🌻🌻
"Ibu, bangun bu. Ibu harus kuat, masih ada nak Maudy yang butuh ibuu." Ucap bi Iyam yang di iringi tangis saat melihat Berlin terbaring lemah di salah satu ruangan di rumah sakit tempat biasa Berlin mengobati penyakitnya.
"Ibu tolong keluar dulu karna pasien harus segera melakukan pemeriksaan," ucap suster yang sudah berada tepat di depan pintu ruangan Berlin.
"Baik sus, tapi saya mohon sekali sama suster tolong sembuhkan pasien." Sahut bi Iyam menatap sendu Berlin dan berjalan ke luar ruangan.
"Baik bu, kami akan usahakan yang terbaik untuk pasien mohon doanya saja,"
Bi Iyam pun keluar dari ruangan tersebut, melihat bi Iyam yang sudah keluar dengan segera mas Ares pun mengajaknya untuk duduk di kursi tempat tunggu.
Tak ada yang mengetahui penyakitnya hanya beberapa orang saja yang tahu akan penyakit yang di derita Berlin.
"Mas Ares pulang aja biar bibi yang jaga ibu," ucap bi Iyam terhadap mas Ares.
"Tapi bi, kalo saya pulang bagaimana dengan neng Maudy nanti? Kalo dia bertanya saya mesti jawab bagaimana?" Sahut mas Ares kebingungan.
Keduanya saling berfikir untuk memberi alasan yang tepat untuk Maudy nanti saat menanyai keberadaan mamahnya.
"Bilang saja kalo ibu ada urusan di luar kota gatau sampai kapan," usul bi Iyam.
"Ibu gaada yang jaga?" Tanya mas Ares.
"Ya biar saya aja yang jaga, tapi masih bingung untuk alasannya."
"Gimana kalo saya aja yang jaga? Nanti saya bulak balik aja deh, soalnya kalo bi Iyam nanti teh neng Maudy gaada yang urus." Usul mas Ares dan mengusulkan dirinya untuk menjaga Berlin.
"Lagian saya teh gabisa masak, nanti yang kasih makan neng Maudy teh saha?" Sambungnya.
Cukup berfikir untuk mengiyakan usulan dari mas Ares, keduanya sama sama sulit, sedetik kemudian bi Iyam menarik nafas lalu ia hembuskan perlahan.
"Yasudah tapi nanti setiap nak Maudy kuliah saya yang jaga ibu," balas bi Iyam.
Mas Ares pun tersenyum untuk menyetujuinya.
"Yasudah saya pulang dulu, sebentar lagi nak Maudy pulang. Sekalian saya siapin baju baju buat ibu disini nanti." Pamit bi Iyam beranjak dari tempat duduknya.
"Saya anterin atuh sampai rumah," tawar mas Ares.
"Gausah nanti nak Maudy curiga," tolaknya dengan cepat, lalu berjalan meninggalkan mas Ares sendirian di ruang tunggu.
🌻🌻
Tak lama dari situ taksi pun lewat, dengan segera bi Iyam memberhentikan taksi tersebut dan menaikinya untuk pulang ke rumah.
Selama di perjalanan pikirannya kosong, memikirkan nasib Maudy yang masih belum tahu soal kondisi mamahnya itu.
"Maafin bibi nak, maaf, maaf." Gumam bi Iyam.
🌻🌻
"Maudy pulang." Ucap gadis itu saat memasuki rumahnya, tak ada yang menyahuti dirinya kini Maudy berjalan menuju ruang tamu.
"Mah? Bibi?" Panggil Maudy. Masih tak ada yang menyahutinya Maudy pun memutuskan untuk duduk di sofa.
"Heran orang rumah kenapa pada ga betah banget diem di rumah lama lama," gumamnya.
Tatapannya kosong saat menatap foto keluarga kecilnya yang terpampang lumayan besar di dalam ruangan tersebut.
"Pah, kapan kita bisa kumpul bareng lagi? Maudy kangen." Gumam Maudy gadis itu terus menatap sendu ke arah foto keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
kajess
Teen Fiction🌻🌻 Kitab aku dan kitab kamu itu berbeda, keduanya gabakalan bisa sama, sampai kapanpun, begitu pun kita. -rajess arganta.