8

194 25 3
                                    

Setelah berdebat lama akhirnya laki-laki itu mengalah lagi dengan mengizinkan Ryujin untuk ikut menjenguk Heejin. Tentu Hyunjin sudah melayangkan beberapa kalimat sarkas, pedas sampai kasar untuk menolak Ryujin. Tapi perdebatannya berujung sia-sia karena perempuan itu sekarang duduk manis tanpa rasa canggung di samping ranjang Heejin. Ranjang yang beberapa kali pernah Ryujin tempati saat dirinya harus terpaksa dirawat di rumah sakit.

Ryujin berjanji untuk tidak lagi kembali ke ruangan prioritas ini. Melihatnya saja sudah membuat Ryujin berpikir yang tidak-tidak duluan.

"Gua mau ke luar bentar." Hyunjin mengambil jaket dan kunci motornya. "Makan gak?"

"Hah?"

"Heh?"

Dua kata bernada bingung dari Ryujin lalu Heejin membuat sesuatu dalam diri Hyunjin menghangat. Hatinya menghangat melihat dua orang perempuan yang Hyunjin kira tidak akan pernah cocok jika disatukan. Hyunjin cukup terpukau melihat bagaimana Ryujin dengan ramahnya menyapa Heejin.

Dan Heejin menerima kehadiran Ryujin tanpa enggan sedikit pun. Seolah keduanya memang sudah lama ingin di pertemukan secara langsung seperti sekarang.

"Gua gak makan, Hyunjin."

"Itu yang gua tanya, Jin." Hyunjin menunjuk Ryujin dengan memonyongkan bibirnya kedepan.

Ryujin tampak menimang tawaran Hyunjin.

"Biar sekalian," kata Hyunjin sudah di depan pintu.

Heejin menatap Ryujin lalu matanya bergerak kearah Hyunjin. "Tadi katanya Ryujin pengen makan buah, beliin buah aja."

Ryujin tersenyum melihat bagaimana interaksi dua anak manusia didekatnya. Ah kenapa Heejin bilang begitu? Ryujin tidak ingat pernah bilang ingin makan buah pada Heejin.

"Yaudah, tunggu diem disini." Hyunjin memperingatkan Ryujin.

"Iya, aku gak akan kemana-mana," jawab Ryujin patuh.

Setelah Hyunjin pergi, suasana di dalam ruangan prioritas menjadi agak sepi dan asing. Ryujin mengusap lengannya canggung sementara Heejin berusaha menahan nyeri di sekitar perutnya.

"Sakit banget gak kayak gini, Jin?"

Ryujin yang pertama kali membuka suara karena tidak tahan dengan kecanggungan yang ada.

Heejin menoleh ke Ryujin. "Lu sendiri juga sakit gak kayak gitu?"

Alis Ryujin mengerut. "Maksud lu?"

Dengus tawa mengejek terdengar dari Heejin. "Ngebohongin semua orang, sakit gak?"

"Apasih gua gak ngerti." Ryujin memejamkan matanya, menggeleng dua kali lalu fokus menatap netra pedih milik Heejin.

Sejenak Ryujin menilai wajah bak bidadari gadis didepan matanya, meski terlihat sangat tirus pipi itu, tetap tidak mengurangi kecantikan yang Heejin miliki. Bola matanya bulat jernih namun tersirat kepedihan, hidung mancung sempurna dengan ujung yang menggemaskan, bibir kombinasi seimbang.

Heejin cantik, lebih cantik dari apa yang bisa Ryujin beritahu.

"Ini bekas ruangan lu, kan?"

Mata Ryujin terpaku menatap lurus Heejin, bibirnya membisu, tangan kanannya bergetar. "Lu—"

"Gua tau dari mana? Mau nanya itu, kan?"

Ryujin menggeleng. "Enggak, bukan itu."

"Kenapa Hyunjin gak di kasih tau? Lu mau buat dia nyesel karena kehilangan dua cewek paling penting di masa remajanya, iya? Lu sakit, kan? Liver, lu nyebutnya gitu, tapi sebenernya gak sesederhana itu, kan? Sirosis hati, cih."

Gone forever | Shin Ryujin✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang