dari Wara

16.3K 1.1K 15
                                    

Pagi ini (masih) diomeli Ibu lagi.

Ya, gara-gara apalagi kalau bukan karena bangunku kesiangan dan berakhir gedhandhapan menuju ke kantor.

"Cah bagus... tapi mblawus. Langsung ngantor, ora adus," omel Ibu setiap pagi, yang sampai sekarang masih terngiang di kepalaku, bahkan sampai aku tiba di lobi kantor.

At least, masih bagus sih. Wara gitu.

Dan aku wis adus! Enak saja.

Lagipula, aku seperti ini juga baru semingguan; ke kantor santaian dikit. Semenjak pak Jarwo mutasi ke Surabaya, hampir semingguan ini kursi kepala divisi mengalami vacum of power. Sementara doang sih. Entah untuk berapa lama.

Aku menyapa Bowo yang berjalan lunglai dengan segelas paper cup Starbucks di tangan kanannya. Dia ini teman satu lantaiku. Hanya saja dia divisi Public Relation.

"Suntuk banget, Wo?" tegurku sambil merapatkan langkahku untuk sejajar dengannya.

Bowo mengkerjap-kerjapkan matanya kewalahan. "Semalam habis dikeramasin bu Santi sampai jam setengah 11 malam. Non-stop," curhatnya.

Kami menunggu pintu lift terbuka.

"Si baginda ratu ngomel apaan?"

"Evaluasi CSR CV. Sendang Wangi. Sepele ya kelihatannya, udah beberapa bulan lalu juga. Tapi puyeng parah, Ra, evaluasinya dari selepas magrib sampai hampir tengah malam."

Pintu lift terbuka. Kosong. Aku dan Bowo pun segera masuk.

Obrolan pun berlanjut. Masih tentang bu Santi; bos di kantorku yang sepertinya benar-benar menjiwai jabatannya sebagai seorang kepala cabang. Iya, kepalanya bercabang. Ck, bertanduk maksudnya. Garing, ya. Ya udah.

Setelah sempat berhenti karena lift nge-tem sebentar di lantai delapan, lift ini pun melesat lagi sampai ke lantai tujuan; lantai 12 gedung Menara Bank Prospero, tempat divisiku; SDM dan divisi Bowo bekerja.

Sesampainya di lantai divisi tempatku bekerja, aku langsung melesat ke kubikelku. Nggak seperti biasanya, suasana kantor pada jam sembilan pagi ini cukup tenang. Padahal, semingguan ini, nggak sedikit yang riwa-riwi pantry dan ngegosip disana, atau nongkrong ke kubikel Anggita; junior cakep yang banyak jajan di mejanya. Jajan beneran ya, bukan kiasan.

Aku mencolek Bagas, teman samping kubikelku persis. "Jess," karena Bojes adalah sapaan akrabnya. "Sepi men?"

Bagas yang biasanya paling banter streaming channel YouTube Atta Halilintar di PC-nya, sekarang sedang sok sibuk mantengin data fasilitas bulan ini di monitornya. "Kamu ndak tahu apa, KaDiv?"

"Pak Jarwo 'kan udah cabut dari jaman kapan?"

Bagas langsung melempar pandangan sebal. "KaDiv baru, cok,"

Aku mendadak terkesiap. "Ndi?"

Dia pun mengedikan dagunya ke ruangan yang ada di seberangku persis. Ruangan yang hanya dibatasi kaca dan tirai tipis yang menutupinya. Ada sebuah siluet yang duduk di dalam sana. Ya, kemungkinan benar apa yang dikatakan Bagas barusan.

"Mending stop bengong karena setelah makan siang nanti, si KaDiv baru bakal adain meeting perdana, terus doi udah bilang bakal check segala aspek divisi,"

Sial. Hari Senin macam apa ini. Benar-benar terbalik sekali dengan hari Senin minggu lalu.

"Draft dua bulan terakhir ini belum kelar, Parameswara, for your information," tegur Bagas, tidak juga lepas dari monitornya.

Aku mendengus.

Baru juga seminggu, sekarang sudah back to reality. Ya, emang resiko menjadi kacung korporasi begini sih. Santaian dikit kayaknya nggak boleh.

"Jess,"

"Kalau ndak penting, mending diem, Ra," ketusnya.

Tidak aku gubris. "Nggak bisa jajan sebentar ke Anggita dong ini?"

Ada suara kekehan pelan di kubikel Bagas. "Bacot!" umpatnya diiringi suara tawa yang semakin panjang.

PUKAU (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang