Sudah lebih dari satu minggu, Renjun diizinkan untuk bermain keluar oleh Jeno maupun Jaemin. Ia senang sekali, dengan diizinkannya untuk keluar rumah, ia tak akan merasa bosan jika menunggu Jeno atau Jaemin pulang kampus.
Ia berjalan kesana kemari, memakai pakaian lama milik Jeno ketika SMP dan menggunakan sandal berwarna hijau yang Jaemin belikan kemarin. Tak lupa Jeno juga memberinya uang karena siapa tahu Renjun ingin membeli sesuatu.
Sepanjang jalan yang Renjun lihat hanyalah anak kecil yang bermain bersama teman temannya, ada juga yang bersama orang tuanya, dan orang dewasa yang pergi bersama pasangannya.
"Jeno punya pacar lagi gak ya?" ucap Renjun bermonolog. Ia sejak tadi memang terus memandangi orang dewasa yang berpacaran di taman, lain dengannya yang hampir seumuran mereka masih seperti anak kecil.
Setelahnya Renjun hanya melamun, duduk di kursi taman sambil mengayunkan kakinya. Hingga akhirnya suara kucing yang terdengar kesakitan itu memecah lamunan Renjun.
Renjun mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, ia memang melihat seekor kucing yang dibawa oleh anak anak. Jika orang melihatnya hanya anak anak yang membawa kucing, maka Renjun tidak begitu, ia begitu jelas melihat kucing itu dibawa dengan dicekik lehernya.
"Lepasin kucingnya!" Renjun mendelik ke arah anak itu, jika dilihat dari seragam sekolahnya, anak itu memakai pakaian seragam sekolah dasar.
"Ini kan kucing aku, kenapa aku harus lepasin?"
"Itu sakit! lo galiat kucingnya kesakitan lo gituin??" alis Renjun menukik tajam, ia segera merampas paksa kucing yang dibawa oleh anak itu kemudian meletakkannya ke rerumputan. "Bangsat!" bentaknya.
Ah, Renjun sebenarnya tidak tahu dengan apa yang ia katakan barusan, namun ia tahu jika Jeno atau Jaemin biasa menggunakan kata itu ketika kesal.
Anak itu hanya terdiam sesaat, ya meskipun wajah Renjun tak menyeramkan, namun Renjun baru saja membentaknya.
"Aku bilangin mama aku nih! mama aku galak!" teriak anak itu, Renjun hanya diam, mendengar kata 'mama' membuatnya bersedih dan memikirkan dimana orang tuanya.
Anak itu berusaha melawan, bahkan kini dirinya menjambak rambut Renjun yang sedang berjongkok mengelus kucing yang terbaring lemas di rerumputan.
"Aduh!!" Renjun mendorong tubuh anak itu, ia tidak mengerti soal tidak boleh melakukan kekerasan pada anak anak.
"Heh brengsek! kamu apain anak saya sampe jatuh? kamu gila ya?" Seorang wanita paruh baya datang menghampiri Renjun, bahkan menarik kaos Renjun agar Renjun berdiri kemudian menampar pipinya.
Renjun hanya meringis kesakitan, ia bingung dengan apa yang baru saja dilakukan orang didepannya kenapa bisa menempelkan tangannya ke pipinya dengan kencang.
"Kamu itu lawan anak kecil! harusnya ngerti dong namanya anak kecil? kamu diajarin gak sih sama orang tuamu??!"
Renjun diam saja, tak bisa menjawab apa apa lagi karena merasa ia juga salah. Ia tak seharusnya membalas anak kecil itu dengan fisik.
"Saya mau ketemu orang tua kamu!"
"Gue juga mau ketemu orang tua gue..."
●●●
Renjun tersenyum sepanjang perjalanannya kembali ke rumah Jaemin, ia bingung harus bereaksi apa. Orang tadi tak jadi meminta untuk menemui orang tuanya karena mengira dirinya adalah orang dengan kejiwaan yang terganggu, bahkan meskipun ia juga memukul anak tadi.
Ia melepas sandalnya, menentengnya masuk ke kamar Jaemin untuk beristirahat. Ia masih tak berhenti tersenyum bahkan ketika bertatapan dengan Jaemin yang duduk untuk merehatkan diri sepulang kuliah.
"Loh? tumben cepet banget pulang mainnya, biasanya lo nunggu dijemput?" tanya Jaemin bingung, semakin bingung melihat wajah Renjun yang sulit diartikan. Wajah Renjun memang terlihat tersenyum, namun matanya berkaca kaca seperti ingin menangis.
"Lo kenapa?""Gapapa kok!" Renjun semakin tersenyum lebar, berusaha menyembunyikan kesedihannya karena teringat pada orang tuanya.
"Boong banget, mata lo berair gitu kaya mau nangis, lo kenapa sih?" sekali lagi pertanyaan Jaemin hanya dijawab gelengan, bukan sekali dua kali ia melihat Renjun seperti ini. "Kalo sedih sedih aja, gausah dipaksain senyum, nanti sakit bibirnya..."
Tanpa bicara apapun Renjun langsung memeluk Jaemin dengan erat. Ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Jaemin.
"Hey? lo kenapa?? ada yang jahatin lo? lo sakit? jatoh?"
Tangisan Renjun justru semakin kencang, Jaemin bingung dibuatnya. Ia rasa ini bukanlah masalah yang sepele jika Renjun sampai menangis setelah sekian lama tak menangis.
"Njun lo–"
"Jaem gue punya orang tua gak?? gue punya mama papa gak? mami papi kaya Jeno gue punya gak?"
Jaemin hanya diam, ia tak bisa menjawab karena memang ia tak tahu soal orang tua Renjun. Pada awalnya Renjun hanya seekor kucing kecil kelaparan yang ia temui di parkiran sekolah.
"Njun, jangan gini please, gue juga gatau harus jawab apa?"
"Jaem, tadi gue dipukul orang, tapi gue juga mukul anaknya tadi..."
"Astaga.. lo bikin ulah apa lagi? kan gue bilang jangan nakal." Jaemin mengelus punggung sempit Renjun, anak itu mulai meredakan tangisannya.
"Gue kesel! dia nyakitin kucing! tapi dia dibela mamanya, lah gue dibelain siapa dong?"
"Lo jangan gini dong, gue kan bingung mau sedih apa gemes..."
●●●
"Mas, ini bukan pertama kalinya loh mami cuci baju kamu tuh banyak bulu kucingnya??? ih mamas tuh ngerti gak sih susah nyucinya?" Doyoung menatap kesal pada anak keduanya. Ia kesal karena selalu menemukan bulu kucing setelah pakaian yang sudah dijemur itu kering.
"Mamas gak pelihara kucing mii..."
"Ya terus apa dong? siluman kucing gitu?" Doyoung mendelik tajam, sedangkan anak bungsunya yang mendengar percakapan dirinya dengan Jeno hanya terkikik geli.
"Iya siluman."
"Awas ya mas, sekali lagi mami cuci baju kamu ada bulunya, mami geledah kamar kamu buat cari kucingnya."
Jeno tak mempedulikannya, ya silahkan saja, toh Renjun akan pergi ketika ia tak di rumah.
"Lagian juga mamas gak pelihara kucing mi, ngapain repot repot geledah?"
"Alah, kamu pikir mami gak tau apa? tiap sarapan, telur yang mami goreng suka kamu bawa ke kamar, susunya juga, kalo gak ngasih kucing tuh ngapain kamu ha?"
Gajelas tapi gapapa lumayan daripada tida up
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE - NORENMIN
Fiksi PenggemarManusia kucing menggemaskan namun merepotkan itu datang begitu saja pada Jeno dan Jaemin, sebenarnya ini rezeki atau musibah?