"Kenapa lo baru ngabarin H-1 berangkat sih? Untung gue sama Mina lagi gak ada acara apa-apa jadi bisa nganterin lo ke bandara. Kalo engga gue marah banget sama lo. Mau pergi jauh tapi gak pamit," Myeongji sedari tadi tidak berhenti mengomel sembari meminum milk tea gelas kedua miliknya.
Kini aku tengah berada di salah satu restoran di bandara. Duduk bertiga dengan Myeongji dan Mina yang tidak berhenti mengoceh tentang bagaimana aku bisa-bisanya nyaris pergi tanpa berpamitan pada mereka, "Gue takut ganggu kalian. Apalagi kalian masih banyak nunggu pengumuman universitas kan?"
"Sejak kapan kabar baik dari lo ganggu kita? Lagian lo lupa ya, gue sama Myeongji udah keterima satu universitas negeri dan punya back-up plan juga kalaupun ga lolos dimana-mana," Mina menanggapi yang didukung oleh anggukan kelewat bersemangat Myeongji.
Aku tersenyum, kembali mendengarkan kedua teman terdekat semasa SMA-ku mengoceh panjang lebar, berpikir bagaimana aku bisa seberuntung ini bertemu dengan orang-orang baik seperti mereka.
Bruk!
Dan manusia menyebalkan seperti Minghao. Minghao baru saja meletakkan sekotak donat mini, macaron, beberapa bungkus ciki dan tiga buah sandwich yang kemasannya kelewat elit.
"Hao! Kenapa taro disitu! Pinggirin cepetttt!" Nana yang membawa nampan berisi empat mangkok berseru pelan membuat Minghao memindahkan barang bawaannya ke kursi kosong di sampingku.
"Gak sekalian lo beli aja minimarketnya, Hao?" sindirku ketika melihat Minghao kesulitan mengatur agar semua makanan yang ia beli tidak jatuh dari kursi.
"Pesawat lo masih tiga jam lagi kan? Ini biar lo gak gabut pas nungguin. Terus sandwichnya nanti lo bawa aja ke pesawat siapa tau lo laper," kata Minghao sebelum mendesis kesal karena beberapa ciki terus jatuh.
Aku menghela napas, mengambil tas lipat dari ransel dan menyodorkannya pada Minghao, "Emangnya boleh bawa makanan ke dalem kabin?"
Minghao mengambil tas yang kusodorkan dan mulai memasukkan makanan-makanan ringan ke dalamnya, "Kalau sandwich dan kemasannya kayak gini boleh kok harusnya. Lo makan berat dulu aja tapi sekarang," Minghao melirik pada semangkuk ramen yang baru saja diletakkan oleh Nana di hadapanku.
"Lo gak makan, Hao?" tanya Mina."
"Gue baru makan sebelum ke sini. Lagian gue gak makan ramen," jawab Minghao.
Nana berdecih, "Apaan gak makan ramen. Gak makan ramen depan orang kali."
Kedekatakan Minghao dengan kakak sepupuku, Nana membuatku terkekeh pelan. Ada perasaan aneh yang muncul memikirkan aku akan berada jauh dari orang-orang ini dalam beberapa jam ke depan.
Jadwal penerbanganku yang bertepatan dengan acara penting kedua orang tuaku membuat orang tuaku hanya dapat mengantar ke bandara dan meminta tolong kepada Nana―yang sebenarnya mengajukan diri dengan sukarela― untuk menemaniku di bandara hingga waktu keberangkatan pesawat.
Nana juga lah yang memberi tahu kepada Minghao dengan alasan dapat membantu membawa barang-barangku selama di bandara dan entah bagaimana Myeongji dan Mina tiba-tiba muncul bersama Minghao. Ketika ditanya Minghao hanya tersenyum canggung dan meminta maaf. Yah, aku tidak begitu keberatan sebenarnya. Tanpa mereka aku mungkin akan sangat bingung bagaimana cara menghabiskan waktu di bandara.
Waktu makan siang dipenuhi oleh percakapan ringan. Mina dan Myeongji sebenarnya tidak begitu akrab dengan Nana namun entah bagaimana pecakapan mereka lancar-lancar saja. Ketika kami―kecuali Minghao yang lebih memilih memakan donat yang ia beli―telah selesai makan, setelah berdebat ringan dengan Nana akhirnya Minghao membantu mengembalikan mangkuk-mangkuk kotor meskipun ia tidak ikut makan dengan mangkuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Make Up || Choi Seungcheol
FanfictionBukan, ini bukan cerita tentang kosmetik. Ini tentang S.coups, alias Sulky Coups dan bagaimana cara berbaikan dengannya "Gue salah apa lagi?" "Lo manggil gue Choi Seungcheol!" "Kan itu nama lo?!" semibaku alur cerita : mundur [completed]