Chapter 11

2.8K 210 54
                                    

Massachusetts Institute of Technology, Cambridge

Mata hijau biru gadis itu tak lepas dari layar laptopnya. Kepalanya bergerak-gerak menikmati alunan suara Bruno Mars yang melantunkan Grenade lewat earphone-nya. Ia yang sedang asyik browsing di dunia maya tertegun saat mendapati sebuah website yang aneh. Website itu berisi snuff video, video-video yang berisi adegan pembunuhan.

Sebuah video baru saja di-upload. Kamera menyorot sebuah lorong yang kelihatannya seperti lorong apartemen. Kemudian kamera berhenti di depan sebuah pintu. Sebuah tangan mengetuk pintu itu dan tak lama pintu itu terbuka. Seorang gadis berkerudung merah itu tersenyum. Namun senyum itu hanya bertahan sebentar karena gadis berkerudung merah terdiam dan menelengkan kepalanya seolah berpikir.

Tidak ada suara, batin gadis bermata hijau biru yang mengamati video itu.

“Haruka!”

Teriakan itu berhasil membuat si gadis terkejut. Gadis itu menoleh ke belakang, menatap pria Asia yang mengagetkannya.

“Romi! Kau membuatku kaget!” sungut Haruka.

“Memang kau sedang apa? Menonton video porno?”

“Ha-ha. Lucu. Aku jadi malu karena ketahuan.”

Haruka kembali menonton video yang terputar di laptopnya. Romi ikut duduk di kursi panjang taman itu dan ikut menontonnya. Video kini menampilkan gadis berkerudung merah it sedang memunggungi si pemegang kamera. dengan gerakan cepat, pemegang kamera memukul kepala si gadis berkerudung itu hingga tubuhnya terjerembab ke lantai. Si pemegang kamera menyorot sebentar si gadis.

Kemudian, kamera kembali bergerak menuju dapur. Tangan si pemegang kamera memutar tombol gas agar terbuka lalu menyalakan timer microwave. Kamera kembali melangkah menuju ruang depan yang kembali menatap gadis berkerudung merah itu. Posisi si gadis berubah sedikit dan tangannya menggenggam sebuah ponsel. Kamera mendekat, sebuah tangan terjulur hendak meraih ponsel itu. Namun tiba-tiba saja kamera berputar cepat ke arah dapur. Lalu kamera bergerak cepat ke arah pintu dan keluar.

“Seperti menonton film Rec, ya?” komentar Romi yang dijawab dengan anggukan oleh Haruka.

Dahi Haruka mengerut saat menyadari ada suara lain yang tertimpa oleh suara Bruno Mars. Ia mematikan aplikasi musiknya dan mendengar suara yang Haruka yakin berasal dari video itu ketika layar menampilkan lorong lagi dan melihat seorang pemuda sedang berdiri di pintu yang berjarak beberapa pintu saja. Seperti senandung, batin Haruka.

“Kau tahu ini lagu apa?” tanya Haruka sambil menyodorkan sebelah earphone kepada Romi.

Romi menerima earphone itu dan memasangnya ke telinga. Dahinya mengeryit tidak mengerti saat mendengar baik-baik senandung itu. “Lagu anak-anak.”

“He?”

“Iya. Itu lagu saat aku masih anak-anak. Kalau kau suka hati tepuk tangan!” seru Romi menyanyikan satu lirik lagu itu lalu mengakhirinya dengan tepuk tangan. “Seperti itu.”

“Lagu dari negeri asalmu, ya?”

“Yups.”

Suara ledakan dari earphone membuat mereka kembali menatap layar laptop. Kamera itu menyorot ke arah lantai teratas sebuah gedung, memperlihatkan asap membumbung tinggi dan kobaran api. Video berakhir, berganti dengan tulisan berbahasa Inggris.

Bunga lili merah sudah dipetik.

Seperti halnya bunga mawar, aster dan camelia.

When The Darkness Calling BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang