River Flows in You

35 6 2
                                    

"Lo yakin mau nge-up foto itu?"

"Lo mau jadi bahan omongan sampe kita lulus?"

"Enggak."

"Oke sip."

=====================

Perban itu masih menempel di hidung Nial, membuatnya tampak konyol. Kegarangannya menurun drastis akibat perban yang hampir menutupi seluruh bagian permukaan hidung. Beberapa orang bahkan tidak bisa menahan tawa tatkala melihat Nial berjalan di hadapannya. Matt, si juru bicara Nial, bilang kalau tulang hidung Nial tidak patah tetapi luka yang dialaminya cukup parah akibat terantuk kursi. Mendengar itu, Aiko sedikit lega dan rasa bersalahnya berkurang.

"Berani lo ketawa-ketawa? Mau muka lo muncul di lambehelsi?" ancam Matt pada seorang cewek yang ketahuan diam-diam menertawai Nial. Si cewek langsung kicep seolah Matt bisa langsung membaca isi pikirannya.

Nial dan kawan-kawannya tengah berjalan bergerombol layaknya kawanan serigala. Sementara itu Vala, Aiko, dan Shannon berjalan beberapa meter di belakang mereka.

"Sebenernya kenapa Nial dan temen-temennya ditakuti?" celetuk Vala tiba-tiba setelah memerhatikan gerombolan cowok itu cukup lama. "Gue nggak pernah ngeliat dia berantem atau mukul atau ngebully."

"OMG, Vala! Lo nggak tau? Astaga, gue belum cerita kayaknya sama lo," ujar Aiko seolah melewatkan sesuatu yang sangat berharga.

"Gue nggak tau kalau lo nggak cerita, Aiko."

Oke. Ini saatnya mendengar penjelasan panjang lebar Aiko.

"Jangan lo pikir Nial itu mafia sekolah, anak penjahat internasional, tukang pukul, dan semacamnya. Karena kita tinggal di real life, bukan film apalagi drama korea." Cewek dengan rambut dicepol dua itu berdehem. "He has his own way of bullying. Jadi, Nial itu nggak pake kekerasan. Orang yang bermasalah sama dia bakal dibongkar aibnya dan diupload di instagram gosip Helsinski alias lambehelsi."

"Gimana cara dia tau aib orang itu? Dia ngikutin orang itu sampai nemu aibnya gitu?" tanya Vala antusias.

"Good question!" Aiko menjentikkan jari. "Itu lah gunanya anak buah. Jadi Nial nyuruh anak buahnya buat nyari informasi tentang 'orang itu'. Kayak misal Matt. Tapi..." gayanya berubah misterius, "nggak cuma anak-anak kelas yang jadi anak buahnya Nial, kelas lain juga ada. Tapi nggak ada yang tau siapa aja dan berapa jumlahnya."

"Kayak semacam intel?"

"Ya! Intel nggak mungkin bilang ke orang kalau dia intel."

"Impresif!" puji Vala sambil memalingkan muka ke depan, menatap punggung para pengikut Nial yang tidak tampak keren sama sekali di matanya.

Percakapan pun berlanjut sampai di kantin. Gerombolan Nial berbelok ke arah lain. Kalau Vala tidak salah, mereka mengarah ke gudang sekolah. Mungkin itu markas mereka, pikirnya. Vala, Shannon, dan Aiko sama-sama memesan nasi goreng dan air mineral. Mereka memilih duduk tidak jauh dari outlet penjual.

"Berhubung lo nanya gitu, jadi gue mau tanya, lo punya masalah apa sama Nial sampai debut di lambehelsi?" tanya Aiko membuka percakapan. Meskipun dia banyak bicara, tapi dia tau kapan dia harus bicara dan menempatkan diri. Dulu ia dan Vala belum seakrab searang jadi sungkan untuk menanyakan itu.

Vala pun dengan senang hati menjelaskan hari pertamanya saat ia dan Ale memperebutkan susu kedelai lalu tiba-tiba datang Nial. Kemudian cowok itu menunjukkan keangkuhannya, Vala tidak suka dan itu jelas tergambar di wajahnya. "Mungkin karena itu dia sebel sama gue. Tapi bukannya gue pernah cerita, ya?" pungkasnya menutup cerita, dibalas ekspresi tidak tahu oleh Aiko. "Terus, dari mana Nial dapet anak buah?" tanyanya masih dipenuhi rasa penasaran.

AWESOME VALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang