"Kesini lagi? Bukannya udah mau ujian, ya?" Heejin menatap kearah Hyunjin yang tampak diam, tidak seperti biasanya. "Hyunjin, kalo ada masalah boleh kok ceritain ke gua kayak biasanya."
"Dan ngebuat kondisi lu jadi lebih buruk, iya?" Hyunjin melihat ke arah lain. "Gimana kata Dokter Baskoro? Ada kemajuan lagi gak?"
"Seperti yang bisa lu simpulin, gua stuck disini. Pankreas gua udah gak bisa berfungsi, gua cuma nunggu pendonor berhati malaikat yang rela pankreas nya dikasih buat gua."
"Heejin, gua yakin lu bakal sembuh. Lu bisa sekolah lagi bareng gua, jangan pernah putus asa."
"Siapa yang putus asa? Gua juga pengen hidup lebih lama kok," kata Heejin menoleh ke jendela di bagian samping kanan. "Semua orang pengen hidup lebih lama untuk melihat orang-orang yang mereka sayang, Hyunjin."
"Kayak gua, pengen banget liat Papa sama Mama kembali semangat dan bangun dari penyesalan mereka dengan kesembuhan gua."
"Papa sama Mama lu udah kembali semangat kok, semenjak lu di pindahin ke ruangan ini mereka jadi lebih punya alasan untuk bertahan dan berjuang."
Heejin tersenyum. "Gua seneng dengernya. Oh iya, gimana hubungan lu sama Ryujin?"
Dan di akhir hari, Heejin memilih untuk membungkam mulutnya sendiri. Sesuai perkataan Ryujin, dia ingin dirinya dapat di andalkan. Setidaknya Heejin bisa bermanfaat sebelum kematiannya datang, kan?
"Ryujin gak sekolah udah hampir lima hari. Diem-diem gua cari ke kelasnya."
"Diem-diem?" Heejin masih tidak habis pikir. "Lu masih gengsi buat ngakuin perasaan sendiri? Hyunjin, kapan mau berubahnya sih?"
"Semuanya butuh waktu. Lagian gua nerima Ryujin karena Abangnya minta tolong ke gua waktu itu, kan? Gengsi dong kalo gua jadi beneran sayang sama adeknya."
"Masih inget soal Jeno mohon ke elu untuk nerima Ryujin? Lu gila apa gimana?"
"Lebih gila lagi kalo gua lupa, Jin," tutur Hyunjin. "Dulu gua nolak dan bersih keras gak mau nerima Ryujin waktu pertama kali dia nembak gua."
"Jeno mohonnya dari Ryujin nembak pertama, kan?"
"Sebenernya sebelum Ryujin pertama kali nembak gua, Jeno udah bongkar tentang perasaan adeknya sih. Tapi gua bodo amatin."
"Bodoh lu, sumpah." Heejin menarik nafasnya, hanya berbincang sedikit sudah membuatnya kelelahan luar biasa. "Hyunjin, kalo emang bener sayang sama Ryujin. Nanti kalo lu ketemu dia lagi di sekolah, perlakukan dia lebih baik. Atau seenggaknya perlakukan dia layaknya pacar, gantian perjuangin Ryujin. Gua yakin tuh cewek capek banget nahan segala keluh kesah yang dia punya."
Hyunjin menghembuskan nafas.
"Lu gak mau nurut kata-kata gua?" Heejin memberi tatapan sinisnya.
"Iya, gua bakalan berusaha. Setelah ini gua bakalan ngerubah beberapa sikap yang kayaknya emang keterlaluan banget kalo dipikir ulang."
Heejin tersenyum simpul. "Semoga gak ada kata terlambat untuk perjuangan lu."
Hyunjin mengangguk, mengelus lembut rambut Heejin yang tetap dibiarkan utuh meski selalu rapuh kapanpun tersentuh.
Tanpa alasan, Hyunjin tiba-tiba tertawa. "Terakhir kali Ryujin minta dianter pulang, sumpah dia lucu banget gila. Gua gemes..." Sore itu Hyunjin habiskan untuk menceritakan Ryujin pada Heejin yang akan selalu mendengarkan dengan baik.
Di bangsal lantai empat belas, Jeno datang bersama Siyeon untuk menjenguk Ryujin. Ini kali pertama Siyeon diberitahu tentang sakit yang Ryujin derita. Dan tidak ada waktu untuk terkejut atau menangisi, Siyeon hanya berpikir dia harus memberi banyak kalimat semangat agar Ryujin tidak merasa lelah menahan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gone forever | Shin Ryujin✔️
FanficDia mendapat banyak cinta dari keluarganya. Tetapi untuk itu, dia menjadi pengemis bagi cinta lain diluar rumah. Baginya itu bukan masalah, karena dia tidak melakukan itu selamanya. Sampai akhirnya, dia menutup mata dengan rapat, sembari membawa ban...