Chapter 21

2.6K 207 29
                                    


Ketika tubuhnya ambruk, Seroja tidak merasakan kehidupan dalam dirinya. Matanya terbuka, tapi dia tak melihat saat pria itu memandang sinis dan penuh amarah padanya. Telinganya pun terbuka, tapi dia tak mendengar makian yang dilontarkan pria itu sebelum meludahi wajahnya dan melenggang pergi begitu saja. Tubuhnya masih telanjang, tapi dia tak merasakan udara sejuk dari mesin pengatur suhu membelai kulitnya. Seroja yakin benar bahwa dirinya sudah dilatih untuk mendapat tubuh dan hati sekuat baja, tapi kenapa sekarang ia merasa tak ubahnya gelas kaca yang hancur?

Kelopak matanya tertutup perlahan, tangannya meremas rumput kuat-kuat seolah pegangan hidup. Ini perintah, batin Seroja menguatkan diri, harus patuh.

Ia mulai mendengar langkah kaki mendekat, suara pintu bergeser, dan nafas tercekat seseorang. Bukan seorang saja, tapi dua. Seroja tidak tahu siapa mereka dan apa yang mereka bicarakan saat salah seorang dari mereka menggendongnya setelah menyelimutinya dengan sesuatu yang mungkin adalah mantel. Saat tubuhnya terasa melayang-layang, Seroja mendengar yang satu bicara dengan khawatir dan yang menggendongnya membalas dengan suara datar namun terselip nada menenangkan. Butiran-butiran salju menampar wajahnya tanpa henti membuat Seroja membuka matanya. Ia kembali melihat warna, hitam dari gelapnya malam dan putih dari dinginnya salju.

Sekali lagi, Seroja hanya mampu merasakan gelap dan dingin.

*_*_*

Pagi buta, saat perut berteriak minta cemilan sebelum jam sarapan, Gabrielle terpaksa melangkah menuju dapur demi menuruti tuntutan perutnya. Baru saja berada di anak tangga terakhir, Gabrielle menghentikan langkahnya menuju dapur karena Damian memintanya mengurus wanita sialan di rumah kaca. Gabrielle tidak punya tebakan siapa orang yang dimaksud Damian. Tapi saat mendapati wanita yang dikenalnya tergeletak tak berdaya, Gabrielle menutup mulutnya dengan tangan dan menatap tidak percaya.

Wanita itu terlihat tak sadarkan diri tapi matanya masih terbuka. Tubuh mungil itu penuh luka, darah, keringat, dan sperma. Gabrielle segera menepuk-nepuk pipinya sambil memanggil nama ‘Padma’ dan ‘Lotus’ berkali-kali, sadar bahwa wanita itu dalam keadaan syok. Tak bisa membawanya sendiri, Gabrielle memanggil Michael lewat ponselnya.

“Mengapa Lotus bisa… Apa monsieur Damian yang…” tanya Gabrielle terputus-putus sambil menatap miris Lotus dalam gendongan Michael.

“Tenanglah. Sekarang lebih baik kita urus Lotus dulu. Jangan berasumsi aneh-aneh.”

“Tapi tadi monsieur Damian mengatakan ‘urus wanita sialan di rumah kaca’, lalu aku menemukan Lotus di sana. Ini pasti perbuatan beliau.” Gabrielle meremas tangannya kuat. “Mengapa beliau jadi sebengis ini dan mengapa harus selalu Lotus yang menjadi pelampiasannya? Apa hanya karena Lotus pengawal pribadinya?”

“Ssst. Sudahlah. Sebaiknya kita tidak berisik. Jika Rangda melihat Lotus dalam kondisi seperti ini, kau tentu tahu apa yang terjadi…”

Rangda akan membantai semua manusia di hadapannya, batin Gabrielle mengenang kejadian masa lalu.

Saat masa pelatihan, Rangda melihat Lotus nyaris sekarat di tangan ayahnya sendiri dan Liam. Gadis kecil itu langsung hilang kendali dan membunuh siapapun. Bukan dengan tinju, tendangan, atau senjata, tetapi suatu hal yang lebih berbahaya. Tidak ada yang bisa menghentikannya sampai Lotus sendiri – yang masih berdarah-darah – memeluk Rangda hingga diam. Dan agar hal itu tidak terjadi lagi, saat Lotus terlempar keluar jendela akibat tinju Lucca, Michael dan Silvar langsung menghantam sikut mereka ke tengkuk Rangda agar gadis itu pingsan.

Gabrielle menghela nafas lega ketika mereka sampai ke kamarnya tanpa disadari siapa pun. Pria mungil itu menuruti ucapan Michael menyiapkan air hangat untuk merendam tubuh lemas digendongannya.

When The Darkness Calling BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang