p u k a u

4.5K 679 51
                                    

Parameswara

Hari ini, aku izin untuk ngantor setengah hari saja.

Bagas tahu.

Sabrina, apalagi. Aku 'kan mau jemput dia.

Tapi, anak-anak kantor nggak boleh ada yang tahu. Itu permintaan Sabrina sih. Ya, daripada melanggar perintah atasan, aku dan Bagas nurut aja.

Pukul dua siang ini, aku sudah meninggalkan kantor dan menuju ke rumah sakit.

Sabrina; seperti biasa, pasti menolak tawaranku.

Sampai aku sudah mulai terlatih dengan jawaban "nggak" "maaf" "tidak usah". Gimana ya, udah khatam.

Tapi, Wara; seperti biasa juga, no one can change me, man.. kecuali aku sendiri.

Gila kali ya, orang habis opname di rumah sakit, masa pulangnya naik taksi atau ojek online.

"Nggak ada yang ketinggalan, ya? Udah?"

Sabrina mengangguk. Dia masih duduk di sisi ranjang. Wajahnya masih pucat. Apalagi sore ini, wajahnya tanpa riasan sedikit pun.

Kami keluar rumah sakit tepat pukul empat sore.

Sepanjang perjalanan, kami hanya diam. Nggak. Kali ini kami nggak canggung. Hanya saja, aku cukup menikmati-atau terbiasa. Sore menuju senja. Lalu lintas kota Solo yang nggak terlalu padat. Dan...bare face-nya Sabrina. Gimana ya aku menjelaskannya.

"Makan yuk," ajakku. Nggak betah juga diem-dieman.

Sabrina yang sedari tadi hanya menikmati pemandangan dari balik jendela, seketika menoleh.

"Dimana?"

Aku sampai nyaris terlonjak. Padahal, aku sudah persiapan batin untuk mendengar jawaban, "Kita langsung pulang aja,"

Tapi, untuk saat ini, aku senang mendengarnya.

"Bu Sabrina lagi pingin makan apa? Di daerah sini ada sop buntut yang enak."

Sabrina tampak bergeming.

"Gimana?"

"Iya,"

Iya tuh maksudnya 'mau' 'kan?

Keseringan ditolak, sampai bingung merespon penerimaan itu harus bagaimana.

"Iya?" ulangku.

"Iya. Kita makan." Sabrina menatapku bingung.

Bentar-bentar, harusnya aku yang bingung.

"...oke." Aku bahkan nyaris tidak percaya dengan pernyataan Sabrina barusan.

Iya. Kita makan.

Iya.

Kita.

Makan.

Sabrina

Kuah sop yang baru saja aku sesap benar-benar menimbulkan sensasi hangat di tenggorokan kemudian perutku. Nyaman. Apalagi aku sedang haid di hari-hari awal. It helps.

Aku hendak meraih sepiring nasi yang dihidangkan di depanku, tapi Parameswara justru menjauhkannya dari jangkauanku.

"That's mine." Katanya sambil mendekatkan sepiring nasi itu ke mangkuk sop buntutnya.

Hening.

Parameswara tersenyum kecil.

Tidak lama, seorang pelayan datang menuju meja kami. "Nasi tim satu, silahkan.."

PUKAU (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang