10

2.3K 249 12
                                    

10

[LEX]

SEJUJURNYA LEX TIDAK ingin membawa adiknya terjerumus dalam bahaya besar yang menghadang pergerakan mereka, terlebih membawa anak-anak tak berdosa yang secara tidak langsung menjadi tanggung jawabnya. Di depan sana, mereka sewaktu-waktu bisa tergigit dan akan menjadi salah satu dari mereka, membawa obor, membawa garpu tanah, sekop, atau mungkin diinjak-injak hewan ternak menggila.

Lex baru menikam ayam yang berlari heboh ke arah mereka, terbang rendah untuk hinggap di bahunya. Ayam itu berakhir tragis dengan kokok terakhir menderita. Stacy menatapnya nelangsa seolah dia adalah santapan terakhirnya di muka bumi ini, dan dia tidak akan pernah merasakan yang namanya ayam sehat lagi.

"Tetap maju," Lex memperingatkan, melangkah lagi.

Mereka menyusuri jalan dengan berbagai petak-petak lahan terbuka dalam pagar dikhususkan untuk hewan ternak besar seperti sapi, kerbau, babi, dan lain-lain. Mereka melenguh dengan suara parau, tetapi gerakannya sangat lamban, alih-alih siput tak terinfeksi pun bisa bergerak lebih cepat. Tanpa ditemani senter, ya, daripada mengundang makhluk-makhluk terinfeksi di sekitar. Sehingga mereka hanya dibantu dari pencahayaan obor yang dibawa-bawa para peternak di dalam lahan terbuka. Tidak mengerti bagaimana mekanismenya para manusia sinting bisa memegang obor dengan benar, pokoknya mereka terlihat menyeramkan dengan masing-masing alat yang mereka bawa.

"Kau sempat kepikiran tidak, Lex?" bisik Stacy tiba-tiba, nyaris kehilangan suaranya, "soal kunci. Kau pikir truk itu menyimpan kunci sementara mungkin saja kuncinya ada di saku para makhluk-makhluk menjijikkan ini?" Dia sepertinya sudah tidak menganggap mereka dulunya adalah manusia sepertinya sendiri.

"Tentu saja aku kepikiran. Kau pikir aku bodoh, Stacy?" balas Lex dengan gumaman lembut.

"Iya. Mengingat dulu berkali-kali kau harus ikut kelas perbaikan nilai musim pa—"

"Lihat siapa yang bicara, sebelum semua ini terjadi, belum mendapat pekerjaan," tukas Lex.

"Tunggu. Apa? Kukira kau tidak pernah kepikiran soal itu?" suara Stacy agak meninggi.

"Bisakah kita tidak ribut, kakak-kakak ...?" Tommy berusaha mendapat perhatian.

"Ya. Sebenarnya tidak. Tapi untuk topik sekarang, iya."

"Lex—!"

"Hey!" setelah itu Tommy mendesis, mereka memandang ke penjuru. Para zombie berhenti berjalan, menunggu reaksi selanjutnya dari kegaduhan, namun akhirnya berjalan tanpa arah lagi di tempat mereka karena tidak ada kelanjutan reaksi. "Aku tak pernah menyangka kalian sebodoh ini."

"Lex yang bo—"

"Tidak lagi, Stacy," Lex menyanggah.

"Tolonglaah!" Tommy memohon.

Sunyi senyap pun menyelimuti pada akhirnya. Mereka bergeming, benar-benar tak berkutik sedikit pun, hanya Liz yang terpendek yang menengadahkan kepalanya dan melirik mereka bertiga silih berganti.

Lex tak menyangka emosinya bisa sampai terombang-ambing karena percakapan barusan. Ia menghela napas, sebenarnya betapa merindukannya dia bertengkar dengan adik perempuannya yang jago berkelahi maupun dengan kata-kata pedas dan logisnya ini. Tapi tentu saja, mereka bisa melanjutkannya nanti saat di mobil truk. "Sepuluh meter lagi. Kita akan sampai di gudang peternakan, menemukan truk yang kumaksud."

"Dan berharap kuncinya ada di dekat sana," cemooh Stacy, berjalan lagi.

Setelah jauh mata memandang terhalang kabut, akhirnya mereka bisa menemukan bangunan yang menyembulkan seperempat bagian truk di ujung. Tetapi sebelum itu, mereka mendapati ada zombie yang berkeliaran bebas di jalan. Lex yang sudah terlatih untuk menyelinap, diam-diam mendekati zombie itu saat dia memunggungi, kemudian memutar kepalanya sampai zombie itu tergolek tak sadarkan diri lagi. Desisan menyeramkan saling sahut-menyahut begitu mendengar tubuh zombie yang diserang terbanting di tanah, tetapi Lex dan yang lainnya tak ambil lama untuk mengambil langkah baru.

Age of Undead 89 [2015]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang