Wisuda

25 7 0
                                    

"Kalo kayak gini mending dari awal pake mobil gue aja gak sih?" Minghao yang berdiri di hadapanku di tengah padatnya bus berkata pelan.

Aku meringis, masih berpegangan pada lengan Minghao―yang berpegangan pada pegangan tangan atap bus―karena tidak ada tempat untuk tanganku berpegangan selain tangan laki-laki yang menggunakan kacamata hitam di hadapanku ini, "Sorry."

Minghao tersenyum tipis, "Gak apa. Lo kan baru pindah lagi ke sini, gue ngerti sih kalo lo mau nyoba jalan-jalan pake kendaraan umum."

"Gue masih gak nyangka tinggi lo sekarang udah ngelewatin gue, Hao."

"Gue anggap itu pujian," Minghao terkekeh pelan, "Dulu kayaknya lo tinggi banget, ini gue yang kecepetan tinggi apa lo yang gak berubah?"

Aku merengut, "Ngomong lagi."

"Bercanda," Minghao tertawa pelan, "Agak aneh rasanya ketemu lo lagi setelah sekian tahun gak ketemu. Gue aja atau emang dulu kita gak deket sih?"

"Yah, gak sedeket sekarang emang. Tapi lumayan kenal lah. Berhubung ibu kita kan temenan dan kalo kumpul kita suka ikut."

"Ah, iya. Gue inget, lo dulu diem banget kalo diajak main."

"Kan aku pemalu."

Minghao menatapku datar, "Lo gak cocok sok imut gitu," aku baru membuka mulut ketika pintu bus terbuka, Minghao tampak bersusah payah menjaga jarak denganku ketika terdorong orang yang hendak keluar, "Gak bisa gue. Kita turun di halte deket sekolah aja, tinggal dua halte lagi terus gue anter lo balik."

Aku yang merasa tidak enak pada Minghao yang sudah berbaik hati menemaniku hari ini hanya mengangguk mengiyakan, membiarkan Minghao menelepon sopir pribadinya untuk menjemput di halte dekat sekolah.

Setelah melewati dua halte dengan kepadatan bus yang tidak berubah, Minghao dan aku akhirnya sampai di halte tujuan. Minghao melepas kemeja yang ia gunakan sebagai luaran, terlihat merasa tidak nyaman.

Aku mengeluarkan parfum dari tas selempang, menyodorkannya pada Minghao, "Mau pake? Ini wanginya floral powdery sw―"

Minghao mengambil parfum yang kusodorkan dan menyemprotkannya ke seluruh tubuhnya, "Sorry gue pake agak banyak. Nanti gue ganti," katanya ketika mengembalikan parfum padaku.

"Gak usah, Hao. Santai aja. Anggep aja permintaan maaf gue. Gue gak nyentuh orang lain sama sekali tadi tapi malah lo yang jadi kayak tameng."

"Gue ganti aja nanti. Oh iya kita masih harus nunggu dua puluh menitan lo gak apa-apa?"

"Gue santai kok. Ke minimarket samping sekolah yuk? Gue mau beli minum sekalian kita bisa numpang duduk."

Aku dan Minghao duduk bersampingan di salah satu meja yang berada di depan minimarket. Minghao memang salah satu orang yang lebih menyukai duduk bersebelahan dibandingkan berhadapan.

"Sekolah kita lagi ada apa deh? Kok rame banget kayaknya?" tanyaku sembari mengambil makanan ringan yang dibeli Minghao.

"Lo nanya karena beneran gak tau?"

Pertanyaan Minghao membuatku mengerutkan kening, "Emang ada apa?"

"Hari ini kan wisuda kelas dua belas. Lo beneran gak inget?"

"Oh, itu hari ini."

Minghao menoleh padaku, "Sepupu lo bukannya anak kelas dua belas?"

"Iya, Kak Nana. Dia mah gak peduli mau diucapin apa engga, paling nanti aja kalo ketemu."

"Kalo Seungcheol? Gak lo ucapin juga?"

Aku menoleh, beradu pandang dengan Minghao untuk membaca tujuan dari pertanyaannya, "Kenapa tiba-tiba Seungcheol?"

Minghao mengangkat bahu, "Kan lo deket sama dia?"

"Nanti mungkin gue chat, atau pas dia chat."

"Lo sering banget kontakan sama dia?"

"Lumayan. Tapi akhir-akhir ini jarang sih, apalagi abis dia kena rumor pacaran sama gue," aku melirik Minghao, berusaha melihat ekspresi wajahnya, "Lo gak mau nanya?"

"Tentang?"

"Rumor itu, gue sama Seungcheol. Gue tau lo pasti udah denger."

"Gue kan kenal sama lo. Gue sih percaya sama lo, kalo lo bilang kalian pacaran ya gue percaya. Kalo engga juga gue percaya. Lo mau bohong ke gue atau engga, kalian pacaran atau gak, kan ada ruginya juga buat gue."

KLANG!

Tiba-tiba suara benturan kaleng, seperti habis ditendang membuatku menoleh ke sumber suara. Minghao yang semula memperhatikan jalan juga mengalihkan pandangannya, menatap seorang laki-laki dengan kemeja putih dan jas hitam yang tersampir di tangannya.

"Seungcheol?"

Laki-laki dengan kemeja putih itu mendongak, terkejut selama sepersekian detik melihatku dan Minghao namun dengan cepat menutupinya dengan senyuman, "Hai. Kalian ngapain di sini? Kenapa gak masuk ke aja?"

"Kayaknya gue gak sih yang harus nanya kayak gitu? Cheol, lo gak apa-apa?" aku berdiri, berjalan mendekat ke Seungcheol.

Seungcheol hanya diam di hadapanku, dengan senyuman yang sekilas terlihat dipaksakan.

Minghao entah sejak kapan tiba-tiba berdiri di sampingku dan berkata pelan, "Lo ngobrol dulu aja, gue tunggu di mobil."

Aku menoleh, memberikan isyarat bahwa aku mengerti pada Minghao.

"Selamat ya, Bang. Akhirnya lulus juga," Minghao mengulurkan tangan pada Seungcheol.

"Makasi, Hao," Seungcheol menjabat tangan Minghao.

"Gue ke mobil dulu ya, Bang." Minghao menunduk singkat pada Seungcheol dan berjalan ke mobil yang terparkir tak jauh dari tempatku dan Seungcheol berdiri.

"Mau cerita?" tanyaku ketika Minghao sudah masuk ke dalam mobilnya.

Seungcheol menghela napas berat, berusaha untuk tidak menatapku, "Bahaya kalo gue cerita di sini. Lo nanti malem ada acara?"

Aku menggeleng menanggapi, menyadari Seungcheol berusaha sekuat tenaga menahan emosinya, air matanya, yang sudah siap meledak kapan saja.

"Hari ini cuma ibu gue doang yang dateng, itupun cuma sebentar banget. Mereka begitu lagi," Seungcheol tersenyum menatapku, senyum itu lagi, senyum yang seakan-akan ingin terlihat baik-baik saja ketika ia sedang tidak baik-baik saja.

"Lo yakin gak perlu gue temenin dulu sekarang?"

Ia menggeleng, "Gue mau sendiri dulu. Nanti gue hubungin lo? Boleh kan?"

"Boleh."

Seungcheol menghela napas untuk kesekian kalinya, "Lo pulang dulu aja. Kasian itu Minghao udah nungguin."

Seungcheol mengibaskan tangannya, berusaha membuatku berjalan menjauh. Aku berbalik ragu, apa meninggalkan Seungcheol dengan keadaannya sekarang adalah pilihan yang tepat?

Aku berbalik setelah berjalan beberapa langkah, "Seungcheol."

"Hm?"

"Jangan ngerasa sendiri ya? Kalaupun sekarang mereka lagi gak ada di samping lo, gue gak akan kemana mana."

Seungcheol kembali tersenyum, terlihat sedikit lebih cerah dibanding sebelumnya, "Iya."


















Inspired by: 2018, wisuda

How to Make Up || Choi SeungcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang