16. Have to leave

341 16 1
                                    

16. Have to Leave

Terkadang, melepaskan genggaman tidak semenyakitkan apa yang orang katakan. Walau tak sepenuhnya baik-baik saja. Setidaknya, kamu sudah berusaha mengikhlaskan.

-Annα


My Old Story - IU

01:28 ━━━━⬤─────── 02:35

↺ << ll >> ⋮≡

****

"Lo gapapa Na?" tanya Leon yang khawatir karena punggung Anna sedikit keras membentur bagian kap mobil walau mobil itu sempat mengerem. Perempuan dengan kresek belanjaan ditangannya itu hanya menggeleng lemah sambil mengusap pelan punggungnya.

Beruntung, mobil itu tidak menabraknya.

"Kalo pacaran jangan di tengah jalan!" Bentak sang sopir dengan muka setengah syok hampir menabrak manusia. Rahang Leon mengeras dengan tangan mengepal. Bukannya minta maaf karena hampir menabrak karena kebut-kebutan, orang ini malah memarahinya. Walau mereka juga salah malah berpelukan di tengah jalan.

"Ehm.. iya maaf ya pak. Silahkan lanjutin aja perjalanannya, Maaf sekali lagi" Anna tersenyum canggung sambil memegang tangan kiri Leon menahannya untuk berkelahi malam-malam begini.

"Enak aja bapak bapak! Saya gak setua itu" Seru pemuda di kursi sopir itu sambil menatap Leon. Padahal yang sedang berbicara dengannya adalah Anna. Mereka berdua segera menyingkir ke tepi Jalan membiarkan mobil itu melanjutkan perjalanannya.

"Nyetir kok ngebut, cari mati?!" Teriak Leon sambil menendang kecil pintu mobil saat lewat. Untung saja si sopir tidak memperpanjang masalah. Anna hanya menggeleng mengingat kelakuan Leon yang dari dulu tidak berubah. Marah pada hal-hal kecil, baku hantam jika masalahnya membesar.

"Udah sih Yon. Salah kita juga kan?" Anna mengayunkan langkahnya agar segera pulang dan memasak. Perutnya sudah kelaparan, Leon mengikuti langkah Anna di belakang. Akhirnya, sampai di pekarangan rumah dengan Jeno yang sedang membaca buku di kursi teras dengan kacamata bertengger di hidungnya.

Manis, pikir Anna dan secara tak sadar membentuk lekukan kecil di bibirnya. Jeno yang menyadari kehadiran dua makhluk yang dari tadi ditunggunya menoleh lalu bangkit dari duduknya.

"Lama, saya sudah lapar" Jeno langsung mengambil kresek dari tangan Anna dan membawanya ke dalam.

"Sekalian punya gue juga ya!" Seru Leon lalu melompat ke sofa dan menyalakan tv. Anna berjalan ke arah dapur, memperhatikan cara Jeno yang seperti sudah terbiasa masak.

"Mau dibantu gak?" Anna menawarkan bantuan, dijawab Jeno dengan anggukan "Bantu makan aja, nanti" kata Jeno mengisyaratkan Anna pergi saja dengan tangannya.

Perempuan berkulit putih bersih itu memanyunkan bibirnya "Ngusir lo?" Dia malah duduk di kursi bar dapur.

"Lo biasa masak ya? Apa cita-cita lo jadi koki?" tanya Anna sambil menumpu dagunya dengan tangan menyiku meja.

"Nggak, saya emang biasa hidup sendiri di Korea. Jadi ya harus bisa semua sendiri" Jeno mengaduk mie di dalam panci.

"Terus cita-cita lo apa?"

"Waktu Tk sih Pilot, Waktu SD sama SMP gamers, dari SMA sampe sekarang pengen jadi yang buat gamenya."

"Keren!" Puji Anna lalu mengangkat jempol tangan kanannya ke udara.

"Kamu?" Jeno masih fokus mengaduk mie di panci.

"Gak tau, maksud gue ya gitu pokoknya. Belom tau mau jadi apa dan ngapain" Gadis itu mengangkat bahunya acuh lalu berjalan ke rak mengambil 3 mangkok beserta sendok garpunya.

"Pikirkan dari sekarang. Kamu 'kan harus punya masa depan Na" Jeno kini menatap wajah teduh Anna yang juga menatapnya. Netra mereka bertemu tapi Anna malah memalingkan wajahnya yang, memerah? Jeno tersenyum tipis melihat tingkah lucu Anna.

"Ekhem... Lama amat chef masaknya. Tremor ya di temenin Anna?" Leon tiba-tiba datang dan langsung duduk di kursi Bar samping Anna tanpa permisi.

"Dasar setan. Dateng-dateng minta makan. Udah nyuruh, maunya cepet lagi. Gak tau diri emang" Cibir Anna.

"Ya suka-suka gue lah! Gue 'kan Sultan" Leon malah menepuk dadanya bangga. Ingin sekali rasanya Anna menendangnya sekarang juga.

"Nih" Sela Jeno sambil menaruh panci berisi Mie di meja Bar.

"Yah kursinya gak cukup" Anna mengedarkan pandangan mencari kursi agar Jeno bisa duduk.

"Makannya di depan aja yuk!" Anna mengambil panci lalu membawanya ke ruang keluarga diikuti Jeno yang membawa mangkok dan Leon yang membawa gelas dan teko kecil.

Leon menyalakan Tv, mereka asik menonton sambil memakan mie buatan Jeno yang rasanya enak.

***

"Anna" Panggil Jeno saat keduanya tengah berada di balkon rumah Anna.

Gadis berparas mojang Bandung itu melirik Jeno "Iya?" Jeno tiba-tiba tersenyum sangat manis dan itu membuat Anna salah tingkah hingga memalingkan pandangannya kedepan.

"Apaan sih? Gausah senyum kayak gitu. Gue jadi degdegan," ujar Anna lalu mengikat rambutnya. Jeno mendekat dengan berjalan mendekati Anna yang tepat berada di belakang pembatas pagar balkon.

"Jadi akhirnya goyah juga?" ucap Jeno sambil merangkul Anna.

Anna mengangguk-angguk kecil "Mungkin" katanya polos.

"Aku tau hati kamu masih untuk Leon, tapi izinin aku masuk ya Na?"

"Kalo gue udah izinin lo masuk, lo bakal kayak Alan gak?"

"Alan? Kayaknya dia cuma punya sedikit ruang di hati kamu. Aku gak yakin kamu cinta banget sama dia"

"Lo juga jago nilai persen rasa seseorang ya?"

"Kalo kamu goyah, teruskan ya Na. Jangan ditahan, saya gak gigit."

"Apaan si Jen"

"Anna awas!" Jeno tiba-tiba menarik Anna kepelukannya.

"Hah?! Kenapa?" Tanya Anna panik.

"Awas jatuh cinta, kalo udah mau jatuh bilang saya ya. Ntar saya pegangin" Laki-laki Korea itu tersenyum sambil terus memeluk Anna dan mengelus rambutnya yang wangi.

***



┏━━━✦❘༻༺❘✦━━━┓

Jangan lupa untuk vote
karena itu membuat saya
semangat melanjutkan
cerita ini terimakasih

┗━━━✦❘༻༺❘✦━━━┛

Sebuah kesalahan [End] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang