19

15 2 0
                                    

Tak banyak perbincangan antara Alfi dan Jovanta. Keduanya sama-sama diam. Alfi yang malas berbicara, sedangkan Jovanta yang terlalu irit bicara.

Bayangkan jika kedua manusia itu disatukan dalam ikatan cinta. Entah bagaimana kehidupan sehari-hari keduanya. Sangat membosankan mungkin.

Namun di tengah perjalanan, ia melihat pertikaian antara Bagas, Nadira serta Jeslyn. Dirinya dibuat mematung. Ia merasa dirinya ikut terlibat dalam pertikaian tersebut.

Namun, ia bertanya, apa salahnya? Mengapa Bagas menyukainya? Mengapa Bagas melakukan itu? Benarkah semata-mata hanya untuk melindunginya? Alfi harus bagaimana?

Ketika pandangannya bertubrukan dengan netra milik Bagas. Alfi menghampirinya. Menepuk pelan pundaknya.

"Enggak apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Perbaiki kesalahan kamu. Jangan lakukan kesalahan yang sama lagi di masa depan" Alfi hanya mampu mengucapkan kalimat itu.

Rasanya ia tidak pantas untuk mencaci prilaku Bagas. Bagaimana pun Alfi tak ingin menghakimi hidup orang lain.

Mungkin Bagas salah. Tapi dari hatinya ia dapat merasakan bahwa yang diperbuat nya hanya untuk melindungi Alfi. Hanya demi cinta. Namun dengan cara yang salah.

Jeslyn pun tak salah. Semua perbuatannya dilandasi karena cinta. Namun, perbuatan merundung seseorang tidak dapat di benarkan apapun itu alasannya. Terkadang cinta memang buta. Membuat seseorang menjadi gelap mata. Tak bisa membedakan mana yang benar dan salah.

Semenakutkan itu kah cinta? Jika berani jatuh cinta, maka harus siap pula menanggung sakit nya. Karena suka bersinggungan dengan duka.

Tak memberikan kesempatan kepada Bagas untuk berbicara, Alfi memilih pergi melanjutkan langkahnya ke ruang pak Rubi bersama Jovanta.

Bagas menghela nafas pelan. Rasanya ia ingin menghilang saja dari dunia ini untuk sejenak. Ia ingin beristirahat dari pelik nya kehidupan. Lelah satu kata itulah yang sedang Bagas rasakan.

°°°

"Panta, kamu duluan aja" ujar alfi ketika mereka berdua baru saja keluar dari ruangan pak Rubi.

Jovanta hanya mengangguk sekilas kemudian pergi meninggalkan Alfi yang masih berdiam diri di depan ruang guru.

"Bay" Alfi melambaikan tangannya memanggil Bayu, ketika pandangannya melihat Bayu sedang berjalan dengan setumpuk buku menuju ruang guru.

"Kenapa Vya?"

"Ada waktu gak? Aku mau bicara sebentar sebelum masuk kelas"

"Oke, Lo duduk dulu di bangku itu" tunjuk Bayu pada bangku panjang yang terletak di depan ruang guru.

"Gue mau nyimpen ini dulu ke ruang bu Suci" kemudian Bayu berlalu masuk kedalam, meninggalkan Alfi sendiri.

Tak lama, hanya sekitar lima menit, Bayu sudah keluar. Menghampiri Alfi yang sedang duduk dengan meremas jari jarinya. Entah apa yang sedang dipikirkannya.

"Vy"

"Eh" Alfi tersentak kaget. Kemudian ia bangkit dari duduknya. Gugup.

"Ngapain, duduk lagi" ujar Bayu terkekeh melihat tingkah Alfi.

"Eh iya"

Kini mereka duduk berdampingan. Bayu dengan posisi duduk yang santai. Sedangkan Alfi yang tampak gusar di tempatnya.

"Jadi?" Tanya Bayu memulai pembicaraan.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang