Chapter 17

3K 206 30
                                    

Seroja baru keluar dari kamar mandi setelah sadar dia berendam selama lebih dari satu jam karena ketiduran. Dengan mulut menguap lebar-lebar dan tangan asik menggaruk kepalanya, ia melangkah menuju lemari dan mengambil piyama tidur hitam polosnya.

“Aku rindu piyama Tom & Jerry milikku,” gumam Seroja bersiap membuka handuknya.

BRAK!

Suara pintu yang dibuka paksa membuat Seroja berjengkit kaget. Ia mendelik sebal ke arah pintu dan mendapati Silvar berdiri di sana dengan mata tertutup. Pria itu masuk dengan langkah mantap meski tidak melihat. Belum sempat Seroja mengomel, Silvar bertanya dengan nada datar dan berbahaya, nada yang jarang ditujukan pada Seroja.

“Kau punya contact lens?”

“Sebentar.”

Ia mengacak-acak isi laci meja riasnya dan mengeluarkan case contact miliknya. Seroja menyuruh Silvar duduk di ranjangnya dan membuka mata sementara ia menyiapkan sepasang contact lens berwarna gelap. Mata kuning cerah itu menyambutnya, Seroja sangat menyukai mata serigala itu sejak pertama kali mereka bertemu di usia kanak-kanak. Nue-chan bilang warna mata itu disebabkan konsentrasi rendah melanin dan konsentrasi yang sangat tinggi dari lipochrome disimpan dalam sel-sel dari iris.

Herannya, Silvar selalu menyembunyikan warna mata yang keren itu. Mungkin dulu ia selalu mengalami bully karena kelainan matanya itu.

“Sip. Selesai.” Seroja membereskan case contact lens-nya sementara Silvar berusaha menyesuaikan matanya. “Kenapa contact lensmu bisa jatuh? Biasanya kau selalu berhati-hati.”

“Sedikit lengah saat menolong seseorang yang dijambret. Thanks untuk contact lensnya.”

Seroja tak langsung menjawab. Malah tertarik dengan tangan Silvar yang terus terkepal. “Apa yang kau pegang itu?”

Silvar mengernyit bingung. Ia menatap bingung tangannya seolah baru sadar ia sedang memegang sesuatu. Dibukanya tangan itu dan terdiam menatap benda kecil berbentuk karakter ninja berambut kuning.

“Wow. Itu flashdisk bentuk Naruto. Punyamu?”

Tanpa menjawab pertanyaan itu, Silvar beranjak dari ranjang Seroja dan melangkah menuju pintu. Saat sudah melangkah keluar kamar dan hendak menutup pintu, pria itu berbalik. “Artemis Rod milikmu… sekarang ada dimana?”

“Uhm… harusnya sekarang ada di tangan Desna. Kenapa?”

“Tidak. Tidak apa. Selamat malam.”

Memang ada yang aneh dengan Silvar, pikir Seroja. Sejak memasuki kamar sampai keluar, Silvar tidak memprotes penampilannya yang hanya tertutup handuk. Biasanya Silvar selalu mengoceh tidak jelas dan memandang sinis seperti seorang guru agama melihat perempuan mengenakan rok mini. Dan lagi, kenapa dia bertanya keberadaan Artemis Rod?

*_*_*

Seminggu berlalu sejak kencan di Montmartre dan sejak itu Lucca sedikit melunak. Damian mulai memberi sedikit kepercayaan pada wanita itu dan sebagai buktinya ia memberikan jabatan sekretaris lagi pada Lucca seperti dulu. Yah, sebelum mengetahui identitas sebagai Night Diamond dan menikah, Lucca memang pernah bekerja sebagai sekretarisnya.

Damian melakukan ini bukan hanya untuk memberi sedikit kebebasan pada Lucca dan ingin terus bersamanya, tapi juga untuk memberi Padma sedikit keringanan bekerja. Ia sadar sudah berbuat semena-mena pada wanita itu. Bekerja ganda sebagai sekertaris kantoran, pencari informasi, pengawal dan lain sebagainya. Meski dia selalu mengerjakan dengan rapi, selesai tepat waktu dan tanpa keluhan, tetap saja itu pekerjaan yang berat.

“Aku heran, kenapa kau tidak pernah memakai jasa supir pribadi?” tanya Lucca yang membuka sabuk pengaman saat mobil tiba di kantor.

“Kalau aku memakai supir dan kita duduk berduaan di kursi belakang, aku takut tidak bisa menahan diri padamu.”

When The Darkness Calling BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang