- m i n u s (-) e n a m

1.2K 120 0
                                    




'Jisung dan Pernyataan Cinta'



rated: 15+
tw // harsh word, kissing underage.
817 words




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Saat itu, Chenle ingat sekali dirinya sedang mengamuk kepada dua anak buahnya di osis. Dengan papan ujian di tangan, Chenle hampir menyobek semua laporan yang tertulis di sana.

Tidak ada yang becus memberikan laporan padahal sudah hari H kegiatan. Rundown acara kacau karena laporan kepadanya telat. Sebentar lagi acara inti, penyerahan piala untuk pemenang lomba antar kelas, akan dimulai, tetapi piala dan piagam yang akan diserahkan belum ada di tempat.

Dua jam yang lalu, sie perlengkapan mengatakan bahwa semuanya aman. Kedua benda itu, piala dan piagam, sudah berada di ruang osis sebelum kegiatan dimulai. Bahkan sudah dibuktikan dengan foto sebagai bukti kepada Chenle. Namun naas, kedua benda itu tiba-tiba menghilang tanpa bekas.

Salah satu anggota sie meletakkannya sembarangan di lantai ruangan osis sehingga petugas kebersihan tidak sengaja menimpanya karena tersandung. Kebetulan, kedua benda itu berada dalam kardus. Jadi, wajar saja jika diletakkan sembarangan di lantai akan mengganggu.

Dan karena meyakini bahwa kardus itu sampah milik anak osis, tapa rasa ragu, kotak kardus itu dibuang begitu saja. Sebenarnya tidak akan menjadi masalah jika hal ini segera diketahui panita, tetapi petugas kebersihan itu memilih abai karena tidak tau apa-apa. Jadilah Chenle mengamuk. Bukan kepada petugas kebersihan, tapi kepada sie perlengkapan karena tidak rutin mengecek situasi dan kondisi.

Tentu saja sie perlengkapan tidak terima disalahkan. Akan tetapi, siapa yang bisa melawan ketua osis yang paling galak itu? Mereka lebih memilih untuk menelan ludah dengan pahit sambil menyerap omelan tidak berujung daripada membantah.

"Aku tidak mau tau, sekarang kalian harus mencari piala dan piagam yang baru! Aku tidak peduli jika kalian harus memanjat pagar sekolah untuk membeli benda-benda itu! Jika ketahuan oleh guru, tanggung sendiri!" omel Chenle.

Di depan ruang osis, Chenle menahan diri untuk tidak mengumpat.

"Kalian paham tidak?!" tanya Chenle dengan amarah di ujung tanduk.

Tidak ada anak buahnya yang berani jawab. Jelas mereka ketakutan. Namun, diamnya anggota sie perlengkapan ini membuat Chenle semakin jengkel.

"KALAU SAYA BERTANYA, KALIAN JAWAB!"

"I-ya, ka-"

Akan tetapi, adegan marah-marahnya Chenle terpotong oleh sebuah suara. Belum sempat anggota sie perlengkapan menjawab, seseorang sudah berteriak nyaring.

"ZHONG CHENLE!!!"

Pria manis yang sedang dalam mode garang itu segera menoleh ke arah sumber suara melihat dengan jelas siapa yang memanggilnya. Park Jisung. Sahabatnya sejak masuk SMA berdiri dengan tegak di tengah lapangan basket yang kebetulan dekat dari ruangan osis.

Dilihat dari kondisi Jisung saat ini, penuh peluh sehabis bermain basket, Chenle sadar bahwa pertandingan final antarkelas sudah berakhir. Yang artinya, dalam kurang dari sejam, piala dan piagam itu sudah harus di tangannya agar bisa diserahkan kepara para pemenang. Chenle semakin geram.

"Lihat! Pertandingan final sudah berakhir, cepat beli piala dan pia-"

"CHENLEE!!!"

Lagi-lagi, omongan Chenle terpotong karena panggilan Jisung. Dengan senyum bodoh yang selalu menempel di wajahnya, pria bermarga Park itu kembali teriak, "ZHONG CHENLE!!"

Hal itu jelas membuat Chenle semakin emosi, wajahnya memerah padam.

"APA?!" Chenle balas berteriak, sejenak mengalihkan atensi dari anak buahnya.

Tidakkah Jisung sadar bahwa Chenle sedang kesal? Sempat-sempatnya ia memanggil dari jauh.

"GUE SUKA SAMA LU!" teriak Jisung dari lapangan basket.

Chenle membelalakkan matanya tidak percaya.

"GUE SUKA SAMA LU, ZHONG CHENLE!!!"

Dengan lantang, Jisung mengatakan satu kalimat itu. Seluruh murid, bahkan guru, yang berada di daerah itu tidak mampu menahan senyum menggoda. Wajah anak buah yang baru saja ia marahin berubah dari masam menjadi terkikik kecil.

"Jisung anjing! Bikin ulah apa lagi sih?!" dumel Chenle dengan emosi di ujung kepala.

Sahabat baiknya itu bukan sekali dua kali membuat keonaran seperti ini. Namun, sebelum mengurusi sahabat anehnya itu, atensi Chenle kembali kepada anggota sie kebersihan.

Ia menyerahkan papan ujian kepada mereka sambil berkata, "Kalian dua segera selesaikan masalah piagam dan piala ini. Gue ada urusan lain yang lebih penting."

Segera, Chenle berlari kecil menuju posisi Jisung.

"LELE!! SINI SAYANG SAMA ABANG!"

Lagi-lagi teriakan itu memenuhi lapangan sekolah. Sorakan-sorakan dari murid lain untuk menggoda semakin ricuh terdengar. Pria yang lebih kecil semakin terlihat garang. Setelah sampai di depan Jisung, penuh amarah ia menarik pergelangan Jisung.

Namun, apa daya. Sang dominan jelas lebih kuat tenaganya. Jisung balik menahan tangan Chenle sehingga si manis tertarik ke arah dadanya.

"Anjir!" maki Chenle. Badannya terbentur tubuh Jisung yang penuh keringat. Rasa jijik menjalar di seluruh tubuhnya. Ya, walaupun di masa depan peluh mereka yang bersatu menjadi hal yang paling ia sukai.

Kembali lagi pada zaman penuh memori itu, cengiran bodoh Jisung adalah hal yang pertama Chenle lihat ketika mengadahkan wajahnya. Ia segera berniat untuk memprotes.

"Ji! Apaan sih, bangke?!" kesalnya.

"Le, gue menang nih. Kelas gue juara satu lomba basket antarkelas" balas Jisung santai.

"Yaudah! Bagus! Kenapa harus bikin kegaduhan gini sih?!"

"Kegaduhan apa?"

"Yang barusan lu lakuin ini! Teriak di depan semua orang kalau lu suka gue!"

"Kan karena memang gue suka"

"Ya, tapi gak usah di depan... HAH?!"

Chenle langsung ternganga ketika menyadari apa yang diucapkan Jisung.

"Candaan lu gak lucu, anjir!" seru Chenle marah.

Sedangkan sang lawan bicara malah menatapnya serius, sambil berkata tulus, "Gue gak bercanda, Lele sayang"

Jisung terkekeh kecil. Tanpa malu mengecup singkat, mungkin kurang dari sedetik, bibir lembab si manis.

"Ini hari pertama kita, ya!" seru Jisung ceria. Dilanjuti dengan sorakan-sorakan antusias dari seluruh penduduk sekolah yang menyaksikan.

Sedangkan Chenle sendiri masih tidak percaya dengan kejadian yang baru saja terjadi. Dan, yah, kenyataan bahwa ciuman pertamanya sudah diambil dan sedikit...

Asin.




[tbc]


vote dan comment ayangie, thank you!

Alur | ChenjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang