Jodoh?
Story By Ratuqi
.
.Kak Andi bakal nikah sama anaknya teman mama. Dijodohin. Kamu gimana, Peb?
Aku nyerah Na.
Aku menyerah akan perasaanku sama kakakmu. Dia sangat sulit untuk membalas perasaanku.
Aku hanya dapat menghela nafas dalam setelah menghapus pesan dari Ana. Menatap ke arah tumpukan baju bersih yang baru aku ambil dari jemuran di belakang rumah. Tapi pikiranku tertuju pada satu hal.
Laki-laki bernama Andi.
Kakak dari teman baikku, tetangga seberang rumah sekaligus seseorang yang sudah lama aku sukai.
Bertahun-tahun aku mengejarnya. Bahkan tidak malu mengutarakan perasaan dan perhatian lebih dulu. Sayang sampai hari ini hanya dengkusan sinis dan raut jijik yang aku dapatkan darinya.
Sifatnya amat cuek. Dingin.
Matanya selalu menyipit tajam saat aku memberikan perhatian atau sekedar mengajaknya mengobrol.
Aku 'kan bukan virus corona atau kotoran, kenapa juga Kak Andi harus begitu jijik denganku?
"Dasar anak kurang ajar!" Teriakan itu menyentakku seketika. Dadaku berdebar takut ketika sosok wanita yang tinggal bersamaku mendekat dengan wajah marahnya. "Disuruh setrika baju malah bengong! Kamu ngerti nggak sih, kalau diomongin pakai bahasa manusia?!"
Matanya melotot galak dengan tangan bertolak pinggang. Kesal karena perintahnya beberapa menit lalu belum aku kerjakan.
"Ma-af Tante," hanya itu. Aku mana berani membalas dia dengan suara atau raut wajah marah serupa dengannya. Yang ada, jika aku berani melakukan itu, badanku akan kembali membiru seperti kemarin.
Ugh, jangan lagi. Memar yang terkahir saja belum hilang. Jangan lagi ditambahkan. Lebih baik menunduk saja.
"Dasar pemalas! Masih untung saya mau nampung kamu, di sini! Kalau bukan karena surat wasiat Bapakmu itu, sudah pasti saya usir kamu dari dulu. Kalau perlu saya jual kamu!"
Setelah puas marah-marah dia pergi. Tuh, kan. Lebih baik aku menunduk saat dia sedang mengeluarkan taringnya. Jadi tidak ada lagi kulit tubuhku yang biru karena dipukul gagang sapu atau benda keras lainnya.
Daripada kena omel lagi, lebih baik aku buru-buru setrika pakaian-pakaian ini.
*.*.*.*.
"Kak Andi,"
Orang yang kupanggil menoleh. Tumben, sekali panggil langsung menoleh.
Kami berdiri tepat di depan gerbang rumah Kak Andi. Tampak dahi dan pelipis pria yang kususkai itu mengkilat karena keringat.
"Kakak dari mana?" Tanyaku dengan senyum secerah mentari pagi ini.
"Kamu pura-pura enggak tahu atau memang bodoh, sih?" Tanya Kak Andi ketus.
Aku sedikit merengut mendengar pertanyaan Kak Andi. Itu, kan hanya basa basi. Tinggal jawab aja habis jogging pagi. "Kakak habis jogging ya?" Aku masih mempertahankan senyumku dengan kemungkinan gigi kering karena terlalu lebar tersenyum.
"Jangan selalu menanyakan sesuatu yang sudah jelas jawabannya. Itu menunjukkan kalau otak kamu," Kak Andi menunjuk kepalanya sendiri, "tidak dipakai dalam berpikir." Lalu lelaki itu berbalik hendak melanjutkan langkahnya.
"Sama kaya perasaan aku ke kakak, ya?"
Pertanyaan itu begitu saja terucap. Tidak sengaja. Nanti bagaimana kalau orangnya marah? Tapi ya sudahlah, Kak Andi sudah terlanjur mendengar juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story By Ratuqi
Short StoryKumpulan Cerita pendek yang ditulis oleh Ratuqi. *Semoga dapat mengobati kejenuhan pembaca akan cerita lain dari saya yang lama diupdate^^ Cover edit; Canva