Renjun tak tahu berapa usianya sekarang, hidupnya begitu terasa membosankan. Ia yang dahulu biasa bermain keluar, mencari makan di tempat sampah dan bertengkar dengan kucing lain kini hanya berdiam diri di kamar Jeno atau Jaemin yang tertutup, hanya ada jendela kaca permanen yang tidak bisa dibuka tutup seperti dahulu.
Bosan, ya memang hanya itu yang bisa mendeskripsikan hidupnya sekarang. Mungkin ia hanya sesekali keluar ketika Jeno maupun Jaemin mengajaknya, menemani mereka belajar, makan, lalu tidur.
Ia tak jarang melihat kucing liar berlarian di atap rumah, atau mencari makanan di tempat sampah di depan rumah warga. Meskipun itu kotor, tetapi apa pedulinya? ia adalah seekor kucing yang tak peduli tentang kebersihan sesuatu yang ia makan.
Ia berterimakasih sekali, Jeno dan Jaemin sudah merawatnya dengan baik. Ia disediakan tempat dan makanan yang layak tanpa perlu di usir atau disiram menggunakan air, tanpa perlu ditendang oleh orang orang jahat yang tak menyukainya. Mereka mengurusnya sejak kecil, mengajarinya berbicara dan kegiatan lain yang biasanya manusia lakukan hingga sekarang.
Hingga sekarang ia merasakan hal yang berbeda, ketika Jeno atau Jaemin memperhatikannya. Entah mengapa ia terkadang tak berani menatap mata mereka ketika kita berbicara, jantungnya seperti berdenyut kencang ketika mereka tersenyum atau iseng mengecup pipinya.
Ia tidak tahu apakah ini yang dimaksud jatuh cinta? seperti ketika Jeno berpacaran dengan Karina, dan Jaemin yang terus mengejar Giselle, meskipun sekarang tidak lagi. Ia yakin, semua pasti berpasang pasangan, seperti orang tua Jeno atau Jaemin, mereka menikah karena saling jatuh cinta kan? lalu bagaimana dengan dirinya? ia hanya seekor kucing yang awalnya Jeno dan Jaemin bawa karena rasa kasihan. Jika manusia bersama manusia, kucing juga bersama kucing kan?
Renjun kini hanya duduk di kursi yang selalu Jeno duduki ketika belajar. Ia memakai kaos putih milik Jeno dan celana panjang berwarna biru milik Jaemin yang sedikit kebesaran untuknya. Saat ini ia menunggu Jeno dan Jaemin yang akan pulang dari kampusnya setelah ini sambil melamuni berbagai hal di pikirannya.
"DOR!"
Suara Jeno dan Jaemin yang baru datang itu cukup mengejutkannya. Ia hampir saja jatuh dari kursi jika Jaemin tidak menahannya.
"KAGET!" Teriak Renjun balik, ia tentu saja berani berteriak karena tidak ada seorangpun di rumah Jeno karena orang tua Jeno pergi bersama Chenle ke luar kota untuk berlibur.
"Hehe, sorry." Jeno meletakkan satu cup es krim vanila ke meja di depan Renjun. "Lo suka ini kan? kayanya gue ini ketiga kalinya beliin lo seumur lo hidup, ya gak?"
"Ini sekrim?"
"Es krim, Njun..."
Renjun hanya terkekeh, ia lupa. Tangannya buru buru membuka tutup es krim yang Jeno belikan, melahapnya kemudian memejamkan matanya karena sensasi dingin di mulutnya.
"Pelan pelan aja kali, gue gak minta kok." Jaemin mencubit pelan pipi kanan Renjun, merasa gemas karena Renjun sangat lahap menikmati eskrimnya.
"Njun, ini angka berapa?" Jeno menunjukkan tiga jarinya pada Renjun membuat Renjun sedikit berpikir. Akhir akhir ini ia memang mengajari Renjun membaca dan mengenal angka.
"Mmm... tiga ya?"
"Pinter, kalo ini huruf apa?" Jeno menunjuk huruf 'b' yang ada di buku tulis miliknya, Renjun berpikir lagi.
"Huruf d?"
"B cing, kalo d kebalikannya," Jeno mengacak rambut Renjun, ia melepas jaketnya dan melemparnya ke kasur.
Jaemin kini duduk di kasur Jeno, ia melepas kaos kakinya dan memasukkannya ke dalam tas.
"Kalo gue ajarin berhitung mau gak Njun?" Jaemin ikut bertanya, ia rasa berhitung itu penting juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDE - NORENMIN
FanfictionManusia kucing menggemaskan namun merepotkan itu datang begitu saja pada Jeno dan Jaemin, sebenarnya ini rezeki atau musibah?