Chapter 15

3.2K 209 16
                                    

Sebulan lebih – bahkan nyaris dua bulan – Seroja berperan sebagai Nataku Padma si asisten pribadi sekaligus Lotus si pengawal. Selama itu juga Seroja bersyukur Damian belum menyadari identitas aslinya sama sekali. Damian benar-benar workaholic dan tak tanggung-tanggung memberinya tugas. Bahkan tidak jarang Seroja harus kerepotan mengerjakan tugas perkantoran di tengah tugas mencari informasi.

Di sisi lain, Damian merasa bersyukur Nataku bekerja dengan baik padanya. Wanita muda itu pandai bersosialisasi pada setiap meeting dengan klien. Seperti halnya hari ini. Lihat bagaimana wanita itu menyusup dalam perbincangan ringan sebelum dan sesudah urusan bisnis. Berbaur dengan mudahnya, memuji tanpa menjadi munafik, menggoda tanpa menjadi memuakkan.

Sore hampir menjelang, meeting kedua sudah hampir selesai saat tiba-tiba saja pintu ruang pertemuan itu terbuka lebar. Seorang wanita cantik berdiri di depan ambang pintu, rambut pirang panjangnya disanggul seadaanya, tubuh tinggi semampainya dibalut jaket dan celana panjang berbahan jins. Api amarah yang sempat berkobar di matanya redup saat melihat para peserta rapat menatap ke arahnya.

Seroja bisa melihat keterkejutan dalam mata abu-abu Damian, hal yang jarang – bahkan tak pernah terjadi pada sosok Damian. Pria itu segera pulih. “Saudara-saudara.” Dengan luwes Damian menegakkan tubuhnya. “Istriku, Lucca Marcellia Flohr. Lucca, mereka perwakilan, pengacara dan penasihat keuangan Suez Company. Kau kenal Padma, asistenku.”

“Hai. Apa kabar? Kita perlu bicara. Sekarang.”

“Permisi sebentar.” Damian melangkah menuju pintu, mencekal lengan Lucca dengan kuat, lalu menariknya keluar. Dan di saat itulah Seroja memulai tugasnya untuk menenangkan suasana. Beberapa saat kemudian, Seroja mendengar Damian memanggil lalu memintanya untuk mengantar Lucca ke ruang konferensi lain.

“Lewat sini, Madame Flohr. Anda ingin saya ambilkan teh atau kopi?”

“Kurasa aku butuh teh. Uhm… tadi gadis resepsionis yang berusaha menahanku juga menawariku pastry.”

Senyum Seroja tetap santun saat wanita itu memandu Lucca menyusuri koridor, tetapi matanya berkilat jenaka. “Aku akan memenuhi tawaran itu. Aku yakin Anda akan cukup nyaman di sini.” Dia membuka salah satu pintu ganda dan mengantar Lucca ke ruangan apik dengan dua area duduk yang nyaman, bar kayu mengilat, serta pemandangan kota megah nan spektakuler.

“Anda ingin pastry apa?” tanya Seroja membuyarkan Lucca yang masih terpesona dengan suasana nyaman ruangan itu.

“Hmm? Oh, aku tidak tahu. Apa saja boleh.”

Dengan kalem Seroja berjalan menuju balik bar lalu kembali dengan teko dan cangkir porselen berisi teh dengan uap yang mengepul-ngepul, juga piring cantik yang senada berisi aneka pastry. Seroja meletakkan nampan itu di meja. “Ada lagi yang bisa kuambilkan untuk Anda?”

“Bisakah kau tetap bersamaku sampai Damian kemari?”

Seroja melihat Lucca bersemangat, gelisah, dan bingung. Ia pun menyanggupi dan duduk di samping Lucca. Ada rasa geli saat Lucca berusaha mengabaikan pastry di depannya namun akhirnya mengambil salah satu macaroon dan mengunyahnya dengan ganas. Melampiaskan semua emosi pada pastry malang di mulutnya.

“Ah, maaf. Aku malah mengabaikanmu,” ucap Lucca setelah melumat pastry kelima.

“Tidak apa. Anda sepertinya sedang sangat kesal. Mau berbagi?”

Lucca menatap Seroja dengan lekat. Dia tidak tahu apa yang membuatnya yakin untuk mempercayai wanita itu hingga akhirnya ia memutuskan untuk bercerita.

“Hampir dua bulan kami tinggal di sini, tapi dia malah mengurungku di mansionnya.” Lucca menunduk sambil menutup wajahnya. “Demi Tuhan! Ini Paris! Dia bahkan tidak mengijinkanku untuk mendatangi Eiffel Tower yang klise itu!”

When The Darkness Calling BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang