi Siswa baru. Sejak pertama kali iris jamrudnya bertemu dengan iris emerald jernih dalam satu garis pandang. Sejak saat itu pula ia sadar bahwa dirinya telah menemukan tambatan hati.
Mungkin terdengar klise dan terlalu hiperbolis, tapi toh cinta memang seperti itu kan? Selalu tak masuk akal.
"Mau sampai kapan kau berdiam diri disitu, Gaara-kun?"
Sebuah suara feminim memecah lamunannya.
"Hmm" dan tanpa memberi jawaban ia meninggalkan Temari yang menatap kepergian adiknya dengan dahi yang mengernyit dalam.
"Ck, mau sampai kapan kau bertingkah seperti seorang bajingan, Gaara-kun" ucap Temari yang tak lagi mampu menahan gejolak hatinya.
"Tegaslah pada pilihanmu. Kau tak bisa selamanya seperti ini."
"Pilih tunanganmu, atau seseorang yang ingin kau perjuangkan..."
"Dengan begitu, kau tak akan menyakiti hatinya lebih dalam dari ini."
"Diamlah Temari, kau tak tahu apapun. Jangan bertingkah seolah kau tau segalanya." dan setelah mengucapkan itu Gaara berlalu pergi.
Sedangkan Temari hanya diam menatap punggung adiknya itu dengan tatapan nanar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALOPSIA
Fanfictiona sasusaku fanfiction Lalu, apa kabar hati hari ini? Masihkah dengan rasa yang sama ataukah dengan luka yang sama. Seperti hari lalu. Ketika candu menjadi tabu. #2 sakuraharuno