Berdiam diri bermenit-menit lamanya, enggan membuka suara sejak dokter memeriksa keadaannya beberapa waktu lalu. Renjun duduk dikursi dekat dengan jendela ruangan yang mengarah ke halaman rumah sakit. Entah apa yang menjadi objek titik fokusnya, yang jelas pikirannya seolah direnggut paksa.
Menangis pun tak lagi menjadi penawar terbaik untuk rasa sakitnya. Mendengar kabar baik tentang calon buah hatinya saja rasanya Renjun harus sangat bersyukur.
Suara pintu yang dibuka tidak serta membuat kepalanya menoleh. Jika bukan dokter, sudah pasti Jaemin. Siapa lagi jika bukan sahabatnya itu? Ngomong-ngomong tentang Jaemin, lelaki itu menjaganya tanpa pamrih.
"Renjun?"
Yang dipanggil menoleh, mendapati Haechan yang berdiri didepan pintu. Penampilannya tak beda jauh dengan dirinya, Renjun kembali memalingkan tatapannya. Alih-alih menyambut dengan pelukan hangat khas mereka, ia memilih mendiamkan.
"Kenapa?"
"Aku mau menemanimu disini," ucap Haechan membawa dirinya untuk mendekat. "Boleh?"
"Hm."
"Bagaimana kabarmu?" Haechan menarik satu kursi yang tersisa disana. Ditatapnya wajah tanpa ekspresi milik sahabatnya.
"Buruk," jawab Renjun. Ia tidak tahu bagaimana ia harus menyikapi situasi canggung yang sebenarnya jarang terjadi antara mereka. Suasana hati yang sedang dalam fase buruk membuatnya seperti orang dengan kepribadian buruk pula.
Mereka kembali diam cukup lama. Membiarkan jendela terbuka bahkan hingga matahari terbenam sepenuhnya.
"Aku minta maaf, Renjun," lirih Haechan.
"Untuk apa?"
"Untuk yang sudah terjadi."
Renjun benar-benar tidak mengerti dengan arah pembicaraan mereka. "Kau tidak salah, tidak perlu meminta maaf."
Haechan mengangguk menyetujui, ia memang tidak tahu apa-apa tentang masalah yang sedang terjadi. Tapi mendengar perkataan Jeno tempo lalu, rasa bersalah menggerogoti hatinya. Ia selalu berpikir bagaimana keadaan sahabatnya menghadapi masalah pelik seorang diri? Menanggung beban yang seharusnya dapat dibagi.
Haechan membenci Mark untuk saat ini.
"Kau berpisah dengan Jeno?" Tanyanya.
"Ya," balas Renjun.
Sejenak sosok berkulit tan itu menghela nafas berat. "Sekarang aku juga berpikir sepertimu. Apa aku harus berpisah dengan Mark? Rasanya tidak bisa bersama lagi," isakan pelan mulai terdengar. Sembilu meliputi mereka, seharusnya mereka masih bisa menikmati malam indah dengan pasangan saat sesuatu yang ditunggu lama telah hadir dalam genggaman. Namun masalah yang timbul tidak mungkin dibiarkan tanpa jalan keluar.
"Maksudmu?" Renjun jelas tidak setuju dengan ucapan Haechan yang menurutnya terlalu berlebihan. "Jangan main-main dengan perpisahan, Haechan. Kau mungkin belum tahu bagaimana repotnya menghadapi situasi rumit seorang diri. Apalagi kau sedang membawa anak kalian. Apapun masalahnya, selesaikan baik-baik. Cari jalan keluar yang terbaik, yang tidak akan membuatmu atau Mark menyesal dikemudian hari."
"Tapi ini beda, Renjun." Mungkin sekarang keadaan keduanya tidak jauh berbeda. Renjun yang merasa dikhianati juga ditekan oleh orang lain, sedangkan Haechan yang tanpa sadar dibohongi dan diselingkuhi walau tanpa sengaja. "Aku kecewa, pada diriku, pada Mark."
Mau tak mau, Renjun kini memusatkan mata dan telinganya untuk mendengar lebih jelas permasalahan rumah tangga yang sedang menimpa kakak ipar dan sahabatnya itu. "Memangnya kenapa? Mark menyakitimu? Perlu aku bicara dengan dia?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Soreness | NoRen
Fanfiction"Yang pertama bukan berarti yang terakhir." BxB || GAY || MPreg ©Jeojae 2021 Start : 18 Mei 2021 Finish : 6 September 2021 Pict : Pinterest