2

20.1K 2.4K 676
                                    

Dua minggu sudah sejak malam itu. Dan dua minggu pula mereka tinggal bertiga dalam satu atap. Jeno, Renjun dan Heejin.

Pagi ini mereka menjalani rutinitas seperti biasa. Renjun disibukkan dengan kegiatan memasak untuk sarapan mereka, sedangkan Heejin ikut membantu beberapa hal yang sulit dilakukan sendiri. Jeno sendiri belum turun.

Ada sedikit rasa iba saat beberapa kali melihat Heejin harus keluar masuk kamar mandi hanya untuk mengeluarkan isi perutnya. Saat tidak ada makanan yang masuk, maka hanya cairan kuning kental yang keluar. Renjun tahu, sebab beberapa kali memergoki Heejin seperti itu.

"Duduklah, aku bisa menyelesaikannya sendiri," ucap Renjun kasihan. Ia memang masih sakit hati, namun tak setega itu untuk menyiksa seorang ibu hamil dengan memaksanya tetap membantu.

"Tidak apa," balas Heejin sopan.

"Aku bilang duduk, Heejin-ssi. Jeno akan khawatir jika melihatmu terus begitu." Tegur Renjun tegas.

Heejin menuruti perkataan Renjun. Berjalan tanpa tenaga menuju meja makan. Tangannya mengusap perut yang sudah menyembul dibalik baju yang dikenakannya. Terkadang, Renjun merasa iri dengan perempuan itu. Jika ia terlahir sebagai perempuan, apa ia akan tetap ditakdirkan dengan Lee Jeno? Atau, ah berhenti berandai.

Jeno menghampiri dengan pakaian santainya. Memeluk tubuh istrinya dari belakang dengan lembut. Mengecup beberapa kali bahu yang sedikit terbuka itu. Lalu mencuri satu kecupan dibibir ranum candunya. "Pagi, sayang," katanya kemudian.

"Hm. Duduklah, makanannya sudah jadi. Aku akan menyajikannya," balas Renjun. Ia hanya merasa sedikit tak enak hati.

"Pagi, Heejin," sapa Jeno pada perempuan yang sejak tadi diam.

"Pagi, Jeno." Heejin membalas seraya tersenyum tipis.

Hei, melihat dua orang itu duduk disatu meja membuat Renjun terlihat seperti pelayan yang tengah melayani majikannya. Ia mengalihkan pandangannya pada sup ditangannya. Lalu kembali mengambil nasi dan lauk lainnya yang telah disiapkan.

Sebenarnya, ini tidak bisa disebut sarapan karena makanan yang Renjun siapkan semua termasuk makanan berat. Dia hanya sedang ingin menyiapkan makanan ini. Melihat Heejin yang semakin hari semakin terlihat kurus membuatnya harus memutar otak untuk menggugah selera makan perempuan itu. Bukan apa, calon istri kedua Jeno itu tengah mengandung darah daging suaminya. Mau tidak mau Renjun memberikan sedikit perhatiannya.

"Hari ini kalian disuruh ke butik kan?" Tanya Renjun.

Selama dua minggu pula persiapan pernikahan Jeno dan Heejin dilakukan. Bukan acara mewah, hanya keluarga terdekat saja yang akan menghadiri. Heejin memang bukan berasal dari kalangan atas seperti Jeno. Perempuan itu berasal dari panti asuhan, yang sedang berusaha membangun hidupnya sebelum Jeno dan keluarganya datang dalam kehidupannya. Kasta bukan hal utama bagi keluarga Jeno.

"Ya, kau ikut?" Ini Jeno yang bersuara.

"Apa aku harus menyaksikan calon pasangan pengantin mencoba pakaian mereka?" Tanya Renjun tenang sebenarnya lebih pada sindiran. Ia menatap sinis Jeno, lalu meluruskan pandangannya pada Heejin. Entah bagaimana pikiran perempuan itu. "Ah, kalian benar-benar akan menikah, ya? Apa kalian juga akan tinggal berdua? Tentu saja," seru Renjun lagi. Ia tidak menghentiman acara sarapannya.

"Maaf," cicit Heejin.

Renjun mengernyit bingung. "Untuk apa?"

"Karena sudah masuk ke kehidupan Jeno dan menghancurkan segalanya," ucap perempuan yang tengah mengandung itu.

"Seharusnya kau memang tidak datang. Percuma meminta maaf sekarang. Seharusnya saat suamiku meminta tubuhmu dulu, kau menolaknya bukan menyerahkan begitu saja. Lalu mengangkang lebar dibawahnya. Kau pikir saat kalian bersenang-senang berdua aku tidak menunggunya pulang? Aku bahkan tidak tidur semalaman hanya untuk menunggunya pulang. Memikirkan bagaimana dia bekerja 24 jam penuh, lalu apa suamiku makan tepat waktu atau tidak. Tapi nyatanya? Dia sedang berbahagia dengan yang lain," tutur Renjun.

Soreness | NoRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang