06

3.9K 320 5
                                    

06

[LEX]

RASA TAKUT LEX kali ini membuatnya ingat akan kejadian dua tahun yang lalu. Sejauh mata memandang, ia tidak menemukan apa-apa yang membahayakan, sehingga pikirannya malah terbang pada tahun 2087, tahun di mana senjata biologi mulai memorak poranda negaranya.

Kota Yelwid, 9 Mei 2087, siang hari.

Lex, sebagai ahli penembak jitu, ia memisahkan diri dari jangkauan para tentara yang sedang berperang di bawah sana. Ia mengambil tempat jauh di balkon apartrmen kosong, apartemen yang orang-orangnya sudah diungsikan. Satu tembakan, kena satu tentara, dua tembakan, tentara kedua, begitupun seterusnya. Lex tidak pernah ragu untuk membunuh sesama. Jabatannya sebagai seorang letnan kolonel harus dipertahankan karena baginya ini adalah kebanggaannya sendiri.

"Sedang sibuk?"

Lex berdengap, dia menoleh ke belakang dengan gusar. Untungnya telinganya sudah mengenal suara itu duluan daripada tangannya—atau kalau tidak dia akan membidik mendadak orang tersebut. Seorang wanita muda mengenakan pakaian santai, menunjukkan lekukan tubuh eloknya, serta dengan rambut merahnya yang terurai, tebal. Dia menatap Lex tanpa ada senyum sama sekali, begitupun dengan laki-laki ini.

"Kenapa kau masih ada di sini? Bukannya aku sudah bilang tidak seharusnya kau berada di sini?" Lex berusaha tidak peduli, dia kembali pada urusannya. Senjatanya perlu diisi ulang, mengokang, lalu ia siap menembak lagi.

"Ini kan kotaku. Aku berhak keliling ke manapun," ujar si wanita sambil cekikikan.

"Ya, memang benar. Tapi sama sekali tidak aman untuk sekarang. Sebentar lagi kota ini akan bersih lagi, pasti. Jadi jangan membuat kami repot," balas Lex lagi. Berhasil menembak kepala seorang tentara.

Wanita itu beringsut, berjongkok di sebelah Lex, memandang pada tentara-tentara yang berjatuhan dengan tatapan biasa-biasa saja. "Aku boleh berkeliling asalkan aku hidup kan? Pernah tidak aku minta bantuanmu?"

Sambil fokus, Lex juga ikut berpikir. Wanita ini benar. Dia tidak butuh bantuannya, tapi masih saja bisa berkeliling di kotanya selama perang. Memangnya dia tidak ditangkap tentara Heredith untuk dibunuh atau apa kah? Lex pernah menduga wanita ini bukan orang biasa. Mana ada orang biasa bisa bertahan sendiri di sini? Mana lagi tanpa senjata. Namun sekarang wanita itu bukanlah urusannya. Toh dia tidak menyebabkan kerusuhan di sini. Akhirnya Lex tidak menjawab.

"Lex," panggil wanita itu.

"Ya?"

"Berapa lama kau akan di sini?"

"Sampai perang berakhir."

"Kau tidak takut mati?"

Lagi-lagi Lex tidak menjawab. Pikirnya, apa pertanyaan seperti itu perlu untuk dijawab? Maksudnya, mana ada manusia tidak takut mati? Mungkin kecuali wanita satu ini. Walaupun begitu Lex masih berani jamin minimal 10% wanita ini pasti takut mati.

"Hey, jawab," tuntutnya.

"Tidak tahu. Sudahlah sana, kau mengganggu," kata Lex datar. Ya, dia tidak bermaksud kasar, tapi kalau dia tidak melakukannya, wanita ini pasti tidak mau pergi-pergi juga.

"Mengganggu? Hmm, oke, oke. Aku akan pergi sebentar lagi. Tapi kumohon sebelum aku tidak akan mengganggumu lagi selamanya, aku ingin kau bicara denganku sebentar saja, dengan serius."

Akibat perkataan "selamanya" Lex kontan menoleh pada wanita itu. Tidak ada raut sedih di wajahnya, melainkan wajah datar serius yang secara tidak sengaja menuntut Lex untuk menurut.

"Baiklah. Apa?" Lex hendak bertanya kenapa harus "selamanya"? Tapi dia tetap tidak mau melibatkan emosinya di saat seperti ini.

"Ikutlah denganku. Ringkas senjatamu, kita akan ke atap apartemen," ujar si wanita sambil berdiri kemudian berlalu.

Age of Undead 89 [2015]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang