3. KILASAN MASA LALU

32 8 4
                                    

Heyyo aku update nih!

Kira-kira ada yang nungguin Junei nggak ya?

Oh iya! Jangan lupa buat vote + komen juga!

Happy Reading<3

*****

Junei menaiki sebuah angkutan umum, terlihat ramai orang didalamnya, berdesak-desakan. Ah sudah biasa dia berangkat dan pulang seperti ini.

Ketika sang supir angkot hendak menginjak pedal gas, sebuah suara menghentikan niatnya untuk melajukan kendaraan, lebih tepatnya teriakan seseorang.

"TUNGGU BANG!" teriaknya.

Suara ini! Rasanya Junei mengenal suara ini, suara beberapa menit yang lalu sempat ia dengar. Itu Radit!

Disisi lain, Radit berlari megejar angkot yang akan melaju itu, gara-gara si mulut toa dia jadi lari-larian begini, tadi sebelum dia beranjak dari parkiran sekolah, Ocha kembali ke tempat dimana Junei membantu memasangkan rantai sepeda Radit sambil teriak-teriak tidak jelas, ingin mengambil dompet, katanya.

Cih, dompetnya aja isinya cuma uang warna ungu, mana satu doang, pake nuduh Radit yang ambil dompetnya. Bukannya apa, tadi sewaktu Ocha mengecek isi dompetnya, Radit mengintip sedikit, penasaran sama isinya sih.

Segera Radit menaiki angkot tersebut, duduk tepat didepan Junei, dirinya baru sadar jika mereka menaiki angkot yang sama, artinya rumah mereka sejalur.

Radit melirik sekilas ke arah Junei, cewek itu menyibukkan diri dengan ponselnya, entah apa yang dia lakukan.

Satu persatu orang dalam angkot tersebut turun, kini hanya tersisa beberapa orang saja, mungkin sekitar 4 orang termasuk Radit dan Junei.

Junei memandang Radit heran, pasalnya tadi kan rantai sepedanya sudah diperbaiki, terus kenapa si Radit ini malah pulang naik angkot? Aneh, pikirnya.

"Bukannya sepeda lo udah dibenerin ya?" tak tahan dengan rasa penasarannya, akhirnya Junei buka suara, tak peduli dengan tatapan orang-orang karena dia berbicara tiba-tiba.

Radit tau arah pembicaraan Junei, "He'em udah, buat antisipasi aja takutnya lepas lagi," jawabnya santai.

"Dih cowok kok-" batin Junei.

Buru-buru Junei menggelengkan kepalanya, tidak mau berprasangka buruk. Merasa sudah hampir sampai rumahnya, Junei segera mengalihkan pandangan kedepan.

"Kiri bang," ucapnya menghentikan angkutan umum.

Junei turun didepan sebuah rumah yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, sederhana saja, hanya memiliki satu lantai. Tak lupa membayar ongkos angkutan umum.

Segera, dia berjalan pelan ke rumahnya sembari bersenandung kecil, melupakan sepasang mata yang sedaritadi memperhatikan setiap gerak-geriknya, hingga tatapan itu lama-kelamaan menghilang.

*****

"Assalamualaikum," salamnya agak keras.

Tidak ada sahutan dari dalam, artinya ibunya belum pulang dan masih bekerja pada saat ini. Untungnya, Junei mempunyai kunci cadangan rumahnya.

Junei berjalan menuju sofa kecil di rumahnya, melepaskan sepatu serta ranselnya. Kemudian bergegas menuju dapur, dirinya sangat lapar.

Terlihat hanya ada sepiring nasi dan lauk tempe goreng serta tahu di atas meja makan, mungkin sisa sarapan tadi pagi. Tak apa, menurut Junei tidak masalah apapun makanannya yang penting dirinya bisa makan dan kenyang, itu saja sudah cukup.

Dunia JuneiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang