3

35 5 1
                                    

Kata orang, kalau ingin diperlakukan baik, maka perlakukan orang dengan baik.

Setidaknya itu yang Alfi pikirkan ketika melihat sesuatu di depannya. Seseorang yang tengah membawa setumpuk buku yang lumayan banyak. Dan terlihat kesusahan, mungkin.

Sebenarnya Alfi ingin abai, dan segera pergi ke kantin membeli minum bersama Ozan. Namun entah mengapa tubuhnya bergerak tidak sesuai dengan keinginan nya.

"Ozan, kamu duluan aja ke kantin nya" setelah berucap demikian, Alfi berjalan lurus, sedangkan Ozan hanya mengangguk dan belok kanan menuju kantin.

"Sini, aku bantu"

"Enggak usah" sahutnya.

"Gak papa Bagas, aku bantu" keukeuh Alfi.

"Oke, kalau Lo maksa"

Bagas memberikan sebagian buku yang ia bawa kepada Alfi, kemudian mereka mulai berjalan.

"mau dianterin kemana?" tanya Alfi.

"Siapa?"

"Kang ojek" jawab Alfi sebal. Maksudnya kan buku yang mereka bawa mau dianterin kemana, si Bagas ini tidak nyambung sekali, jika diajak bicara oleh Alfi.

Bagas hanya mengangguk nganggukan kepala, mengerti.

"ih Bagas" jerit Alfi. Bagas ini tidak peka sekali.

"maksud aku itu, bukunya mau dianterin kemana? Bukan malah ngangguk-ngangguk. Lagian kamu pagi-pagi gini, kenapa udah bawa buku sebanyak ini sih, bel masuk aja belum bunyi" cerocos Alfi.

Bagas hanya melongo dengan wajah cengo. Ia tidak menyangka kalau Alfi bisa mengomel seperti ini, ditambah ekspresi muka nya yang imut, pipi merah semerah tomat karena kesal. Lucu, batinnya.

"Keperpustakaan, bantuin Pak Budi, tadi dia minta tolong" kata Bagas.

Setelah mendengar balasan dari Bagas, Alfi segera berjalan menuju perpustakaan dengan langkah tergesa, meninggalkan Bagas di belakangnya. Ia kesal dengan Bagas, pagi ini sudah dua kali ia dibuat kesal olehnya.

Meninggalkan Bagas, ia berbelok dilorong yang hendak menuju perpustakaan, entah kurang fokus atau memang dia kurang hati-hati, Alfi menabrak seseorang, sehingga buku yang ia bawa berjatuhan.

"Maaf, maaf" ujar Alfi, sembari berjongkok mengambil buku yang berserakan.

"makanya jalan tuh make mata"
Kemudian orang itu berlalu begitu saja.

"Idih, mikinyi jilin tih piki miti, halah orang dia juga salah, gak ngebantuin lagi" gerutu Alfi, setelah orang itu pergi.

Alfi kesal. Kesal. Sungguh. Dari pagi ia terus dibuat kesal oleh semua orang. Niat hati ingin berbuat baik, malah ia yang jadi repot sendiri.

Sabar. Gumam Alfi, terus menerus.

Sepasang kaki dengan dibalut sepatu berwarna hitam tiba-tiba berada dihadapannya ketika Alfi hendak mengambil buku terakhir yang tergeletak di lantai. Ia mendongkak kan kepalanya, dan pandangannya tertuju pada..

Bagas.

Ia Bagas, lelaki itu berada dihadapan Alfi dengan ekspresi yang menjengkelkan menurut Alfi. Senyuman konyol nya membuat siapa saja yang melihatnya ingin menonjoknya dengan tonjokan maut, hingga bibir itu tidak dapat lagi tersenyum.

Atau hanya Alfi yang berpikiran seperti itu, karena Sedetik kemudian ia mendengar pekikan beberapa siswi yang lewat. Mereka sangat memuji, betapa gantengnya Bagas, wajah manisnya yang mempesona, senyuman nya yang indah bagaikan candu, katanya.

Cuih. Mereka itu buta atau bagaimana. Bagas itu gak ada manis manisnya, Ingin sekali Alfi berteriak seperti itu. Namun ia urung kan niatnya, kemudian bangkit dari posisi jongkoknya.

"Bukannya bantuin, malah senyum senyum gak jelas" sewot Alfi. "kenapa sih?" tanya nya lagi.

"Lo lucu" sahutnya, kemudian mengacak pelan rambut Alfi, dengan menggunakan sebelah tangannya yang tidak memegang buku. Dan pergi begitu saja, meninggalkan Alfi yang terbengong sendiri.

"lo lucu" ulang Alfi, meniru gaya dan ucapan Bagas. Kemudian Alfi bergidik ngeri.

"Hih, apaan sih"

Kemudian ia segera bergegas Keperpustakaan untuk menyimpan buku-buku yang ia bawa di tangannya.

°°°

"Alfi" panggil Bu Mira.

"iya" jawab Alfi was was. Pasalnya, dikelasnya hanya tinggal Alfi seorang bersama Bu Mira.

Dimana yang lain? Jawabannya mereka sudah keluar kelas, untuk istirahat sejak 20 menit lalu.

Memang kelasnya hari ini sedang mengadakan ulangan harian, dengan Bu Mira sebagai guru Matematika dikelasnya. Siswa yang telah selesai mengerjakan, bisa keluar kelas lebih dulu.

Alfi adalah siswa yang masih betah berada diruangan kelasnya. Bukan tidak pandai, tapi ia ingin memanfaatkan waktu untuk mengecek jawabannya berulang-ulang, dan memeriksanya dengan teliti.

"Tolong ibu, antarkan buku ini ke Kalasya anak XI Mipa 1 ya"

"Loh, kenapa cuma Kalasya saja bu?" tanya Alfi heran.

"Karena yang lain sudah dari minggu kemarin mengumpulkan tugasnya, dan sudah ibu Bagikan juga buku nya, Kalasya ini, telat mengumpulkan karena sakit, ibu lupa tadi mau memberikan bukunya" jelas bu Mira.

"siap bu, Alfi anterin kalau gitu, bolehkan keluar kelas sekarang? Lagian ini udah selesai"

"iya" jawab bu Mira, kemudian Alfi mengangguk.

"Duluan bu" pamitnya.

Tiba di depan pintu kelas XI Mipa 2, Alfi menunduk, membaca nama sang pemilik buku yang sedang ia pegang ini.

Kalasya Bryatta Fairel Atharizz Haidar

Alfi melotot, ini nama lumayan panjang, sepanjang jalan harapan, batinnya.

"Cari siapa?" tanya lelaki berambut ikal, tiba-tiba menghampiri Alfi. Ketika Alfi tengah melotot memandangi sebuah buku.

Kaget tentu saja. Alfi mengelus dada sebentar kemudian tersenyum tipis.

"Kalasya" jawab Alfi singkat.

"Oyy, Kala. Ada yang nyariin nih" teriak lelaki berambut ikal tersebut, yang tak lain tak bukan adalah Azhar Gaharu Kastara, teman satu ekskul Alfi. Di ekskul pecinta alam.

Seseorang yang di panggil Kala tersebut, berjalan mendekat ke arah Alfi dan Azhar.

"Apa?" tanya nya singkat.

Kaget Alfi mendengar suara itu. Suara lelaki. Ia kira nama Kalasya itu nama perempuan.

Namun ada yang aneh, ia merasa suara itu tak asing ditelinga nya. Ia merasa pernah mendengarnya.

Ketika pandangannya beradu dengan lelaki bernama Kalasya itu. Alfi terdiam.

Dia cowo populer itu.

Tetangganya yang menyebalkan itu.

Dia yang menabrak nya tadi pagi.

Astaga, kenapa Alfi harus bertemu dengan dia lagi.

-To be Continued-

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang