Pernikahan Kedua

1.4K 82 2
                                    

Pernikahan Kedua
Story By Ratuqi
.

Ada yang berbeda setelah pesta pernikahan mereka usai. Senyum sumringah yang selama acara berlangsung tak pernah sirna kini perlahan menyusut hilang. Diganti dengan hela nafas berat juga wajah yang nampak suram.

"Pandji, kamu mau langsung mandi?"

"Iya." Sesingkat itu jawabannya. Apa karena terlalu lelah?

"Yasudah kalau begitu." Mira coba memaklumi. Meski ia juga sama lelahnya tapi perasaan gugup akan status barunya dengan Pandji membuat rasa lelah teralihkan.

Dulu ia juga pernah di posisi ini. Tapi tidak ada rasa antusias sebelum bahkan setelah pernikahan terjadi. Tidak ada rasa cinta untuk mantan suaminya yang dulu. Berbeda dengan sekarang. Ia menikah kembali setelah enam tahun bercerai.

Dering ponsel mengalihkan perhatiannya, nama pengasuh sang putri tertera di layar.

"Iya, Mbak?"

"Mama!" Teriakan antusias itu membuat Mira tertawa. "Sayang, kamu kenapa telepon Mama? Kangen, yah?" Goda Mira pada sang anak.

Terdengar tawa Zivanka di seberang sana. Gadis kecil itu menggeleng meski sang ibu tak melihat. "Aku kangen Mama tapi aku lebih kangen Om- eh, Papi Pandji." Zivanka memang baru dibiasakan mengganti panggilannya pada Pandji dua Minggu ini.

"Ziva kok jahat sama Mama? Masa kangennya lebih banyak ke Papi?" Mira pura-pura merajuk yang malah membuat sang anak tertawa kembali.

Terdengar suara pengasuh Ziva yang meminta anak asuhnya itu menyudahi telepon namun tak digubris oleh sang anak.

"Ma, Papi mana?"

"Papi masih mandi, Sayang. Kamu mau ngomong sama Papi?"

"Emm enggak deh, Ma. Kata Mbak Tuti sama Nenek aku enggak boleh telepon Mama lama-lama. Soalnya nanti adik aku enggak jadi."

"Hah?" Mira melongo untuk beberapa detik dengan mulut terbuka setelah menyadari perkataan anaknya.

Terdengar sidikit keributan sebelum suara Tuti terdengar takut. "Bu, Bu Mira? Maaf ya Bu. Tuti cuma ikutin yang disuruh sama ibunya Bu Mira."

"Iya Mbak. Gapapa. Yaudah kalau begitu saya titip Ziva ya, Mbak." Mira menyudahi panggilan karena Pandji keluar dari kamar mandi.

Rambut lelaki itu masih menyisakan tetes air, jatuh membasahi kaos putih yang menutupi bahu lebarnya.

Mira mendekat dan berdiri di depan Pandji. "Zivanka tadi telepon. Dia tanyain kamu, katanya kangen."

"Oh ..."

Mira mengernyit. Harusnya bukan itu, kan tanggapannya? Bukankah lelaki itu amat sangat menyukai anak kecil? Apalagi anak seceria Zivanka. Lantas mengapa sekarang reaksinya teramat berbeda dari pengakuannya dulu?

"Kamu-"

"Aku capek. Tamu undangan yang datang ternyata lebih banyak dari yang kuperkirakan."

Mira ingin membuka mulut namun kembali menutup. Ia lantas hanya bergumam mengerti akan alasan sikap Pandji saat ini.

"Kalau begitu, aku mandi dulu."

Mira lalu masuk ke kamar mandi dengan perasaan bingung.

*.*.*.

Tidak akan ada yang terjadi begitu pikir Mira. Malam pertama yang sempat membuatnya gugup ternyata terlewati begitu saja. Setidaknya begitulah yang Mira yakini sebelum lelapnya terusik oleh sesuatu yang menggerayangi tubuhnya.

Ia belum sepenuhnya pulih dari kantuk saat Pandji berkata kalau lelaki itu menginginkan haknya. Dan Mira tak menolak. Tidak karena meski khawatir, gugup, juga tak percaya diri dengan tubuh yang sudah pernah melahirkan, namun ia juga menginginkan seorang Pandji.

Short Story By RatuqiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang