11

32 4 0
                                    

Taman penuh dengan bunga dandelion, menjadi tempat paling nyaman bagi kedua remaja itu untuk bisa mengekspresikan dirinya sendiri, entah itu bersuka ria, berkeluh kesah, dan bercerita satu sama lain.

"Fharez" terkejut karena Fharez tiba-tiba berbaring di pahanya

"Apa yang?" Astaga geli sendiri Alfi di panggil seperti itu.

Alfi dan Fharez adalah kedua remaja SMA yang sedang berada di fase mengalami ketertarik dengan lawan jenis, ingin tahu dan mengenal apa itu cinta, dan bagaimana rasanya.

"Elus" ucap Fharez sambil membawa tangan Alfi ke rambutnya.

Alfi hanya menurut, mengelus pelan rambut legam milik Fharez. Rasa nyaman menyeruak dalam diri Fharez, ia memejamkan matanya perlahan.

"Kemarin Papi bawa cewe kerumah, dan maksa aku untuk dekat sama dia, katanya biar tali pertemanan mereka semakin rekat" ujar Fharez tiba-tiba.

Bukan hal baru bagi Alfi, ketika ia mendengar hal itu dari Fharez. Sudah terhitung 6 kali Fharez berkata seperti itu.

"Kamu boleh berteman sama siapa aja, aku gak akan larang. Mau itu cewe ataupun cowok, asal kamu bisa jaga batasan dan sikap kamu, aku udah merasa cukup" Alfi tersenyum lembut, tangan yang digunakan nya untuk mengelus rambut Fharez beralih pada wajahnya. Menyusuri pahatan sempurna yang Tuhan ciptakan. Sedangkan Fharez? Ia memejamkan matanya.

"Kamu gak khawatir kalau nanti aku malah sama dia?" Tanya Fharez heran.

"Kamu tanya aku? Jelas aku pasti jawab khawatir. Aku takut kalau kamu bosan, dan pergi ninggalin aku karena ada hal lain yang lebih menarik. Dalam hidup, rasa khawatir akan suatu hal yang belum tentu benar-benar terjadi itu hal wajar, namun tentu harus dalam porsinya. Jangan berlebihan, karena sesuatu yang berlebihan itu nggak baik"

"Aku gak mau ngekang kamu, hanya karena rasa khawatir Aku kehilangan kamu. Aku juga gak mau nuntut kamu harus ini harus itu, cukup jadi diri kamu sendiri dan senyaman nya aja, karena aku mau kamu nyaman ada di sisi aku. Apapun yang kamu lakuin aku pasti dukung, selagi itu dalam hal positif"

"Kalau pada akhirnya kamu berakhir sama orang lain, aku gak masalah. Ibaratnya ketika kamu motoran terus hujan deras, aku hanya sebagai tempat berteduh kamu, bukan rumah yang kamu tuju. Memang seperti sama. Sebagai tempat berteduh, namun dalam konteks yang berbeda" usai mengatakan itu Alfi kembali mengelus wajah Fharez, memperhatikan wajah yang rupawan itu, jika terus di perhatikan, Fharez ini memiliki 3 tahi lalat di wajahnya, satu di bagian atas bibir, satu di dekat halis, dan satu lagi di bagian dagu nya.

Hal itu membuat Fharez terenyuh. Rasa bersalah menyeruak dalam dadanya, sempat Fharez berpikir untuk pergi dari Alfi karena merasa bosan. 2 bulan berpacaran, Fharez merasa tidak ada hal yang menarik. Ia tak menemukan alasan mengapa ia harus menetap.

Sempat berpikir bahwa ia hanya penasaran saja dengan sosok Alfi karena pembawaan nya yang selalu tenang. Dalam keadaan apapun Alfi selalu tenang, jika marah sebisa mungkin ia akan diam, jarang sekali meledak-ledak, namun tak menutup kemungkinan kan tidak meledak-ledak.

Namun, jalan dua setengah bulan, ternyata Fharez merasa nyaman. Tak sama seperti Papi dan Mami nya yang selalu menuntut harus ini harus begitu, justru Alfi memberikan ia kebebasan untuk mengekspresikan keinginannya. Tak banyak menuntut, namun jika merasa hal yang ia lakukan salah, Alfi selalu menegur nya.

Hal itu yang membuat Fharez ragu. Apa ia mungkin bisa menemukan sosok Alfi di diri orang lain. Apa ada yang bisa menerima sosoknya lengkap dengan kekurangan nya selain Alfi. Dan kali ini, Fharez sudah menentukan pilihannya. Apapun yang terjadi Alfi harus selalu berada di dekatnya.

Namun, keinginan nya itu harus ia kubur dalam-dalam, ketika Alfi mengucapkan kata-kata yang membuat dirinya resah.

"Rez, kamu tau ada banyak hal yang ingin aku ungkapin ke kamu, tapi disini" Alfi menunjuk dadanya sendiri, kemudian "disini" tunjuknya lagi pada kepalanya, "Enggak pernah sinkron, kita masing-masing aja ya" lanjutnya.

Fharez yang sedang memejamkan mata sambil berekspektasi tentang hubungannya dengan Alfi seketika melotot. Kemudian ia bangkit dari tiduran nya, dan duduk menghadap Alfi.

"Kamu kenapa? Yang?" Tanya Fharez khawatir sambil menangkup pipi Alfi.

Yang ditanya hanya tersenyum lembut. Pandangan matanya yang selalu sayu, meninggalkan kesan tenang dengan parasnya yang ayu, membuat Fharez was-was jika ucapan yang diucap Alfi adalah benar.

"Yang" panggil Fharez lagi. Sungguh sekarang muka nya memerah antara kesal dan takut ditinggalkan oleh Alfi.

Apa karena Alfi tahu, kalau belakangan ini ia sering jalan dengan Elody? Eh🤐

Tidak boleh, Alfi tidak boleh tahu tentang hal itu. Dan tidak mungkin pula rasanya Alfi tahu akan hal itu.

"Kamu kenapa sih, aku ada salah? Kamu jangan gini dong, aku gak suka" ujar Fharez dengan mata berkaca-kaca, ia tidak akan pernah mau melepaskan Alfi. Setelah Alfi menawarkan kenyamanan, cinta dan kebebasan pada dirinya. Membuatnya jatuh, sejatuh jatuhnya dalam pesona Alfi. Dan Alfi? Ia mau lari setelah membuatnya jatuh, begitu. Tidak bisa dibiarkan.

"Sayang" ucap Alfi tiba-tiba, membuat jantung Fharez rasanya ingin meledak. Itu panggilan sayang pertama dari Alfi untuknya. Membuat Fharez terjerat dengan rasa senang dan sedih bersamaan.

"Kita masing-masing ya. Aku dengan jalanku, kamu dengan jalan mu. Jangan paksakan. Semakin dipaksakan" jeda Alfi. Kemudian tangannya beralih menunjuk dada Fharez dengan lembut "nanti yang disini makin sakit" ujar Alfi.

Buliran bening siap meluncur dari pelupuk mata Fharez, tak peduli jika ia di katai cengeng. Karena saat ini ia resah tak ingin kehilangan Alfi disisinya. Menarik Alfi kedalam pelukannya, untuk mengusir rasa gundah yang mulai hinggap di hatinya.

Fharez mengeratkan pelukannya, ketika Alfi mengelus pelan punggungnya.

"Jangan sedih, kita bisa jadi teman" ujarnya.

Teman katanya. Setelah semua ini? Tidak mau, dan tidak akan pernah. Karena Fharez ingin lebih dari sekedar teman.

Lagipula hubungan dijalani oleh dua pihak. Kedua insan menjalin asmara karena persetujuan dua belah pihak. Maka untuk pisah pun harus atas persetujuan dua belah pihak juga, jadi ia dan Alfi belum putus kan. begitulah pandangan Fharez akan apa yang tengah terjadi ini.

"Ayo pulang" ajak Fharez. Dan diangguki oleh Alfi.

"Kamu istirahat, hari ini kamu pasti sakit, makanya hari ini agak aneh" lanjut Fharez sambil berjalan dengan
Tangan yang merangkul pundak Alfi.

"Yang aku bilang, itu serius" ujar Alfi, dengan mimik wajah yang sulit diartikan.

"Oke kalau itu mau kamu, yang. Tapi ingat kalau suatu saat nanti kita ketemu dan saling bicara, baik itu sengaja ataupun enggak, itu artinya kamu harus siap jadi pacar aku lagi. Karena dari awal, aku gak terima ucapan kamu yang bilang 'kita masing-masing aja' paham" Fharez menunjukan seringaian nya.

"Gak bisa-" ucapan Alfi terpotong, kala telunjuk Fharez menempel di bibirnya.

"Anggap aja, mulai besok kita main petak umpet, kalau kita ketemu, berarti kamu kalah dan harus jadi pacar aku kembali" potong Fharez, lugas dan tak terbantahkan.

Alfi hanya dapat menghela nafas pelan, kemudian mengangguk. Namun dalam hatinya, ia bertekad untuk menulis nama Fharez dalam blacklist catatannya sebagai orang yang harus dihindari.

-To Be Continued-

Hallo, gimana kabarnya? Terimakasih buat kalian yang udah baca dan nungguin cerita aku untuk update lagi.

Maaf ya, aku baru bisa update lagi sekarang. Semoga kedepannya aku bisa sering-sering update😄

Sampai ketemu di chapter berikutnya🙌

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang