Bagian 3

4 2 0
                                    

Fajar pun tiba, saat alarm yang tiba-tiba menyala, Senja terbangun dari tidurnya dan langsung mempersiapkan dirinya untuk menjemput Lestari.

Di bawah, terlihat bi Siti sedang mempersiapkan sarapan untuk seisi rumah yang sebentar lagi akan masuk waktu sibuk. Tak disangka saat bi Siti belum mempersiapkan semuanya, Senja sudah turun dari kamarnya yang berada di lantai dua.

"Loh, kamu mau ke mana? Masih malam, tuh lihat masih gelap langitnya."Bi Siti keheranan melihat Senja yang sudah buru-buru untuk pergi ke sekolah.

"Aku mau jemput temanku, Bi, hari ini aku berangkat sama dia," Senja menyahut sambil memasang dasinya.

"Sudah. Duduk dulu, tunggu bibi siapkan makanannya, lagian ya, jam segini juga dia masih tidur, memang siapa sih yang mau kamu jemput, pacar kamu?"

"Aah, itu...,"

"Siapa?"

"..perempuan, Bi."

"Aku suka sama dia."

Senja kemudian bertukar tatap dengan bi Siti. Sebelumnya, ia berniat untuk bilang, "calon pendamping," kepada bi Siti. Namun, tidak hari ini, ia sedang belajar untuk mengendalikan kata-kata canggung yang biasa keluar dari mulutnya.

Bi Siti hanya tersenyum, dan langsung paham apa yang dimaksud Senja. Setelah mempersiapkan makanan, bi Siti kemudian menghidangkannya kepada Senja, Senja terlihat buru-buru, ia makan dengan begitu cepat. Sentilan kecil pun mendarat di salah satu telinga Senja.

"Bibi bilang, 'kan, pelan-pelan, masih pagi buta, tunggu jam enam tepat seperti biasa. Lagian memangnya sekolah kamu sejauh apa?" Omel bi Siti kepa Senja

"Iya. Maaf, Bi,"

Setelah jarum jam menunjukkan angka enam lebih lima, Senja bergegas menuju kediaman Lestari tanpa menoleh sedikitpun kepada kedua orangtuanya.

Sesampainya di kediaman Lestari, Senja melihat Lestari sedang mengikat tali sepatunya, "Sebentar, Bang," ucap Lestari, yang membuat Senja keheranan.

"Apa, Bang, emang aku tukang ojek?" Tanya Senja kepada Lestari yang menghampirinya.

"Iya, kamu kan tukang ojek aku, ayo, Bang, jalan," Lestari tertawa kecil.
Senja terdiam.

"Abang, ayo jalan, nanti aku traktir bakso ibu kantin."

Mendengar itu, Senja seketika senang. Karena, pikirnya, perkataan Lestari barusan bisa dimaknai, "nanti kita makan bareng di kantin."

Sesampainya di sekolah, mereka berpisah memasuki kelas masing-masing. "Jangan lupa traktirannya, ya!" Ucap Senja sembari melambaikan tangan. Lestari hanya tersenyum.

Di kelas, sepasang tatapan mulai menatap Senja sinis.

"Sial, pertanda buruk akan terjadi," batin Senja.

"Duduk lo!" Perintah salah satu teman Senja.

Kehidupan tenangnya sudah tidak berlaku saat ini, gangguan demi gangguan terus terjadi sejak kedekatannya dengan Lestari.

"Sebenarnya lo berdua ada hubungan apa, sih?" Tanya seseorang di hadapan Senja, penasaran.

"Hubungan apanya, emangnya kenapa?"

"Udah, deh, ngaku lo! Pasti lo jadian kan sama Lestari?"

"Enggak, apaansi. Udahlah gua mau belajar, minggir!" Senja menghindari pertanyaan teman-temannya.

Istirahat tiba, dan kali ini, Senja punya tujuan selain perpustakaan dan kantin. Ia pastikan penampilannya rapi, sembari berjalan menuju kelas Lestari, Senja menyempatkan sesekali bercermin pada jendela kelas yang dilewatinya.

Dan saat sampai kelas dua belas MIPA tujuh, Senja keheranan dengan pintu kelas yang masih tertutup, keadaan kelas begitu sunyi, layaknya kelas yang sedang mengadakan ujian. Tapi tunggu, bukankah ujian di mulai dua bulan lagi?

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya pintu kelas terbuka, bersamaan dengan guru yang keluar dari sana. "Selamat siang, Bu," sapa Senja. Guru itu pun membalasnya dengan senyuman.

"Eh, kamu. Lestarinya ada, kok. Bentar lagi juga keluar," ucap siswa yang keluar setelah guru. Rupanya teman-teman Lestari sudah paham betul keperluan Senja jika mengunjungi kelas mereka.

Dan akhirnya, orang yang Senja tunggu pun keluar, wajahnya hampir pucat, kunciran rambutnya tidak serapi pagi tadi, dan ekspresinya membuat perasaan tidak nyaman.

Senja tahu Lestari harus diberi apa jika begini. Tanpa pikir panjang, Senja menarik lengan lestari menuju kantin. Di sepanjang jalan, banyak pasang mata mulai melirik mereka, dan tentu saja Senja tak memedulikan hal itu. Baginya, prioritasnya saat ini adalah membuat Lestari kembali seperti sebelumnya.

"Silakan duduk, Tuan Putri."
Mendengar kata itu, banyak kepala yang berada di kantin mulai menoleh ke arah mereka berdua, sepertinya Senja memang benar-benar bodoh dalam memilah kata.

Raut wajah Lestari masih terlihat sama, segera Senja memesan makanan. "Bu, saya pesan mie ayam dua, sama teh manisnya dua, ya."
Tidak lama, pesanan Senja pun datang.

"Tari, kenapa? Nih makan dulu, kalo tidak mau aku makan, ya. Satu, dua, tig-"

Belum selesai menghitung, Lestari langsung mengamankan mie ayam miliknya, dan cepat mendorong sesuap mie ayam masuk ke mulut cemberutnya.

"Pelan-pelan, minum dulu nih."

"DUNIA SERASA MILIK BERDUA!" Teriak salah satu siswa sambil di iringi tawa siswa lain. Tanpa Senja sadari, sedari tadi berpasang-pasang mata memerhatikan mereka. Dari dekat maupun jauh.

Mendengar hal itu, Senja dan Lestari pergi meninggalkan kantin yang sudah tidak kondusif, "Kita mau kemana?" Tanya Lestari yang masih mengunyah sisa mie ayam.

"Sudah ikut saja"

"Atap?"

"Gimana, bagus kan pemandangannya? Belum lagi dengan angin yang hilir mudik, rasanya sejuk banget. Oh iya, nih aku beli roti tadi, buat kita makan disini."

Lestari tersenyum, kemudian mengucap terima kasih kepada Senja karena telah mengembalikan suasana hatinya. Ternyata cara itu benar-benar berhasil, memang makanan adalah obat terbaik.
"Besok aku mau siap-siap untuk latihan basket," ucap Senja di sela-sela makan.

"Aku mau ikut turnamen dua hari lagi," sambungnya.

"Aku pasti dukung kamu, kok. Semangat, ya. Semoga nanti kamu bisa mengharumkan nama sekolah ini, dan buat aku bangga."
"Kalo aku menang, aku boleh gak minta satu permintaan sama kamu?" Tanya Senja

"Apa itu?"

"Nanti aja, kalo misalnya aku menang, aku bakal kasih tau ke kamu."
"Yaudah, aku tunggu. Semangat ya buat besok, nanti aku bawa sesuatu, deh, buat kamu."

"Apa tuh?"

"Rahasia, dong."

Bel kelas pun berbunyi, Senja dan Lestari mulai beranjak pergi dari tempat duduknya, dan menuju kelas mereka masing-masing.

♡♡♡

Author: Aldo Febriansyah
Editor: Ixoryn

Jangan lupa vote dan share ke temen-temen kalian ya^^

Senjawan (Ketika Senja Menemukan Jingganya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang