Prolog

25.8K 3.4K 780
                                    

Dua remaja kelas sebelas sekolah menengah akhir itu baru saja pulang setelah menyelesaikan kegiatan ekstra kurikuler pencak silatnya. Jeno dan Jaemin namanya, dua anak yang terus satu kelas sejak awal masuk sekolah hingga sekarang.

Jeno, salah satu yang lebih tua empat bulan dari pada Jaemin.

Ia merupakan anak ke dua di keluarganya, kakaknya sudah memasuki jenjang perguruan tinggi di luar kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ia merupakan anak ke dua di keluarganya, kakaknya sudah memasuki jenjang perguruan tinggi di luar kota.

Kemudian Jaemin, rival Jeno di bidang pendidikan dan idaman guru karena dirinya yang dikenal pendiam dan patuh.

Kemudian Jaemin, rival Jeno di bidang pendidikan dan idaman guru karena dirinya yang dikenal pendiam dan patuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jarang berkata kasar dan lemah lembut, Jaemin adalah pengurus osis favorit para siswi.

Jeno dan Jaemin tidak bermusuhan, mereka hanya bersaing dalam memperebutkan peringkat satu di kelas dan di bidang lainnya mereka akan bekerja sama. Kecuali bidang percintaan, mereka belum terlalu mempermasalahkan soal pasangan, terlalu mengabaikan hal hal tentang cinta tak seperti teman kelasnya yang lain.

"Nanti main gak?"

"Iya kalo dibolehin bunda,"

Seperti biasa, Jeno menawarkan pada Jaemin untuk bermain bersama karena mereka bertetangga. Namun tak jarang ibu mereka masing masing melarang untuk pergi bermain dan menyuruh mereka untuk belajar.

Jeno berjalan menuju sepeda hitam miliknya yang terparkir parkiran paling ujung, lain dengan sepeda putih milik Jaemin yang berada di dekat pintu parkiran.

"Psst! Jen!"

"Apa?"

Jeno mengayuh sepedanya menghampiri Jaemin yang berjongkok di samping sepedanya. Ia menaikkan alis kanannya, heran dengan Jaemin yang tiba tiba berjongkok.

Jaemin menunjukkan tangannya, terdapat kucing kecil yang tengah berdiri meletakkan tangannya di tangan Jaemin.

"Kucing siapa itu woi?" Jeno turun dari sepedanya dan berjongkok di samping Jaemin, ikut mengelus rambut kucing tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kucing siapa itu woi?" Jeno turun dari sepedanya dan berjongkok di samping Jaemin, ikut mengelus rambut kucing tersebut.

"Gatau gue, gamau ditinggal dia,"

"Coba lepasin."

Jaemin mengangguk, ia meletakkan kucing tersebut agak berjauhan namun kucing tersebut kembali mendekat, menatap keduanya dengan tatapan memohon membuat Jeno dan Jaemin luluh.

"Bawa pulang aja lah sini gue kantongin," Jeno berbicara dengan asal, menyarankan agar meletakkan kucing tersebut di saku atasan seragam sekolahnya karena ia tak seperti Jaemin yang memakai pakaian silat.

"Beneran? mami lo gak marah pulang bawa kucing? kalo bunda gue sih udah pasti marah," Tanya Jaemin dengan tangan memasukkan kucing ke saku seragam Jeno. Kucing itu menyembulkan kepalanya dan kuku yang memegangi saku Jeno.

"Pinter pinter lah gue sembunyiin, lo mau bantu kan? umpetin di kamar aja,"

"Boleh lah, dua hari dua hari ya? misal sekarang sama besok di rumah lo, trus lusa sama besoknya di rumah gue, setuju?" Jaemin naik ke sepedanya, memutar balik sepedanya untuk keluar dari parkiran.

"Beres!"

"Tunggu, kucingnya gak dikasih nama?"

Jeno tampak berpikir, kemudian tersenyum, merasa terdapat gambar lampu di samping kepalanya.

"Renjun? bagus gak?"

"Miaw!" kucing itu mengeong, memajukan salah satu tangannya seperti tanda setuju.

"Gue gak nanya lo cing... tapi karena lo suka yaudah Jaemin gausah ditanya lagi, gas pulang,"

"Miaw!"

Jeno dan Jaemin mengayuh sepedanya menuju rumah mereka. Sesekali Jeno menunduk menatap kucing yang ada di sakunya tampak begitu gembira dan sesekali memejamkan matanya karena angin.

Tak butuh waktu lama, Jeno dan Jaemin telah sampai di depan rumah mereka yang bersebelahan. Keduanya menghela napas, Jeno memasukkan kucing itu ke dalam tasnya, meletakkannya di atas pakaian silatnya.

Oke, sepertinya mulai hari ini penyelundupan kucing akan segera dimulai.

"Njun, doain biar gue bisa sembunyiin lo, oke? kalo enggak, bisa disambit mami,"


Tes ombak, rame lanjut garame ya tidak

HIDE - NORENMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang