17

2K 255 19
                                    

17

[STACY]

BLAM! LEX BARU saja melemparkan granat pada sekumpulan zombie yang menghalangi jalan.

"Zombie ini tak ada habis-habisnya! Kita harus terpaksa menerobos zombie yang menghalangi di depan!" seru Greg di tengah keributan senjata api yang memekakkan gendang telinga dan bergema di dalam gorong-gorong.

"Terlalu berisiko tinggi. Tunggu sebentar sampai aku dapat rencana," ujar Lex yang terus menembak menggunakan dua tangannya sekaligus.

Salah satu zombie yang Stacy tembak terjatuh mendorong zombie lain yang ada di belakangnya. Saat ia mengganti arah bidikan, matanya yang jeli kembali menangkap zombie yang terbunuh itu bangkit lagi. Lalu tiba-tiba kepalanya membelah bagaikan mahkota bunga, menyambut kehadiran baru yang menggeliat liar dari dalamnya. Itu adalah seekor cacing besar dan dia langsung terkaget-kaget melihatnya.

Lex berdecak marah begitu menyaksikan zombie itu. "Ketemu lagi."

Stacy ingat cerita Lex yang membuatnya lengah saat di peternakan. Itulah kenapa dia tidak sempat membantu Tommy dan Liz yang sedang kesusahan. Mendengarnya sih memang gampang untuk dilawan, toh hanya cacing. Tapi setelah Stacy mengarahkan pistolnya, rupanya kepala cacing itu memang susah dibidik. Dia bergerak terlalu liar seakan telah diberi garam dan meronta kesakitan.

Tetapi Lex tidak memberi ampun. Tatapan dinginnya itu terus terkunci pada si cacing. Hingga dalam lima tembakan terakhir, cacing itu berhasil dikalahkan sehingga tubuh inangnya tergolek dan tak bangkit lagi. Lex langsung mengganti tempat pelurunya dengan yang baru, kemudian melanjutkan menembak.

Greg melancarkan tendangan tingginya pada zombie dari samping sehingga zombie itu langsung terbanting pada aliran air. Greg menarik pelatuknya menembak kepala zombie kemudian menembak satu lagi yang berada beberapa meter di sampingnya. "Lex, jadi bagaimana?"

"Granat. Berapa granat lagi yang kita punya?" tanyanya.

"Aku masih menyimpan satu," ujar Stacy.

"Aku dua. Granatmu sudah habis?" tanya Greg.

"Iya. Kalau begitu rencanaku adalah kosongkan daerah depan per beberapa meter. Tak usah dihitung yang penting perkirakan jaraknya. Di saat kita dapat ruang, berlarihlah secepat mungkin."

"Oke, Stacy?"

"Aku siap," Stacy mencabut granat yang tergantung di pinggangnya.

Begitu dia melempar ke tengah kerumunan zombie di depan, granat itu meledak dan membunuh zombie sekitar enam buah yang saling berdesakan. Saat masuk ke daerah itu, Greg baru melemparkan granatnya lagi dan mendarat di empat meter depan mereka.

Stacy mendorong zombie yang menghalangi jalannya, sesekali juga menembak mereka dengan shotgun karena lebih ampuh mementalkan mereka dihitung dari skala tekanannya. Sampai di daerah kosong itu, Greg sekali lagi melempar granatnya. Mereka kembali bergerak maju sembari menembak ke segala arah yang memabahayakan, kemudian masuk ke dalam daerah kosong oleh granat.

"Masih banyak lagi yang ada di depan!" seru Greg berusaha mengalahkan ledakan mesiu.

"Kalau begitu terus maju!" komando Lex.

Stacy sempat berhenti menembak karena dia butuh mengisi ulang amunisinya. Di saat kerusuhan seperti itu, ada zombie yang berjalan sempoyongan dengan kedua tangan terulur. Kontan dia menjejakkan pangkal shotgunnya ke kepala zombie itu hingga dia terjengkang menabrak yang di belakangnya. Selesai dengan urusannya, dia kembali menembak.

Setidaknya sudah berpuluh-puluh meter mereka berpindah dari tempat awal. Biarpun kemajuan mereka sangat lambat, setidaknya mereka masih bisa bergerak dengan pasti. Tak jarang juga mereka menemukan bentuk-bentuk zombie lainnya yang menyulitkan mereka. Seperti yang terinfeksi oleh cacing, Stacy juga baru berkenalan dengan zombie manusia mewujud seperti tikus hitam. Ada juga yang mewujud menjadi makhluk menjijikkan tak berentuk dengan mata berjumlah banyak di ubun-ubunnya serta bergigi taring. Tapi dari antara mereka semua yang paling menyulitkan adalah zombie yang berkecepatan tinggi dan seringkali melompat untuk menerkam mangsanya.

Age of Undead 89 [2015]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang