Bagian 1

25 3 0
                                    

Ia dipanggil Senja, laki-laki yang lahir pada 18 April tahun 1999. Berasal dari keluarga yang sangat terpandang, kehidupannya dikelilingi oleh hal-hal mewah. Sebut saja apapun, pasti dapat ia beli. Silakan berpikir bahwa kehidupan Senja sangat bahagia karena ditopang oleh hal itu, terlebih lagi ia mempunyai rupa yang sedap dipandang dan tubuh yang diimpikan setiap laki-laki seusianya.

Orangtua Senja selalu lebih dari mampu memberikan segala hal yang Senja mau, satu-satunya hal yang mustahil mereka beri pada Senja-yang mana adalah yang paling Senja butuhkan-yaitu, perhatian.

Sedari kecil ia dibesarkan oleh pengasuhnya, dan sama sekali tak pernah mempunyai teman. Senja kecil selalu sendirian, dan sangat akrab dengan kesepian.

Saat ini, Senja ada di bangku SMA, dan empat bulan lagi adalah hari kelulusannya. Tapi anehnya, ia tak merasa senang. Karena ia paham betul, bahwa orang tuanya yang super sibuk itu tak akan sempat menghadiri upacara kelulusannya barang sebentar.

Hari itu, ia menyempatkan diri datang ke perpustakaan sekolah untuk belajar, karena ujian kelulusan akan segera tiba. Dia harus mempersiapkan diri agar mendapatkan nilai terbaik.

Notifikasi ponsel Senja berbunyi, terdapat sepuluh panggilan tak terjawab dari pelatih basketnya. Ya, saat ini Senja mengikuti ekstrakurikuler basket, dan posisinya di sana adalah kapten tim.

Tak lama, pelatih tersebut kembali menelepon Senja, "Halo, ada apa ya, Pak?" Tanya Senja di telepon.

"Kamu ada dimana? Hari ini kan kita ada latihan," ucap Pelatih.

"Saya sedang berada di perpustakaan sedang belajar untuk mempersiapkan ujian kelulusan, Pak," Senja menjelaskan.

"Kita, 'kan latihan seminggu dua kali. Apa kamu lupa kalau kita mendaftar di lomba bergengsi antar sekolah? Segera datang, saya tunggu di lapangan," ucap pelatih sembari menutup telepon.

Senja lupa, bahwa hari ini ada jadwal latihan. Hanya tinggal dua bulan menuju pertandingan basket antar sekolah, tentu saja ia harus bertanggungjawab atas hal itu.

Sesampainya di lapangan, ia segera menuju ruang ganti. Hari ini sangat terik, latihan kali ini mungkin akan sangat melelahkan, tapi apa boleh buat, tim ini tidak punya banyak waktu

"Oke, saya akan bagi kalian menjadi dua tim. Tim Biru dan Tim Merah, masing-masing tim harus berjumlah sama. Silakan berkumpul sesuai dengan tim," pelatih mengarahkan.

Pritttt (suara peluit)

Permainan pun dimulai, Senja yang berada di Tim Biru berhasil menguasai permainan, alasan pelatih menunjuk Senja menjadi kapten tim adalah karena kemampuan Senja sendiri. Senja adalah anak berbakat, menurut Pak Pelatih. Karena talenta dan usaha Senja, pelatih menyarankan Senja untuk jadi atlet profesional, namun sayang, Senja enggan.

Saat salah satu anggota Tim Merah mengoper bola, tak terduga meleset dan bolanya mengarah tepat kepada seorang perempuan yang lewat di pinggir lapangan.

Sontak Senja segera berlari, melompat ke arah bola, dan seketika, bola itu tepat mengenai hidung Senja. Cairan merah kental perlahan terjun dari sana, ia sigap mendongakkan kepalanya. Tidak disangka benturan bola yang dilempar bisa berdampak sebegitu parahnya.

Segera, setelah diizinkan pelatih, perempuan itu menarik pergelangan Senja menuju UKS, ia membalut luka di hidung Senja. Memang, sih, balutan hasil jemarinya belum begitu rapi, namun ini cukup untuk melindungi luka Senja dari debu.

Hening. Perempuan yang saat ini sedang bertemu wajah dengan Senja itu terlihat sibuk dengan helaian perban di tangannya. Senja segera mengalihkan sepasang manik miliknya, melihat ke bawah. Jantungnya berdebar cepat, rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya, ini pertama kalinya Senja merasakan empati dari orang yang sama sekali belum ia kenal, perempuan pula.

Senjawan (Ketika Senja Menemukan Jingganya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang