Tentang Perasaan

32 7 2
                                    

Kejuaraan taekwondo membuat ekskul berlatih lebih keras dan seperti hari ini, berlatih di luar sekolah bahkan di hari libur. Setelah berlatih selama kurang lebih empat jam kini aku tengah beristirahat di taman kecil yang terletak tak jauh dari vending machine.

Minghao datang dengan tiga botol minuman dingin dari vending machine ke arahku dan Jaehyun yang tengah mengobrol santai. Ia melempar salah satu botol pada Jaehyun dan menyodorkan yang lain padaku.

"Lo yang bayarin kan?" tanya Jaehyun sambil membuka tutup botol minuman miliknya.

"Hm, iya," Minghao duduk di tanah di hadapanku dan Jaehyun, tidak ingin repot-repot menyuruhku atau Jaehyun menggeser duduk.

"Asik. Makasi, Hao," kataku, "Eh yang lain udah pada balik?"

"Tadi sih gue liat masih ada Bang Hoshi Woozi sama beberapa orang angkatan mereka. Kenapa?" Minghao balik bertanya.

"Engga, nanya aja," jawabku.

"Lo mau balik sama Bang Woozi ya?" tuduh Jaehyun.

Aku melirik Jaehyun, "Kenapa? Lo mau nganter gue balik?"

"Berani bayar berapa?"

Aku berdecih menanggapi Jaehyun, "Pamrih banget jadi temen."

"Tapi kalo gue liat, lo emang lagi deket banget kayanya sama Bang Woozi. Beberapa kali bukannya kalian pulang bareng?" kini Minghao yang bertanya padaku.

Aku mengangkat bahu, "Soalnya kita searah, dan dia nawarin bareng. Gue mah tidak menolak rezeki, lumayan hemat ongkos."

"Lo yakin gak ada udang di balik batu?" tanya Minghao.

"Mumpung lagi dibahas nih, sekalian aja gue mau ngasih tau tadi kan gue dateng duluan. Terus gue denger Bang Hoshi lagi ngomongin lo sama Bang Woozi," kata Jaehyun.

"Ngomongin apa?"

Jaehyun melirik Minghao singkat sebelum kembali menatapku, "Ngomongin kalo Bang Woozi ada perasaan sama lo."

"Jangan ngada-ngada deh, Jae."

"Gue bilang kan? Mana mungkin dia ngajak lo pulang bareng terus kalo gak ada niat apa-apa," Minghao mendukung Jaehyun.

"Lo juga ngajak gue pulang sama jalan bareng terus, Hao."

Minghao berdecak pelan, "Lo gak bisa samain gue sama Bang Woozi."

"Jadi? Lo gimana?" Jaehyun mencondongkan tubuhnya ke arahku.

"Apanya?"

"Lo gak ada perasaan apa-apa gitu sama Bang Woozi?" Jaehyun memperjelas pertanyaannya.

"Kalo dari penglihatan gue kok gue ngerasa lo tertarik ya?" celetuk Minghao.

Aku melirik kedua laki-laki yang masih menunggu jawabanku, sedikit menimbang apa aku dapat menjawab dengan jujur kepada mereka, "Tertarik mungkin iya."

Jaehyun yang lebih dahulu bereaksi heboh yang kemudian diikuti oleh Minghao. Keduanya mulai meledekku.

"Kalau lo ditembak gimana?"

"Mati dong, Hao."

Minghao bergidik melihatku, "Gak usah sok imut, gak cocok."

"Eh jawab dong gue juga penasaran. Kalo dia confess gimana?" tanya Jaehyun.

Aku menggumam, berpikir selama beberapa saat, "Gue emang tertarik sih tapi kayaknya gak sampe ditahap itu," aku menjeda, memperhatikan ekspresi kedua temanku. "Gue gak bisa suka sama dia. Gue juga gak tau kenapa, gue gak bisa liat dia dengan cara yang kayak gitu. Mungkin karena dia terlalu keliatan kayak teman atau bahkan kadang adik?"

"Kalo dari gue ya," Jaehyun membenarkan posisi duduknya menjadi menghadap ke arahku, "Kalian emang sekilas keliatan cocok banget tapi dengan kepribadian lo, kayaknya kalian bakal banyak bentrok gak sih?"

KLANG!

Suara kaleng minuman jatuh membuatku dan kedua lawan bicaraku menoleh ke sumber suara. Napasku tercekat melihat orang yang berdiri di samping vending machine dengan tangan tergantung di udara, terlihat baru selesai menekan tombol untuk menjatuhkan minuman.

Ketika mataku beradu pandang dengannya, ia mengalihkan pandangan dengan cepat dan terlihat terburu-buru mengambil beberapa kaleng minuman dari vending machine. Aku beranjak berdiri dan setengah berlari ke arahnya, yang semakin mempercepat pergerakannya dan mulai berjalan menjauh.

"Bang Woozi," aku menahan lengannya, membuat Woozi menoleh padaku dengan wajah datar. Aku menggigit bibir, "Bang Woozi aku minta maaf."

"Buat apa? Lo gak salah kok. Gue yang salah bisa-bisanya suka sama lo dan berharap lo juga sama," Woozi memejamkan mata, "Gue emang terlalu childish buat orang kayak lo."

"Bang, gak gitu. Gue gak bermaksud buat ngejelekin lo."

Rahang Woozi tampak mengeras, "Lo sama Jaehyun bener kok. Lo mana mungkin suka sama gue, kan?"

"Lo denger dari mana, Bang? Gue bilang kan, gue tertarik sama lo. Tapi gue gak bisa suka sama lo―engga bukan gak bisa, gue berusaha untuk gak suka sama lo."

"Gue denger semua. Gue cuma berharap lo sadar sama perasaan gue, ngasih gue kesempatan supaya lo juga sama."

Tanpa sadar gigiku bergemeletuk, "Lo yakin mau maksain perasaan lo tanpa mikirin gue, Kak? Ini salah satu alasan gue berusaha untuk gak suka sama lo, ego gue, ego lo, ego kita terlalu tinggi. Sifat kita terlalu mirip, gak boleh ada dua matahari di satu tempat, Kak."

"Kenapa, kenapa lo harus nolak perasaan lo sendiri? Kenapa lo malah buat garis temen bahkan apa? Adik?"

"Kak, lo denger penjelasan gue gak sih? Kenapa lo cuma mikirin perasaan lo doang tanpa mikirin gue?"

Woozi menjatuhkan kaleng-kaleng minuman dari tangannya, "Lo sadar manggil gue pake 'Kak' daritadi?" ia menghela napas, "Kalau lo mau buat jarak, balik lagi kayak waktu kita belum sedeket ini bilang aja. Gak perlu pura-pura gak tau perasaan gue kayak gini."

"Gue beneran gak tau sebelum ini. Lo kan tau gue, Kak." aku memang memanggil Woozi dengan Kak ketika baru awal berkenalan. Aku mulai mengganti panggilan ketika kami mulai dekat dan memang terbawa oleh teman-teman laki-lakiku yang lain.

Aku menghela napas pelan, berusaha menatap Woozi yang berusaha menghindariku, "Aku minta maaf. Gak seharusnya gue ngomongin lo dibelakang kayak gitu, gue―"

"Bukan itu yang buat lo perlu minta maaf."

Aku mengusap wajah, berusaha untuk tidak berdecak kesal, "Gue sadar gue salah, tapi lo sadar gak sih lo terlalu maksain perasaan lo? Lo egois, Kak."

Woozi tidak menjawab, membiarkan keheningan mengisi selama beberapa saat, "Sorry, kayaknya gue butuh waktu buat sendiri dulu. Kayaknya itu lebih baik buat kita."

Aku membiarkan Woozi berjalan menjauh tanpa menanggapi. Menahan diri untuk tidak terlalu marah dan berbalik untuk mendapati Minghao dan Jaehyun berjalan cepat ke arahku. Jaehyun menatapku khawatir sedangkan Minghao tampak hendak berbicara tapi berkali-kali mengurungkan niat.

Mataku menatap keduanya bergantian, mengatur napas sambil berusaha menahan air mata, "Sekarang gue harus apa?"








Inspired by: 2018, konflik perasaan

How to Make Up || Choi SeungcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang