Katakan saja aku bodoh. Atau gila sekalipun. Nyatanya, berjauhan denganmu adalah satu dari sekian perasaan menyebalkan yang tak pernah aku inginkan.
Jadi, kembalilah..
Dan mari kita mulai kisah indah seperti semula.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Malam ini, gelisah datang menyambangi Sasuke. Rasa resah mendominasinya. Membuatnya tak bisa memejamkan matanya barang sepuluh menit saja.
Sudah lebih dari dua jam ia mencoba untuk tidur. Tapi setiap kali ia mencoba untuk memejamkan matanya, yang terjadi adalah kilasan kejadian tadi siang datang memenuhi pikirannya. Mencoba masuk kealam bawah sadarnya dan menjadi sebab dari mimpi buruk.
Maka dari itu, ia lebih memilih membuka matanya dan kembali membayangkan kejadian tadi siang.
Sekilas terbayang wajah kacau Sakura ketika melihatnya dicium oleh Karin. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia melihat Sakura nampak begitu rapuh. Meski gadis itu telah mencoba sebaik mungkin untuk terlihat baik-baik saja.
Dalam bayangannya, nampak begitu jelas mata sehijau batu emerald milik Sakura berkaca-kaca. Raut wajahnya yang kacau juga ikut membantu Sasuke membaca keadaan hati gadis itu.
Sasuke tidak bodoh. Ia begitu cakap dalam membaca orang lain, baik dari tingkah laku maupun mimik wajah.
"Ckk... Aku bisa gila hanya karena memikirkannya saja"
Dengan sigap ia dudukkan dirinya disisi kasur. Mencari handphone yang biasa ia taruh dimeja samping ranjangnya.
Hatinya bimbang. Haruskah ia menghubungi Sakura dan menjelaskan semua yang terjadi tadi siang. Menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi diantara mereka.
Tapi, itu tak terkesan seperti dirinya. Bagaimana mungkin seorang Uchiha sepertinya menghubungi seorang gadis terlebih dahulu. Lagi-lagi ego-nya memberontak. Membuatnya kembali bimbang.
Haruskah?
Atau
Tidak usah?
Oh, ayolah...
Ini hanya tentang menghubungi seorang gadis. Mengapa menjadi serumit ini?Ternyata memang benar jika masalah hati adalah masalah yang paling krusial.
Setelah sekian menit terlewati. Akhirnya Sasuke kembali meletakkan ponselnya pada meja samping ranjang.
Ternyata ego-nya lebih mendominasi. Mencegahnya untuk menghubungi seseorang yang kini memenuhi pikirannya.
Kembali ia baringkan tubuhnya. Kedua oniks tajamnya menatap kosong langit-langit kamarnya. Entah apa yang ia pikirkan saat ini. Yang jelas, segala pikirannya kini berpusat pada gadis gulali yang seharian ini membuat mood-nya buruk.
"Hhhhh...."
Helaan nafasnya terdengar begitu berat. Menandakan bahwa masalah yang dihadapinya tak bisa dianggap remeh.
Mungkin bagi kebanyakan orang akan menganggap hal ini adalah hal yang sepele. Namun, bukankah hal-hal besar bisa berawal dari hal terkecil sekalipun?
KAMU SEDANG MEMBACA
KALOPSIA
Fanfictiona sasusaku fanfiction Lalu, apa kabar hati hari ini? Masihkah dengan rasa yang sama ataukah dengan luka yang sama. Seperti hari lalu. Ketika candu menjadi tabu. #2 sakuraharuno