1

316 30 0
                                    

Jeno bukan lah sesosok pribadi yang kasar meski dia sangat sering marah. Bukan juga sesosok yang acuh kalau emosinya di permainkan. Jeno hanya akan diam sampai waktu yang tidak dirinya tentukan jika kedua hal tersebut sedang di dapatkan nya.

Seperti sore ini, Jaemin sudah di wanti-wanti itu tidak membawa Ryujin nongkrong tapi sudah lebih dari dua jam Jeno dirumah dan kedua adik nya belum muncul juga.

Satu lagi, Jeno paling tidak suka keluar lagi dari rumah jika dirinya sudah sampai. Jeno tipe anak rumahan sebenarnya, namun karena Jaemin dan Ryujin suka menghabiskan waktu di tempat-tempat nongkrong maka Jeno akhirnya sedikit merubah kebiasaan untuk tidak terlalu sering dirumah saja.

"Mau kemana lagi, Bang?" tanya mama saat melihat anak sulung nya memakai jaket dan mengambil kunci motor di atas lemari buffet.

"Mereka belum sampe juga padahal Abang udah dirumah dua jam."

"Yaudah tunggu aja disini, palingan bentar lagi juga pulang, Bang. Nah bener, itu suara motor Mamas tuh." Mama berjalan melewati Jeno yang tampak semakin suntuk.

Jaemin sudah yakin Jeno akan langsung keluar begitu dia dan Ryujin sampai rumah.

"Bandel banget sih elu, Mas," sungutnya begitu Jaemin menginjak ke teras.

Ryujin dilirik oleh Jeno. "Ini juga mau aja kalo diajak mampir-mampir." Laki-laki tersebut menghirup udara di sekitar Ryujin, memastikan tidak ada hawa rokok yang menguar dari adik perempuan nya.

Sejenak menghela nafas karena yang dia takuti tidak berdasar. Ryujin tidak mencoba merokok lagi.

Jaemin menggaruk belakang telinganya yang gatal lalu Ryujin mengelus lengan kirinya. Sikap tubuh yang mereka tunjukkan setiap kali tertangkap basah atau berhadapan dengan Jeno mode sebal.

"Makan apa tadi di tongkrongan, Dek?" Mama menarik lembut si bungsu untuk dibawa masuk. "Mamas taruh tas nya sana, makan dulu ayo ke dapur. Nanti malem Papa katanya mau ngajak kita makan di luar, sore ini makan dikit dulu."

"Mah, Adek udah makan mie becek tadi, masih kenyang. Mamas aja tuh yang gak makan apa-apa."

Mama melirik Jaemin. "Oh, mie becek ya? Yaudah, sekarang mau langsung mandi?"

"Iya, Mah. Udah gerah."

Setelah di-iyakan, Ryujin langsung masuk ke dalam rumah menuju kamar dan segera melalukan rutinitas pulang sekolah. Sementara si kembar mama, terpaksa berdiri di hadapan mama karena ada lagi satu kesalahan yang dilanggar.

"Kok di izinin?"

"Mamas gak bisa ngelarang Ryujin, Mah."

Mama menghela nafas. "Mamah harap kamu belum lupa ya, Mas. Bantu Mamah juga lah, kerja samanya."

Jeno memejamkan mata dengan erat. "Maaf, Mah. Abang harusnya gak biarin Adek pulang sama Mamas."

"Pulang sama Mamas gakpapa, asal jangan biarin Ryujin makan yang kotor-kotor dulu. Bantu juga Mamah ngejaga makanan Adek kamu lagi, dia itu terlalu sering makan sesuatu yang seharusnya gak dia makan Bang, Mas."

Jaemin menundukkan kepala. "Iya, Mah. Mamas salah..."

"Mamah gak nyalahin siapa-siapa. Karena nanti kalo Adek kenapa-kenapa, kalian berdua juga yang nyesel." Setelah itu mama berbalik dan pergi menuju kamar.

Jeno menatap Jaemin. "Besok Ryujin pulang sama gua aja."

"Tapi elu punga gebetan, itu alasan Ryujin gak mau boncengan di elu, Bang."

Jeno menggaruk ujung hidungnya. "Siyeon pasti ngerti lah, Mas." Sebenarnya membonceng dan mengantar Siyeon adalah rutinitas yang begitu Jeno sukai.

"Inget, Bang. Dulu gara-gara Adek katanya, Abang di jauhin sama gebetan-gebetan Abang. Walaupun Abang gak merasa rugi, Ryujin yang gak suka. Udah, Mamas janji aja gak akan bawa Ryujin ke tongkrongan dulu, kalo main pasti Mamas bawa ke tempat yang makanan nya sehat-sehat." Jaemin menepuk bahu Jeno. "Mamas sayang sama Ryujin, sampe gak bisa nolak apapun yang dia minta."

Jeno menghela nafas lebih berat dari sebelumnya. "Ya Abang juga, Mas..."

Entah sejak kapan kabar itu mereka dengar. Tapi yang pasti begitu papa mengabarkan kalau Ryujin mengidap liver tingkat dua membuat seluruh anggota keluarga rasanya di landa kecemasan berlebihan. Papa selalu bilang masih ada kesembuhan asal semuanya bisa menjaga dan memperhatikan kesehatan Ryujin.

Dan itulah yang coba Jeno lakukan setiap hari. Memastikan Ryujin tidak mengonsumsi apapun yang menurutnya tidak sehat, juga memastikan Ryujin menghabiskan air minum lebih dari dua liter dalam satu hari.

Kalau Jaemin, dia memang tidak terlalu terpaku pada penyakit yang Ryujin derita, tapi bukan berarti tidak memperdulikannya sama sekali. Hanya saja, kalau bisa Jaemin tidak ingin mengingat kalau adiknya mengidap penyakit yang berhasil merenggut nyawa kakak perempuan mereka yang lahir sebelum Jeno dan Jaemin lahir kedunia.

Dan mulai dari setahun yang lalu saat Ryujin masih kelas satu SMA, ketika kabar pertama papa sampaikan, hingga hari ini tidak ada lagi cemilan-cemilan kurang sehat berada di kulkas dan lemari penyimpanan di dapur milik keluarga Baskoro. Yang tersisa hanya lah buah-buahan segar, buah kering, yogurt dan beraneka ragam susu. Bear brand adalah jenis susu yang tidak pernah kosong dalam kulkas.

Kalau Jeno dan Jaemin se khawatir itu, pengidap penyakit malah terlihat santai dan tidak terbebani sama sekali. Ryujin tetap ceria, tidak mengeluh sakit kecuali di tempat tertutup yang hanya berisi dia dengan sang papa.

Papa Baskoro adalah seorang dokter spesialis penyakit dalam, jadi Ryujin adalah pasien khusus yang selalu jadi list teratas untuk dapat di sembuhkan oleh sang papa.

Tok tok tok

Ryujin mengetuk pintu kamar mama yang sedari tadi tertutup. Ada beberapa menit sebelum jam papa sampai dirumah.

"Mah? Mamah ngapain? Sholat ya?"

Ryujin menekan knop pintu kamar mama dan benar saja mamanya sedang sholat di samping tempat tidur. Ryujin menutup pintu lagi, kakinya berjalan ke ruang tengah yang saat ini terdengar suara televisi menyala. Rupanya kedua abang kembarnya ada disana.

"Kita jadi makan malam diluar, kan?" tanya Ryujin duduk di samping Jeno.

"Jadi lah, ini Mamas udah siap-siap, pas Papa pulang kita tinggal jalan."

"Kok tumben ya Papa ngajak makan diluar? Padahal biasanya selalu suka masak dirumah..."

"Sekali-sekali kan gakpapa, Dek." Jeno berkata sembari memainkan ponselnya.

Ryujin mengintip apa yang sedang abangnya lakukan, oh ternyata sedang chatting dengan Siyeon Syahputri.

"Cie Abang udah pinter ngegombal," goda Ryujin sengaja membaca teks demi teks yang abangnya kirim untuk Siyeon. "Apa tuh, Siyeon kamu mau di apain aja juga cantik, semua orang pasti sama kayak aku penilaian nya. Dih, Abanggg!"

Jeno tertawa, pipinya memerah. "Ryujin jangan di baca-baca dong, Abang malu!" seru Jeno mencubit pipi gembul sang adik kemudian bergeser lebih jauh dari Ryujin.

"Kok lama banget sih jadian sama Siyeon padahal Abang udah suka banget gitu keliatannya?"

"Iya Mamas bener, buruan gih tembak Bang. Sebelum Kak Siyeon di rebut sama yang lain."

Jeno terdiam, memikirkan ucapan kedua saudaranya. Dia juga ingin segera meresmikan hubungan dengan Siyeon. Hanya saja hatinya merasa kalau saat ini masih belum tepat, Jeno masih memiliki tanggung jawab yang tidak bisa dilalaikan begitu saja.

Kepala Ryujin diraih oleh Jeno untuk di cepit di dekat ketiaknya. "Emang kalo keliatan suka harus pacaran gitu?"

"HARUS!" teriak Jaemin dan Ryujin kompak.

"Nanti diambil orang aja langsung pundung!" cibir Jaemin setelahnya.

Ryujin mengangguk semangat. "Bener tuh! Udah ayo jadiannn!"







-Aku hanya ingin bertahan lebih lama walau tidak selamanya.- Adik si Abang.







Aslinya cerita ini udah kutulis sampai tamat, dan akan kupublikasi sampai selesai.

Gone forever | Shin Ryujin✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang