8

28 4 0
                                    

Memang benar. Jika kita jangan pernah menilai seseorang hanya dari luarnya saja. Terkadang orang yang selalu terlihat bahagia adalah orang yang paling banyak memendam luka. Begitupun sebaliknya. Kita mana tahu, topeng orang kan berbeda-beda.

Ketika lara menghampiri raga. Menciptakan kobangan luka tak berdasar. Membuat pikiran dan hati hilang kendali. Rasa marah, kecewa, sedih melebur menjadi satu.

Percayalah, setiap lara yang datang menghampiri. Pasti datang bukan hanya untuk menyakiti. Mendewasakan dan lebih kuat dalam menghadapi masalah adalah salah satunya.

Nanti. Pasti akan ada saatnya. Saat dimana ketika melihat kilas balik tentang diri sendiri, kemudian tersenyum. Ternyata aku pernah setabah itu. Ternyata aku pernah sekuat itu. Dan ternyata aku pernah sedewasa itu untuk tidak menyerah.

Pasti, nanti ada saatnya.

Alfi kalut. Air matanya tidak pernah berhenti menetes dari tadi. Hidungnya pun sudah memerah.

Ia berlari menuju rumah. Karena ia tidak menemukan kendaraan satu pun.

Tapi sebuah motor berhasil menghentikan langkah Alfi.

"Naik" ucapnya.

Karena Alfi sedang terburu-buru, ia langsung saja naik ke atas motor itu.

"Makasih Kala"

Ternyata Kala tidak setega itu. Membiarkan Alfi dengan rasa kalutnya sendirian.

Kala melajukan motornya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Namun Alfi tidak peduli. Yang ia inginkan segera sampai di rumah.

Begitu Kala menghentikan motornya di depan rumah Alfi. Alfi sendiri justru berlari ke rumah tante Ayu. Kala bingung, sebenarnya apa yang terjadi. Namun Kala tetap mengikuti Alfi.

"Tante Ayu" teriak Alfi ketika baru saja memasuki rumah itu. Pemandangan yang menyakitkan itu terlihat lagi dimata Alfi.

Alat cambuk itu berhenti di udara ketika Alfi berteriak.

"Om Tora apa apaan sih" teriak Alfi tak habis pikir.

"Gak gini caranya om" lirih Alfi, mendekat ke arah Ayu yang sudah terduduk lemas di lantai akibat cambukan dari Tora,dan memeluknya erat, seolah mengatakan semua baik-baik saja, tenang saja.

"Minggir Alfi" desis Tora.

Kala yang baru sampai di sana, membelalakan mata kaget. Apa apaan ini.

"Kala tolong. Tolong tangkap Om Tora dan bawa dia ke kantor polisi" pinta Alfi memelas.

"Bocah sialan. Maksudmu apa, bocah tolol" maki Tora tak terima dengan ucapan Alfi. Ia hendak melayangkan cambuk ke arah Alfi, namun sepertinya harus gagal, karena Kala segera menahannya. Dan menyeret paksa Tora agar mengikutinya.

"lepas brengsek" ronta Tora.

Kala yang tak tahan dengan makian Tora, memukul rahang lelaki itu hingga sudut bibirnya sedikit sobek.
Kemudian menyeret nya lagi.

"Tante Ozan mana? Dia baik-baik aja kan tan?" tanya Alfi ketika Kala sudah membawa Tora pergi.

Yang di dapat Alfi hanya suara sesenggukan dari Ayu. Tangis nya pecah.

"Jawab tante. Ozan mana?" desak Alfi.

Namun hanya suara isak tangis yang terdengar.

Alfi Memejamkan mata erat, menahan emosinya yang siap meledak kapan saja.

"Tante" bentak Alfi. Gagal, Alfi tak bisa menahan emosinya ketika ia bertanya namun hanya isak tangis saja yang di dengar.

"Di gudang, disana juga gelap" ucapan Ayu itu berhasil membuat Alfi menengang.

Pasalnya, Ozan itu Phobia gelap. Lantas apa yang sedang di lakukan lelaki itu disana. Bergegas Alfi menuju gudang. Perasaannya tak karuan.

"sial, pintunya di kunci lagi" kesal Alfi.

Ia segera menghampiri Ayu menanyakan dimana kunci itu berada, namun yang di dapat Alfi hanya gelengan.

Argghh sialan. Disaat seperti ini tante ayu malah bersikap menyebalkan, batin Alfi.

Alfi tak punya pilihan lain selain mendobrak pintu gudang. Andai saja tadi ia tak menyuruh Kala pergi, mungkin lelaki itu akan lebih mudah mendobrak nya.

Satu kali, masih belum bisa.

Dua kalo, belum bisa juga

Pada percobaan ketiga, pintu berhasil di buka.

Hal yang pertama kali dilihat adalah keadaan yang gelap gulita. Gudang rumah Ozan memang hanya terdiri dari sebuah ruangan yang sempit, dan tak memiliki jendela.

Air mata Alfi menetes begitu saja. Ia panik. Alfi sendiri saja takut jika berada diruangan seperti ini, apalagi Ozan yang punya Phobia gelap.

"Ozan" suara Alfi bergetar.

Alfi menyalakan lampu. Disana, dia tergeletak tak berdaya dengan tubuh yang sudah terdapat lebam di berbagai tempat, ada darah juga yang sudah sedikit mengering di pelipis lelaki itu.

Alfi segera berlari menghampiri Ozan. Napasnya tercekat, melihat kondisi Ozan yang seperti ini.

"Ozan" panggil Alfi.

"Ozan, bangun Zan"

"Maaf, aku telat lindungin kamu"

"Maaf gak bisa jagain kamu"

"Maaf, Ozan"

"Ozan bangun" raung Alfi. Air matanya sedari tadi sudah menetes.

Perasaan bersalah mulai muncul lagi dalam benaknya. Kenapa ia bisa selalai ini. Harusnya ia tak usah percaya pada Tora, bahwa ia sudah berubah. Karena nyatanya dia masih sama seperti dulu. Tora yang selalu terobsesi dengan nilai Ozan. Tora yang tempramental. Tora yang selalu menyiksa Ozan kalau nilai nya turun sedikit saja.

Walau sedikit kesusahan, Alfi berusaha membawa Ozan untuk keluar dari gudang ini.

Dengan langkah terseok seok, Alfi terus memegang tubuh Ozan, dan memapahnya.

Dilihatnya tante ayu masih pada posisi yang sama, dan masih terisak disana.

Sebenarnya apa yang dipikirkan Ayu. Alfi pun heran sendiri.

Memasukkan Ozan kedalam mobil milik Ayu. Alfi berjalan masuk kembali kedalam rumah untuk membawa ayu agar dia bisa diobati juga. Punggung nya pasti sakit, dan luka karena cambukan tadi.

"Tante ayo" ujarnya.

Ayu dan Alfi memasuki mobil. Sebenarnya Alfi masih ragu untuk menjalankan mobil itu. Karena ia dilarang mamanya untuk menggunakan mobil, karena usianya yang belum genap 17 tahun. Namun ini dalam keadaan mendesak kan. Ada nyawa yang harus segera di selamatkan. Karena itu biarlah nanti Alfi yang menjelaskan, jikalau Asti mamanya marah.

Meninggalkan pekarangan rumah Ozan. Alfi menancap gas agar segera menuju rumah sakit.

Dalam hati ia terus meyakinkan diri, bahwa Ozan pasti akan baik-baik saja. Iya, Ozan pasti akan baik-baik saja kan?

-To Be Continued-

Jangan lupa vote sama comment nya💚💚

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang