9

38 4 1
                                    

Tatapan kosong tertera jelas di wajah Alfi. Pakaian yang sudah sedikit lusuh, wajahnya yang pucat serta jejak jejak air mata di pipinya, membuat siapa saja yang melihatnya ikut prihatin.

Bagaimana tidak, sejak keluar dari ruangan itu, membuat hati seorang Alfi hancur tak berkeping.

Lagi lagi, ia teringat ucapan dokter yang mengatakan jika Ozan kondisinya baik baik saja, namun bukan itu yang membuat Alfi gelisah. Dokter mengatakan jika Ozan mungkin sering mengiris pergelangan tangannya karena terdapat banyak sekali bekas luka di pergelangan tangan Ozan. Dokter juga menyarankan agar Ozan nanti di bawa ke psikiater. Sedangkan luka memar yang ada di tubuh Ozan sudah diobati.

Alfi tidak menyangka, jika Ozan sampai senekat itu mengiris pergelangan tangannya sendiri. Seberapa berat beban yang dipikulnya.

Ini pasti karena tekanan dari Tora. Ozan pasti tertekan jika harus di tuntut untuk melakukan ini dan melakukan itu, ketika ia gagal, bukannya di rangkul, yang ada malah kena pukul. Gila. Tora memang sepertinya sudah gila. Hanya karena nilai ulangan harian Ozan yang mendapat nilai 90, Tora menjadi gelap mata.

"Ozan" lirih Alfi. Meski ia tahu Ozan tidak akan mungkin mendengarkan suaranya.

"Kamu cepet sembuh. Nanti kita sama-sama jalanin ini semua ya, aku janji akan selalu ada buat kamu. Aku juga akan jagain kamu dari Om Tora"

"Oh ya, sekarang Om Tora udah di penjara, jadi kamu jangan takut lagi"

Alfi kemudian diam memperhatikan Ozan yang tengah terbaring di bangsalnya.

Drt.. Drttt.. Drttt..

Lagi dan lagi, ponsel Alfi berbunyi. Kali ini mamanya yang menelepon.

"Halo ma" sapa Alfi.

"Alfi.." lirih suara di seberang sana.

"Ma, mama kenapa?" tanya Alfi khawatir.

Tak ada jawaban dari seberang sana. Membuat Alfi ketar ketir sendiri.

Tak ada pilihan lain, ia bergegas pergi dari ruangan itu. Kemudian pergi menuju toko kue milik mamanya. Karena jam segini mamanya pasti masih bekerja.

"Jangan, Tuhan. Sudah cukup. Jaga mama sampai aku sampai disana" lirih Alfi sambil berlari keparkiran.

Menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi, tak membuat Alfi cepat sampai disana. Karena nyatanya jarak dari rumah sakit dan toko kue itu lumayan jauh.

Sambil mengemudi, Alfi mencoba menghubungi mamanya kembali. Namun tidak ada jawaban.

Terlalu cemas dengan keadaan sang mama yang sulit dihubungi, membuat Alfi kehilangan fokus, dan tak melihat jika di depan sana adalah lampu merah.

Alfi menerobos, dan tanpa sadar, sebuah truk dari arah berlawanan juga sedang melaju dengan kecepatan sedang.

Alfi membelalakan mata kaget, ia membanting stir, untuk menghindari tabrakan dengan truk tersebut, namun sayang, karena itu, Alfi menabrakkan mobilnya ke trotoar.

Kejadian nya begitu cepat. Alfi tak bisa mengelak. Udara dirongga dadanya seakan ditarik paksa, menyisakan rasa sesak luar biasa. Sayup Sayup Alfi dapat mendengar suara orang orang yang mulai mengerubungi mobilnya.

Sebelum kesadarannya perlahan menghilang, Alfi hanya berharap mamanya baik-baik saja.

°°°

Seseorang disebrang sana sedang berdiri dengan cemas. Sedari tadi ia sudah mondar mandir tidak jelas. Ponsel nya tiba-tiba mati saat ia tengah menelepon.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang