20
[STACY]
KOTA YANG TIDAK diketahui, Heredith, siang hari.
Begitu Stacy berhasil diseret oleh Greg sampai ke luar, ia langsung melempar punggungnya pada sisi dinding bangunan rendah yang mengapit sebuah celah kecil di tengahnya. Ia tak bisa menghentikan derai air mata, terisak-isak, sekaligus melenguh.
Dunia ini kejam.
Stacy terus menyebut-nyebut nama Lex sambil ditenangkan Greg. Mereka berdua duduk di gang itu, diamati oleh sinar matahari panas begitu menyengat. Greg membiarkan kepala Stacy bersandar pada dadanya sambil sesekali mendesis membuatnya tenang serta mengelus kepalanya. Kini orang satu-satunya yang membuatnya percaya diri untuk hidup hanya Greg seorang ... Tak ada lagi sosok kakaknya yang selalu ia nanti. Tapi, kenapa rasanya seperti separuh jiwanya hilang, relung hatinya kosong melompong, seakan Stacy tak merasa butuh hidup lagi?
"Kita akan selesaikan ini semua sesuai permintaan kakakmu. Ingat, kita harus mengharumkan namanya, benar?" ujar Greg dengan pelan, "sssh ... tenanglah."
"Aku tidak bisa ... aku tidak bisa, Greg. Kehilangan kedua orangtua sudah cukup. Ditambah dengan kakakku rasanya hidupku sudah hancur lebur ... aku tidak bisa melanjutkan apa-apa lagi ...." ucap Stacy dengan lirih sembari sesekali tercekat napasnya serta bergeleng-geleng.
"Itu hanya perasaan awal. Lama-lama kau akan terbiasa. Ya? Jangan termakan oleh emosi."
"Aku bukan sepertimu yang bisa mengendalikan emosi sementara kau tidak ada di sana saat keluargamu dibantai zombie. Aku tidak bisa ... aku bukan sepertimu." Sesak rasanya untuk mengatakannya. Kalau boleh Stacy ingin menarik senapannya lalu menekan pelatuk pada keningnya.
Greg sempat terdiam dengan jempolnya yang masih mengelus ubun-ubun Stacy. Bagaimanapun Stacy benar. Greg tak menunjukkan ekspresi apapun saat menceritakan keluarganya bahkan sudah dimakamkan sebelum dia tiba di J'Neia. Seolah dia menelan seluruh emosinya, Stacy ingat betul bagaimana dia menceritakannya padanya saat dalam perjalanan menuju TFE di hari pertama mereka bertemu. Stacy merasa dia tidak mampu sepertinya ... ingin rasanya ia kembali dan jika butuh, makan saja dia oleh Lex yang mungkin sekarang sudah jadi ....
Stacy tak mampu memikirkannya lagi. Air matanya kembali bergulir lebih banyak.
"Memang bukan. Aku dan kau memang beda," Greg berkata di sela keheningan mereka, "tapi aku juga bukan orang yang diberi kepercayaan untuk menyelamatkan dunia oleh kakaknya."
Stacy mengerjapkan matanya, berusaha menangkap maksud Greg.
"Kau spesial di mata kakakmu dan dia percaya padamu. Memberimu alasan untuk hidup. Sementara aku, aku hanya tentara yang hidup di dalam kekosongan. Tak ada tujuan hidup selain dijadikan anjing negara dan membunuh."
Stacy masih terdiam, tak sanggup mendefinisikan apa yang ia rasakan.
"Berjuanglah Stacy .... Selama kau berhak dan wajib melakukannya. Kau tak mungkin menyia-nyiakan harapan mendiang kakakmu kan?"
Sesaat lagi, Stacy baru bisa menggerakkan tubuhnya menjauh dari Greg. Dia menatap lesu pada Greg sembari terisak, tetapi dia tak lebih parah dari sebelumnya. Biarpun dalam remang-remang cahaya, Stacy bisa lihat bagaimana Greg begitu menginginkannya kembali bangkit dengan meyakinkannya. Betapa bodohnya Stacy memikirkan ingin mati sementara di sini pacarnya sedang menantinya kembali berdiri sendiri ....
"Akan kukabulkan permohonannya," lalu segera Stacy menerjang Greg dengan pelukan, "bersama. Lex tidak hanya mengharapkan kehidupan layak itu padaku seorang. Padamu juga."
Kini Greg yang terdiam kaku menerima pelukan Stacy.
"Kau tidak sendirian dalam hampa ...," bisik Stacy sebagai penjelasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Age of Undead 89 [2015]
Science FictionLex dan para tentara adalah orang-orang realistis. Mereka tidak akan percaya pada makhluk-makhluk fiksi hasil mutasi berkat kecanggihan yang disalahgunakan pemilik otak genius di muka bumi. Tetapi keadaan membalik ketika makhluk-makhluk itu hadir. S...